Maria mengikuti persidangan dan proses eksekusi anaknya dari jauh. Sebagai seorang ibu, hatinya pasti hancur luluh. Alkitab memang tidak mencatat secara khusus dialog antara Yesus dengan ibunya, kecuali di Injil Yohanes 2:4 saat Maria mengingatkan Yesus bahwa anggur di perjamuan pernikahan itu habis. Maria tahu bahwa Yesus bisa diandalkan sehingga meminta para pelayan untuk mengikuti apa yang diperintahkan Yesus (Yohanes 2 :5). Walaupun sepanjang hidupnya Maria melihat sepak terjang anak sulungnya yang berbeda dengan anak-anaknya yang lain dan bahkan melihat bahwa saudara-saudara Yesus tidak memercayai kakaknya (Yohanes 7:3-5), Maria tahu Yesus mengasihinya dan memenuhi tanggung jawab-Nya. Maria memercayai dan memercayakan kehidupannya kepada Yesus.
Itulah sebabnya Maria mengikuti proses eksekusi itu walau dari jauh dan perlahan ia berhasil mendekati salib Yesus bersama beberapa perempuan lain (Yohanes 19:25). Adegan selanjutnya sangat menyentuh. Maria diserahkan kepada Yohanes, murid-Nya yang terkasih dan akhirnya Maria hidup dalam perlindungan Yohanes hingga akhir hidupnya (Yohanes 19:26-27). Yohanes dan Maria memiliki nilai yang khusus untuk Yesus, maka Yesus mau untuk menyerahkan tanggung jawab kepada Yohanes untuk menjaga Maria, ibunya.
Bagi Maria sendiri, Yesus kembali menunjukkan kepadanya bahwa Ia adalah putra yang sungguh bisa diandalkan hingga akhir hidup-Nya. Mungkin saat itu saudara-saudara Yesus masih belum bisa memahami ke-Tuhan-an dan misi-Nya di dunia (walau belakangan 2 dari saudara-saudara-Nya akhirnya percaya kepada-Nya) sehingga tidak bisa memahami Maria yang selalu mendampingi Yesus. Maria membutuhkan “keluarga” untuk mendampingi rasa kehilangannya hingga pulih kembali.
Maria memang kehilangan keluarganya namun ia menemukan keluarga baru karena Putra-Nya telah melaksanakan tanggung jawab untuk ibu-Nya. Maria menyaksikan kebangkitan dan bahkan kenaikan Yesus dan ia masuk dalam bilangan orang yang berdoa pasca kenaikan Yesus ke Surga (Kisah Para Rasul 1:14). Maria tetap beriman kepada Yesus sampai akhir.
Saudaraku, Jumat Agung bukan sekadar sebuah kisah heroik Sang Juru Selamat yang wafat bagi manusia yang berdosa, namun dalam kisah Jumat Agung sebuah kisah sederhana tentang hubungan keluarga yang menguatkan. Ada sebuah keluarga dimana seorang ibu yang menyadari dan mengalami jaminan kasih seorang anak yang bertanggung jawab hingga ajal menjemput. Bukan hanya kisah penyelamatan dari cengkeraman dosa, namun juga kisah kasih anak kepada ibu-Nya yang akan ditinggalkan.
Saudaraku, di zaman ini seorang anak yang menuntut perhatian dan kasih dari orangtua adalah kisah yang biasa kita dengar. Bahkan saat anak dewasa, ia masih saja menuntut perhatian orangtuanya sehingga banyak orangtua yang merasa beban itu dia bawa hingga usia senja. Orangtua takut merepotkan anak-anaknya dan anak-anak hidup dalam dunianya sendiri dan perlahan meninggalkan orangtuanya. Ada kesenjangan hubungan anak dan orangtua. Saking sibuknya sang anak bekerja dan hidup dengan keluarganya sendiri kadang perhatian kepada orangtua banyak berkurang. Banyak dijumpai orangtua yang kesepian setelah anak-anaknya studi keluar kota, bekerja dan berkeluarga.
Anak-anak sendiri tidak merasa perlu bertanggung jawab karena orangtua masih dianggap kuat dan mampu bekerja dan beraktivitas sendiri. Anak merasa bahwa adalah kewajiban bila seorang ayah atau ibu memelihara anak-anaknya, namun hanya sedikit anak yang menyadari bahwa memastikan orangtuanya baik-baik saja adalah kewajiban dari anak kepada orangtuanya, baik orangtua biologisnya maupun orangtua biologis pasangannya (mertua).
Padahal jelas di Alkitab dalam 10 Hukum Allah tercantum : “Hormatilah ayah dan ibumu supaya lanjut umurmu …” (Keluaran 20:12). Menghormati berarti menghargai, memberi tempat yang baik. Namun bukan berarti orangtua lalu meminta penghormatan dan menjadi gila hormat dari anaknya. Keluaran 20:12 ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak bagaimana ia harus bersikap kepada orangtuanya, bukan orangtua yang menuntut dihormati. Maka perlu sejak dini anak diajarkan untuk memahami tanggung jawabnya kepada orangtua.
Renungan di Jumat Agung pada hari ini mengajak kita memikirkan kembali makna hubungan keluarga dengan berkaca pada perhatian Yesus kepada ibu-Nya di akhir hidup-Nya. Maria sebagai ibu, merasakan tanggung jawab Yesus sebagai seorang anak. Yesus tetap bisa diandalkan dan menjadi jawaban dari permasalahannya. Yesus sebagai seorang anak, menuntaskan hidup-Nya dengan memastikan perlindungan dan kasih untuk Maria hingga akhir hayat ibu-Nya.
Saudaraku, mari renungkan:
- Mengapa Yesus menyerahkan Maria kepada murid yang dikasihi-Nya?
- Bagaimana kita mengajarkan tanggung jawab kepada anak-anak kita?
Kiranya peringatan Jumat Agung pada tahun ini tidak hanya memulihkan ingatan kita akan anugerah Allah namun juga mengingatkan tugas dan tanggung jawab kita dalam keluarga. Terpujilah Tuhan Sang Pemulih Kehidupan. (Ag).