Saudaraku, tiap orang yang membaca Injil pasti akan mengenal nama Matius, penulis Injil urutan pertama dalam Alkitab. Tulisan Matius rapi, urut dan enak dibaca karena ia adalah saksi dari pelayanan Yesus. Siapa Matius? Mari kita merenungkan Markus 2:13-17.
Lewi alias Matius sedang bekerja ketika Yesus mengajaknya: Ikutlah Aku! Bagi seorang pemungut cukai sepertinya, ajakan untuk menjadi murid dari seorang yang guru muda seperti Yesus sungguh istimewa. Profesi dan kebiasaan Lewi membuatnya terasing dari bangsanya sendiri karena :
- Pemungut cukai dikenal tega kepada bangsa sendiri. Mereka suka memungut pajak dengan jumlah lebih banyak daripada yang diharuskan sehingga golongan pemungut cukai dikenal sebagai golongan yang korup dan rakus. Seorang penulis Yunani mengatakan bahwa pemungut cukai segolongan dengan kaum pezinah, para perayu, para penjilat dan para calo. Sehina itulah nilai profesi ini.
- Lewi bekerja pada Raja Herodes Antipas, yang merupakan keturunan orang Edom, musuh bebuyutan orang Israel. Dengan kondisi ini maka Lewi dianggap antek musuh. Walaupun profesi ini memberikan harta yang melimpah keluarga, namun Lewi menyadari bahwa ia disingkirkan.
Oleh karena itu ajakan Yesus kepada orang seperti Lewi, bagaikan air yang menyiram tanah yang kering kerontang. Lewi merespons cepat ajakan Yesus dan segera meninggalkan dunianya : Pekerjaan, komunitas, karir dan jaminan hidupnya lalu mengikut Yesus.
Respons itu menujukkan penghormatan kepada Yesus sekaligus menunjukkan kegelisahan hati Lewi dengan hidupnya sendiri. Panggilan Yesus membuat Lewi melihat masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan hidupnya saat itu. Memang secara finansial jauh berbeda, namun Lewi menemukan jalan hidup yang lebih baik.
Lewi alias Matius memperkenalkan Kristus lewat tulisannya. Jutaan orang turun temurun membaca kesaksiannya, menikmati karyanya dan masuk dalam anugerah keselamatan. Allah memakai Matius untuk mewartakan Injil dengan apa yang dia miliki. Dialah penulis Injil Matius.
Panggilan Allah mengubah hidup manusia, dari pecundang menjadi pemenang kehidupan. Maka mereka yang sudah dimenangkan seharusnya juga merangkul mereka yang masih tersingkir karena sesungguhnya tidak ada seorang pun yang mau menjadi pecundang terus menerus.
Mari ikuti semangat transformasi Yesus yang mengatakan Ia datang untuk memanggil orang berdosa supaya bertobat (Markus 2:17). Bila berharap perubahan dalam lingkungan, mulailah dengan menerima mereka yang dianggap pecundang. Bukan untuk memaklumi sisi pecundang mereka, namun mengajak mereka datang kepada Kristus. Percayalah seorang pecundang yang menemukan Kristus dan dimenangkan, ia akan menjadi berkat untuk sesamanya. Seperti Matius. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag).