Saudaraku, seorang suami sangat cerewet dan menganjurkan istrinya untuk hidup sehat. Ia tiap hari rela mengantar istrinya jalan pagi di sebuah sport centre, belanja makanan sehat dan sebagainya. Namun sang suami tidak pernah ikut olahraga, ia hanya mengantar saja. Ia tidak pernah makan sayur, padahal ia tahu sayur baik untuk kesehatan. Ia tahu tapi tidak mendapat manfaat. Situasi ini identik dengan ujaran dalam Bahasa Jawa: Jarkoni (iso ngajar ora bisa nglakoni). Sungguh disayangkan.
Itulah keprihatinan yang disampaikan Yesus kepada para imam kepala dan tua-tua orang Yahudi, sebagaimana yang dituliskan dalam Matius 21:28-32. Mari kita renungkan Bersama.
Imam kepala dan tua-tua bukanlah orang sembarangan. Mereka merupakan para elit rohani dan sosial dalam komunitas Yahudi. Yesus sejak awal mengkritik sikap mereka dan mengidentikkannya dengan kemunafikan. Munafik adalah sikap yang diambil seseorang yang mengklaim memiliki keyakinan, pandangan atau sikap tertentu namun mereka sendiri tidak konsisten melaksanakannya dengan penuh ketulusan. Perumpamaan yang diambil oleh Yesus menunjukkan sikap mereka yang sebenarnya malah merugikan mereka sendiri, karena kemunafikan membuat mereka :
- Gagal menemukan jalan masuk ke Kerajaan Surga karena sombong.
Sungguh aneh karena kemampuan dan kapasitas mereka sebagai elit spiritual Yahudi malah mereka terasing. Ironinya, Yesus membandingkan mereka dengan orang yang dianggap paling berdosa dan malah menyatakan bahwa orang paling hina saja bisa menemukan jalan lebih dahulu dari pada mereka, karena kerendahan hati orang berdosa.
- Tidak mampu bersukacita karena sibuk menjaga citra diri.
Segala kerepotan menjaga Taurat membuat mereka kehilangan makna sukacita dan kasih karunia Allah. Mereka sibuk memikirkan citra diri sendiri dibandingkan kehendak Allah. Mereka bermaksud menjaga Taurat tetapi tidak memahami ajaran mereka sendiri. Sungguh ironi.
Mengikut Kristus membutuhkan kerendahan hati dan ketulusan agar dapat menemuka sukacita dalam kasih karunia Allah. Kemunafikan dapat terjadi saat kesombongan dan merasa tahu firman membuat seseorang tidak lagi mau bertumbuh, apalagi belajar firman Tuhan.
Ketika nafsu pribadi ditutupi dengan hal yang berbau rohani, ketulusan mengikut Kristus menjadi pudar. Tidak banyak yang waspada dengan kemunafikan dan kesombongan, maka perlu untuk menjaga kerendahan hati supaya tidak terpeleset dalam jebakan kesombongan dan kemunafikan.
Melihat licinnya kemunafikan, maka manusia perlu selalu mawas diri bahwa dirinya adalah pendosa yang membutuhkan karunia setiap saat, sehingga sukacita pengampunan dalam kehidupan dapat terus dinikmati. Tetaplah menjaga kerendahan hati dan tetaplah menjaga rasa butuh terhadap kasih karunia. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)