KAYA DALAM KEMURAHAN

KAYA DALAM KEMURAHAN

Hari ini saya mengajak Saudara untuk belajar dari 2 Korintus 8:1-5 dengan topik: ”Kaya Dalam Kemurahan”.  Hati saya tersentuh waktu cucu saya ditanya temannya: “Kamu kaya. ya? ” Lalu dia menjawab dengan bijaksana: “Bukan, kami tidak kaya tetapi diberkati Tuhan”. 

Pernyataan cucu saya itu benar, karena kaya itu relatif, karena ada orang kaya yang selalu merasa kurang dan pelit, tetapi sebaliknya ada orang yang  “kaya dalam kemurahan” karena ia seperti Yesus dan Paulus, rela miskin demi memperkaya orang lain: “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2 Korintus 8:9).

Saudara, ada orang kaya yang jadi pelit karena ia berpikir dulu ia sangat miskin dan susah sekali mendapat uang; tetapi ada orang kaya yang malah dermawan karena ia berempati, tahu rasanya menjadi orang miskin  yang tersingkirkan dan terhina. Ia ingin membahagiakan orang lain dan dengan demikian ia bahagia. Itulah yang disebut rasul Paulus “Kaya dalam kemurahan”,  “Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan.” (2 Korintus 8:2).

Saat itu menjadi Kristen berarti siap miskin, siap berdiaspora bahkan mati sahid karena dikejar-kejar, tapi dipuji Paulus karena mereka memberi sesuai kemampuan mereka bahkan melampaui kekuatan mereka. Apa rahasianya?

Pertama, karena mereka pertama-tama memberi diri mereka kepada Tuhan, ya ini logis karena yang memiliki kekayaan dan uang adalah dirinya, kalau dirinya saja diserahkan apalagi harta bendanya. Selesai persekutuan dokter Wilson tergerak memberi secuil kertas didalamnya tertulis Imamat 3:3, kepada seorang pengusaha kaya yang gemuk, “Kemudian dari korban keselamatan itu ia harus mempersembahkan lemak yang menyelubungi isi perut, dan segala lemak yang melekat pada isi perut itu sebagai korban api-apian bagi TUHAN, …”

Sesampainya di rumah ayat itu dibaca, dan Roh Kudus bekerja, Orang kaya yang gemuk itu tidak tersinggung, malah bertelut dan menangis berdoa “Tuhan aku sudah merasa memberi ini itu untuk pekerjaan-Mu tapi belum pernah aku memberikan diriku sendiri, malam ini terimalah diriku sebagai korban yang kudus dan Engkau perkenan …” 

Kedua, karena sukacita mereka meluap menyadari betapa mahalnya pengorbanan Kristus yang telah menebus mereka. Ada satu kata lagi yang menarik dalam ayat 2 Korintus 8:4 mereka saling meminta dan mendesak untuk memberi dalam pelayanan kasih, karena itu adalah satu anugerah dan kehormatan, luar biasa, “Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus.”

Saya jadi ingat apa yang baru saja saya lihat Kamis lalu di Rumah Makan, seorang teman selesai Persekutuan Doa Kamis Pagi, mengajak makan bersama. Selesai makan waktu ia mau membayar ternyata sudah ada teman yang lebih dahulu diam-diam menitip uang di kasir, mereka berebut untuk membayar, akhirnya uang dikembalikan dan teman saya yang mengajak tadi yang membayar. 

Itulah yang dimaksud Paulus “mereka meminta dan mendesak”  Saya yang saat ini sedang dibebani Panitia Renovasi untuk membagikan proposal penggalangan dana untuk renovasi gedung kantor pusat Yayasan Christopherus, berpikir: “Wah alangkah indahnya kalau semua anak Tuhan sensitif dan tergerak sendiri berebut untuk memberi seperti itu, tidak perlu proposal.”

Tetapi dalam konteks pelayanan kasih juga tidak salah sharing, walaupun uang memang bukan segala-galanya tetapi segalanya perlu uang baik untuk sinode, gereja, bisnis maupun keluarga, bahkan tiap saat dan tiap hari.

Saudara, dalam 2 Korintus 8 yang menjadi bacaan kita,  rasul Paulus juga tidak segan-segan untuk curhat dan sharing tentang uang, karena apa pun yang dikuduskan bagi Tuhan adalah hal yang rohani. Maka saya pun tidak malu berbicara tentang uang karena ini bukan untuk Tuhan, Tuhan sudah punya segalanya dan bukan untuk saya, tetapi untuk pekerjaan-Nya dan ujung-ujungnya yang menikmati adalah manusia juga.

Maka rasul Paulus menutup dengan kalimat yang terdapat pada ayat 12-15: Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.  Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.  Seperti ada tertulis: “Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan.”  (ACh). 

Renungan Lainnya