The Young and Wise Ones

The Young and Wise Ones

ORANG BERUSIA LANJUT. Pengalaman hidup kami bercerita bahwa menjadi orang yang berusia lanjut kerap dirujuk sebagai teladan dan panutan oleh generasi muda. Anak-anak muda sebagai generasi penerus memerlukan sosok orang tua yang mengerti, menyelami dunia dan pergulatan mereka pada Zaman Now. Dengan demikian, para orang tua perlu membangun keterbukaan wawasan dan pemikiran bahwa dari anak-anak muda pun Tuhan bisa mengajarkan banyak hal kepada para orang tua. Sebab, hikmat Tuhanlah yang menentukan kematangan kita. Sesungguhnya Tuhanlah yang menjadi sumber hikmat kita.

Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Ayub dengan topik: “The Young and Wise Ones (Yang Muda dan Bijaksana)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Ayub 32:1 – 33:33. Sahabat, di Ayub 32 – Ayub 37 kita akan bertemu dengan KATA-KATA ELIHU. LAI memberi judul Ayub 32: Elihu merasa juga berhak untuk mengemukakan pendapat. Sedangkan untuk Ayub 33, LAI memberi judul: Allah berfirman kepada manusia dengan berbagai-bagai cara.

Elihu bin Barakheel, orang Bus, dari kaum Ram; ia marah terhadap Ayub, karena ia menganggap dirinya lebih benar dari pada Allah,dan ia juga marah terhadap ketiga orang sahabatnya, karena mereka mempersalahkan Ayub, meskipun tidak dapat memberikan sanggahan (32:2-3).

Sahabat, Elihu berpegang pada pendapat umum yang menganggap bahwa seseorang yang berumur lanjut pasti berhikmat dan tidak demikian halnya dengan orang muda (32:6). Pandangan ini lazim karena orang yang lanjut umur diyakini memiliki banyak pengalaman karena dianggap sudah makan asam garam kehidupan.

Sahabat, sebagai pembicara terakhir, Elihu tampil berbeda dengan ketiga sahabat lainnya (32:6). Setelah menyimak semua ucapan yang telah disampaikan, ia menilai ucapan ketiga sahabatnya sia-sia karena hikmat mereka sama sekali tak menjawab atau meringankan penderitaan Ayub (32:10-13). 

Meskipun geram karena ucapan-ucapan yang tidak bijak itu, ia menahan diri sampai tiba gilirannya untuk berbicara (32:16-20). Ia mengakui bahwa tak ada manusia yang dapat mengalahkan hikmat Allah (32:8-9, 13). Elihu bersikap netral, tidak memihak siapa pun (32:21-22).

Ketika berbicara kepada Ayub, Elihu bersikap bersahabat karena ia siap mendengarkan pembelaan Ayub jika memang perkataannya tidak benar (33:1-7). Hal pertama yang Elihu katakan adalah bahwa ia sudah melihat penderitaan Ayub dan mendengar pembelaannya sebagai orang yang suci dan bersih.

Namun, ia menegur sikap Ayub yang secara lancang berbantah dengan Allah dan menuduh Allah tidak menjawab ketidakpahaman atas penderitaannya (33:8-13). Menurut Elihu, Allah mungkin sudah menjawab melalui mimpi dan penglihatan saat Ayub tertidur (33:12-18) atau Allah berbicara melalui penderitaan yang sedang dialami Ayub dengan tujuan menyelamatkan kehidupannya (33:19-30). Oleh sebab itu, Elihu meminta Ayub sungguh-sungguh mendengarkannya (33:31-33).

Sahabat, Elihu dikatakan bijak karena ia menjaga ucapannya agar tidak melanggar kebenaran Allah dan melukai perasaan sesama. Dari teladan Elihu, kita dapat memperbaiki diri melalui dua pertanyaan refleksi berikut: Apakah ucapan saya sesuai dengan kebenaran Allah? Apakah yang saya ucapkan membawa manfaat bagi sesama atau justru melukai perasaan mereka? Haleluya! Tuhan itu baik.

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut  ini:

  1. Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari Ayub 32:21-22?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Makin bertambah usia, makin berhikmat dalam memberi nasihat dan juga menerima nasihat. (pg).

Renungan Lainnya

U L E