Allowing GOD to SOVEREIGN our Lives

Allowing GOD to SOVEREIGN our Lives

KEDAULATAN ALLAH. Entah sadar atau tidak terkadang kita melupakan adanya kedaulatan Allah. Kedaulatan Allah artinya  kekuasaan Allah secara penuh atas hidup kita. Secara sederhana  bisa diartikan bahwa kedaulatan Allah merupakan hak Allah untuk melakukan apapun yang Allah kehendaki atas hidup kita.

Sebagai Allah yang menciptakan segala sesuatu dalam kehidupan manusia tentu tidak ada yang salah jika Allah memiliki kedaulatan atas semua ciptaan-Nya termasuk manusia. Maaf, kadang logika kita terbalik,  manusia melupakan hal tersebut bahkan seolah Allah-lah yang harus memenuhi kehendak kita sebagai manusia.

Sahabat, ketika harapan dan keinginan kita tidak atau belum tercapai seringkali kita mengeluh dan tak jarang pula menyalahkan Tuhan. Contoh sederhana adalah pola pikir yang berharap bahwa ketika kita mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka kita berharap suatu kehidupan yang bebas dari masalah dan pencobaan.

Tentu saja pola pikir seperti itu kurang tepat. Selama kita ada di dunia ini, maka yang namanya persoalan, masalah, tantangan, halangan, dan pencobaan akan silih berganti menghampiri hidup kita. Tuhan Yesus sendiri ketika hidup di dunia dan  menjadi manusia mengalami berbagai cobaan dan pergumulan hidup.

Terkadang ketika kita semakin sungguh-sungguh dengan Tuhan, kita belajar hidup benar dan kita belajar melayani Tuhan, justru persoalan datang silih berganti, cobaan menghampiri dan berbagai pergumulan mendera hidup kita. Pada saat seperti itu tidak jarang kita menyalahkan Tuhan atau setidaknya bertanya kepada Tuhan, “Mengapa semua ini terjadi?” “Apa salah dan dosaku?”

Syukur kepada Tuhan kalau hari ini kita dapat belajar  bagian akhir dari kitab Ayub dengan topik: “Allowing GOD to SOVEREIGN our Lives (Mengizinkan Allah BERDAULAT atas HIDUP KITA)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Ayub 42:1-6. Sahabat, Ayub adalah seorang yang saleh dan jujur. Takut akan Allah adalah landasan kesalehannya. Ia memiliki integritas moral dan komitmen sepenuh hati kepada Allah. Ia benar dalam pikiran, perkataan dan tindakannya. Allah sendiri mengakui kesalehan Ayub. Namun kesalehan itu tidak meluputkannya dari pencobaan. Bahkan Allah sendiri yang mengizinkan Iblis datang untuk mencobai Ayub. Allah juga tidak serta-merta membebaskan Ayub dari penderitaan. Ayub diizinkan-Nya jatuh sampai ke titik nadir kehidupannya.

Dalam penderitaannya, Ayub masih saja setia kepada Allah. Ia tetap teguh dalam iman sekalipun harta miliknya habis ludes, semua anak-anaknya mati, tubuhnya ditimpa barah busuk. Bahkan saat istrinya menyuruhnya mengutuki Allah, Ayub masih bisa mengatakan: “… Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? …” (Ayub 2:10). Namun demikian Allah seperti mengabaikan kesalehan itu. Penderitaan Ayub tak segera diambil dari padanya.

Sahabat, Ayub beroleh pemulihan setelah ia mau merendahkan diri dalam penyesalan di hadapan Allah. Setelah ia mencabut perkataannya yang merupakan pembelaan diri atas ketidakberdosaannya selama ini. Ya, sesaleh bagaimanapunpun hidup manusia, di hadapan Allah ia tetap harus MENGAKUI KEDAULATAN ALLAH,  sebab hanya oleh karena anugerah Allah saja manusia dimungkinkan menjadi pribadi yang saleh dan benar. Pengakuan ini jugalah yang menjadi TANDA KEBERHASILAN AYUB  dalam mengalahkan Iblis. Sudahkah kita mengaku dan sungguh-sungguh MENGIZINKAN ALLAH BERDAULAT  atas hidup kita? Haleluya! Tuhan itu baik.

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari ayat 2?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kadang kita diizinkan gagal supaya kita tidak sombong dan mengajar kita untuk berharap dan bergantung penuh kepada Tuhan dalam segala hal. (pg).

Renungan Lainnya