WILMA RUDOLPH. Wilma Rudolph lahir dari keluarga yang sangat miskin pada 23 Juni 1940, di Tennesee, USA. Anak ke-20 dari 22 orang bersaudara. Ayahnya hanya seorang portir (kuli angkut barang) Kereta Api dan ibunya hanya tukang masak dan cuci pakaian tetangga. Hidup mereka benar-benar miskin.
Dia lahir prematur dan lemah. Kelangsungan hidupnya diragukan semua orang. Ketika berumur empat tahun dia menderita Pneumonia parah dan demam scarlet, sebuah kombinasi penyakit yang mematikan yang membuat kaki kirinya lumpuh dan tidak bisa digunakan. Dia harus menggunakan penyangga kaki dari besi untuk membantunya berjalan.
Syukur, Wilma sangat beruntung memiliki seorang ibu yang selalu memberikan dorongan dan semangat padanya. Ibunya mengajak Wilma untuk hidup karena percaya bukan karena mellihat.
Pada suatu hari Wilma bertanya kepada ibunya, “Apakah saya akan bisa berlari seperti anak-anak lain?” Sang Ibu dengan penuh kasih dan yakin menjawab: “Sayang, kamu harus percaya kepada Tuhan dan jangan pernah berhenti berharap. Jika kamu percaya, Tuhan akan membuatnya terjadi,” Wilma percaya dan sejak itu ia bersusah payah belajar berjalan. Pada usia 12 tahun ia bisa berjalan tanpa memerlukan penyangga kaki. Bahkan di tahun 1960, ia berhasil mendapatkan tiga medali emas untuk cabang olahraga lari di Olimpiade.
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Yosua dengan topik: “Live by Faith (Hidup karena Iman). Bacaan Sabda diambil dari Yosua 16:1–18:10. Sahabat, sikap bani Yusuf (suku Manasye dan suku Efraim) dalam pasal Yosua 17 kontras dengan sikap Kaleb dalam Yosua 14. Dia tidak gentar menghadapi orang-orang Enak (Yosua 14:12-15) yang tubuhnya besar-besar (karena orang-orang Enak itu termasuk keturunan raksasa), sedangkan bani Yusuf nampak gentar menghadapi medan yang sulit (mereka harus membuka hutan) dan musuh yang nampak kuat (memiliki kereta besi, Yosua 17:15-18).
Alasan permintaan mereka kepada Yosua pun berbeda: Kaleb menuntut pemenuhan janji Allah kepada dirinya (Yosua 14:9-12), sedangkan bani Yusuf merasa bahwa bagian tanah yang diberikan kepada mereka terlalu sedikit, sehingga mereka meminta warisan tanah yang lebih luas. Sayangnya, bani Yusuf menghendaki agar warisan yang diperuntukkan bagi mereka adalah wilayah yang dapat direbut dengan mudah (Yosua 17:16).
Sahabat, perbedaan sikap di atas disebabkan karena Kaleb memiliki iman yang luar biasa. Mata Kaleb tertuju kepada Allah yang Mahakuasa dan yang menyertai dia, sehingga ia merasa sanggup dan tidak merasa takut menghadapi segala bahaya dan tantangan. Sebaliknya, mata bani Yusuf tertuju kepada kekuatan musuh yang besar dan dilengkapi dengan kereta besi, sehingga mereka merasa takut dan khawatir. Mereka lupa bahwa mereka adalah bangsa yang besar yang memiliki Allah yang telah melakukan banyak hal yang besar bagi mereka. Jelaslah bahwa bani Yusuf tidak berani memercayai kekuatan Allah saat harus menghadapi tantangan yang menghadang.
Bacaan kita pada hari ini mengingatkan kita bahwa bila kita hanya memerhatikan kelemahan diri kita sendiri, kita akan melihat semua masalah dan tantangan yang menghadang dalam kehidupan kita sebagai masalah besar yang tidak akan sanggup kita hadapi dan lewati.
Akan tetapi, bila kita mengandalkan Tuhan, tidak ada masalah atau tantangan yang terlalu besar. Kita harus senantiasa mengingat perbuatan Tuhan di masa lalu dalam kehidupan kita agar kita bisa tetap hidup karena percaya, bukan hidup karena melihat.
Sahabat, dari satu sisi, kita perlu menyadari bahwa tanpa Tuhan, kita ini lemah (Yohanes 15:5). Dari sisi lain, kita harus percaya kepada TUHAN dengan segenap hati dan tidak bersandar kepada pengertian kita sendiri (Amsal 3:5). Kita harus memandang setiap masalah dengan kacamata iman! Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
- Apa yang Sahabat pahami dengan pernyataan: ”Hidup karena percaya”?
Mari sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Ketahanan dan kematangan rohani kita ditentukan oleh kepercayaan kita kepada Allah dalam perilaku hidup kita sehari-hari. (pg).