Ada sebuah pepatah yang mengatakan siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Maknanya adalah setiap orang yang berikhtiar, berusaha, melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh maka ia akan menuai keberhasilan. Namun sepertinya pepatah itu harus berhadapan dengan realitas yang berbeda. Mari kita renungkan Matius 10:1-4.
Saudaraku, nama Yudas Iskariot memiliki jejak negatif dalam Injil. Namun bila kita membaca ayat-ayat renungan kita, kita mendapati kenyataan yang mengejutkan di awal panggilan Yudas menjadi murid Yesus. Keterangan tentang Yudas Iskariot oleh Matius menjadi menarik. Perlu diketahui bahwa keterangan ini diberikan saat Matius menyusun Injil Matius yang dilakukan jauh setelah peristiwa penyaliban Yesus, setelah Yudas melakukan pengkhianatan. Namun saat Matius dan Yudas Iskariot ditetapkan menjadi murid (sebelum terjadi pengkhianatan), tentunya Matius memandang Yudas sebagai pribadi yang netral yaitu sesama manusia yang dipilih Yesus menjadi murid-Nya. Mereka berdua belas diberi kemampuan untuk mengusir roh jahat, penyakit dan difabilitas (Matius 10:1), walau Yesus sejak awal tahu bahwa Yudas bukanlah orang yang akan setia kepada-Nya.
Yesus tidak membedakan keduabelas orang itu dan memberikan perhatian yang sama. Inilah usaha Yesus untuk menjadikan mereka sebagai murid yang memiliki kemampuan melayani orang lain. Namun semua orang tahu bahwa Yudas Iskariot memilih jalan yang berbeda dari teman-temannya, bahkan Matius memberikan keterangan saat menyebutkan kembali nama Yudas Iskariot: … yang mengkhianati Yesus (Matius 10:4). Untuk kasus Yudas, sepertinya hasil telah mengkhianati usaha Yesus.
Dalam kenyataan seringkali didapati hal yang sama. Endog sak petarangan, netes e beda-beda, demikian pepatah Jawa mengatakan. Maknanya telur dalam satu sarang, hasil tetasannya bisa berbeda. Dalam berbagai film juga sering dikisahkan musuh yang paling berbahaya adalah para barisan sakit hati dari sebuah perkumpulan, yang tadinya satu tujuan namun pada akhirnya memilih jalan yang berbeda. Dalam satu keluarga, ada anak-anak yang bisa memahami orang tua namun ada anak yang egois. Bagaimanapun lingkungan belajar tidak hanya dalam komunitas para murid, namun juga dari proses mengolah apa yang dipelajari. Hasil dari proses mengolah pun unik sehingga bisa saja pada akhirnya bisa berbeda pada akhirnya. Tugas seorang pendidik seperti Yesus adalah menabur dengan setia, apapun hasilnya nanti. Mungkin bukan hanya pendidik namun juga para orangtua dan para senior yang lain.
Saudaraku, dari perenungan ini kita belajar tentang kesetiaan Yesus untuk tetap memberikan yang terbaik untuk para murid. Walau Yesus tahu siapa Yudas Iskariot nantinya, bahkan Yesus pernah menyatakan kekecewaaan-Nya tentang sikap Yudas (Markus 14:21), Yesus tidak bersikap diskriminatif kepada calon pengkhianat-Nya. Yesus tetap menabur dengan cara dan porsi yang sama seperti Yesus memperlakukan murid-murid-Nya. Yesus tidak lelah mengingatkan Yudas dan memberikan pengertian bahkan di titik kritisnya sebelum Yudas memutuskan untuk mengkhianati-Nya (Matius 26:10-13, 21-25). Tetaplah menjadi berkat untuk orang lain walau pada akhirnya mungkin harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag).