PERUMPAMAAN: JEMBATAN DAN PEMISAH
Saudaraku, Yesus merupakan Guru yang populer. Ia bagaikan magnet bagi pendengarnya karena pengajaran-Nya lebih berkuasa daripada ahli Taurat (Markus 1:22). Injil Markus mencatat bahwa Yesus mengajar banyak hal dengan perumpamaan kepada masyarakat umum. Mari kita merenungkan Markus 4:1-2.
Mengajar dengan perumpamaan merupakan metode yang lazim dilakukan oleh beberapa guru Yahudi untuk mengajarkan hal-hal yang sulit atau abstrak. Ada beberapa alasan mengapa Yesus menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan tentang Kerajaan Allah :
- Yesus ingin menjembatani konsep abstrak dengan realitas.
Perumpamaan yang diambil Yesus berasal dari realitas keseharian masyarakat saat itu. Markus 4 bebicara tentang Konsep Kerajaan Allah yang rumit tapi penting akan lebih mudah dipahami dengan menggunakan perumpamaan yang melaluinya segala yang tersembunyi akan dapat dipahami (Matius 13:35).
- Merangsang kemampuan reflektif para murid seusai mendengarnya.
Walaupun menjadi jembatan untuk menghubungkan para pendengar dengan materi pengajaran, tidak semua orang paham dengan apa yang dimaksud. Itulah sebabnya refleksi perumpamaan juga menjadi pemisah bagi mereka yang ingin memahami atau mereka yang mendengar dengan sambil lalu. Para murid justru mencari Yesus untuk mendapat pencerahan lebih lanjut (Markus 4:12).
Perumpamaan memang menjembatani namun juga memisahkan. Ia menjembatani yang tersembunyi dan yang nyata, namun memisahkan pendengar yang reflektif dan tidak. Mereka yang reflektif akan diperkaya dan menemukan MUTIARA FIRMAN yang berharga, mereka yang tidak memikirkan lebih dalam hanya akan terpesona dengan CERITA namun gagal menemukan MAKNA. Perumpamaan membantu PENGAJAR dan PEMBELAJAR sehingga Kerajaan Allah dapat diperkenalkan, dipahami dan dihadirkan dalam realitas manusia.
Ada banyak pengajaran yang berlalu lalang di sekitar kita dan seringkali pengajaran itu terlalu sulit dipahami dan terasa terbang di awang-awang sehingga memisahkan prinsip Firman dengan kehidupan sehari-hari. Ada juga pengajaran yang kelewat aplikatif sehingga bahkan dasar pijak Firman terlalu rapuh sehingga berpotensi menyimpang. Penting untuk menjembatani konsep abstrak Firman dengan kehidupan sesehari, juga untuk mengajak jemaat berpikir reflektif terhadap kebenaran Firman. Dengan refleksi dan berdialog dengan Firman, jemaat tidak hanya menikmati cerita perumpamaan itu namun juga memahami dengan sungguh-sungguh makna dan pesan Firman dibalik perumpamaan itu. Kiranya Tuhan mengaruniakan hikmat kepada para pengajar untuk menemukan jembatan yang mempertemukan Sang Firman dengan para pendengarnya serta membuat pendengar mendapatkan Sang Firman dengan refleksi dan perenungannya. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)