Saudaraku, siapa pun membutuhkan dan akan menikmati liburan. Namun orang yang liburan harus sadar bahwa itu hanya sementara dan harus kembali ke rutinitas semula. Liburan tidak bisa menjadi alasan untuk menghindari tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh orang itu. Mari renungkan ‘liburan rohani’ ala Yesus dan bagaimana Ia akhirnya kembali kepada para murid sebagaimana dituliskan dalam Markus 9:2-13.
Yesus mengajak tiga orang murid untuk liburan sejenak ke gunung. Di situlah terjadi transfigurasi (perubahan bentuk) Yesus secara fisik dan bahkan mereka bertiga bisa melihat Musa dan Elia hadir di sana. Tentunya karena zaman Musa dan Elia sudah berlalu, para murid memastikannya dari ciri-ciri fisik seperti yang dikisahkan kepada mereka di sekolah mereka dulu (setiap laki-laki Yahudi bersekolah di sinagoga sejak usia 6 atau 7 tahun hingga 12 tahun).
Itulah liburan ala Yesus yang menakjubkan, mempesona sekaligus menakutkan tiga murid Yesus hingga bahkan Petrus ingin membuat kemah untuk menikmati suasana yang ngeri-ngeri sedap bagi mereka (Markus 9:5-6). Untunglah itu tidak terjadi dan setelah liburan selesai maka Yesus mengajak mereka turun gunung untuk menyambut dunia nyata yang penuh kedengkian dan permasalahan. Mereka kembali berhadapan dengan para ahli Taurat dan orang-orang yang membutuhkan pemulihan secara utuh.
Sangat menarik untuk merenungkan mengapa Yesus memilih turun gunung dan tidak mengabulkan ide Petrus yang terasa begitu rohani. Walau takut, Petrus ingin mengabadikan momen yang super langka itu dan memperpanjang waktu surgawi yang dahsyat itu. Namun Yesus menyadari benar misi kedatangan-Nya di dunia dan Ia harus menuntaskannya sampai selesai dibandingkan menikmati surga di atas gunung.
Misi Yesus untuk memperkenalkan dan menyebarkan Kerajaan Allah masih menjadi prioritas dibanding suasana surga yang ada di atas gunung. Kedisiplinan Yesus menjaga misi kedatangan-Nya mendorong Ia kembali ke para murid yang ditinggalkan. Yesus memberikan contoh tentang pentingnya konsistensi dalam bekerja menuntaskan tugas dibandingkan berlama-lama menikmati suasana surgawi.
Menikmati hadirat Tuhan memang dirindukan oleh semua orang percaya Kristus, namun umat Allah memiliki tugas yang harus diselesaikan yaitu menjadi garam dan terang dunia (Matius 5 : 13-16) dan menjadikan semua bangsa murid Tuhan (Matius 28:19-20).
Itu berarti semua orang percaya tidak boleh memakai keinginan untuk berada dalam hadirat Tuhan sebagai alasan untuk menghindari tugas yang sudah diberikan oleh-Nya. Ladang pelayanan Yesus sulit dan penuh pertentangan karena baru saja Ia turun gunung, Ia harus berhadapan dengan para ahli Taurat yang saat itu sedang “ribut” dengan murid-murid-Nya. Namun Yesus menuntaskan pekerjaan-Nya dan tanpa mengeluh Ia menyelesaikannya sampai Ia kehilangan nyawa karenanya.
Di zaman ini makin banyak ladang yang harus digarap. Seperti kata Yesus bahwa tuaian banyak tetapi pekerja sedikit, maka setiap orang percaya harus menyadari panggilannya sebagai pekerja di ladang Tuhan. Ibadah dan merasakan hadirat Tuhan memang penting dan menjadi bahan bakar untuk mengasihi Dia. Namun karena Tuhan Yesus menginginkan lebih dari sekadar menikmati kehadiran-Nya melainkan lebih kepada melakukan kehendak Bapa (Matius 7:21) maka umat perlu merespons keinginan Yesus.
Mari berjuang terus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia dan melakukan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)