MENGHAKIMI. Orang yang suka menunjuk-nunjuk kesalahan orang lain atau menghakimi orang lain, tak menyadari bahwa sesungguhnya ketika ia sedang menunjuk dengan jari telunjuknya, hanya satu jari saja yang tertuju kepada orang lain, sedang empat jari lainnya menunjuk kepada dirinya sendiri.
Siapakah kita ini sehingga kita berlaku seperti seorang hakim yang menjatuhkan vonis kepada orang lain? Sebelum kita menghakimi orang lain, sebaiknya kita memeriksa diri sendiri terlebih dahulu: Apakah kita ini sudah bersih dari kesalahan? Apakah kita ini sudah sempurna, tanpa cacat cela? Tidakkah kita malu pada diri sendiri, bila kesalahan yang kita perbuat ternyata jauh lebih besar daripada orang yang sedang kita hakimi?
Sahabat, saat ini orang mudah sekali terprovokasi, mudah menuduh atau menyalahkan orang lain; terbiasa mencari-cari kelemahan dan kekurangan orang lain; mudah sekali berkomentar, menghujat, menghina, memojokkan, merendahkan, membuka aib, mengorek-orek masa lalu orang lain dengan komentar atau cuitan-cuitan di media sosial. Kita seringkali berlaku seolah-olah menjadi orang yang paling benar, paling suci, tiada tandingannya. Kita bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat.
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Ayub dengan topik: “Don’t Judge! (Jangan Menghakimi!)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Ayub 20:1-29. Sahabat, ringkasan ceramah Zofar dalam Ayub 20 dapat kita jumpai pada ayat 5. Pernyataan tersebut ada benarnya dan memang patut diperhatikan oleh setiap orang, agar kita insaf dari dosa-dosa kita.
Sesungguhnya pernyataannya tersebut mengandung dua masalah serius. Pertama, klaim yang menyederhanakan permasalahan (simplistis). Anggapan umum bahwa kesuksesan orang jahat pasti hanya berlangsung singkat, padahal kenyataannya problema kehidupan tidak sesederhana itu. Kedua, Zofar membalik alur penalarannya: Orang jahat akan jatuh dari kesuksesan dan hidupnya menjadi tidak bahagia, maka orang yang tidak sukses dan tidak bahagia pastilah orang jahat. Ini merupakan kesesatan dalam berpikir.
Sahabat, dalam kehidupan kita sebagai orang percaya, Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan akan menghakimi segenap umat manusia, termasuk orang-orang jahat, sebagaimana yang diutarakan oleh Zofar. Tuhan tidak memanggil kita untuk menggantikan Dia menjadi Sang Hakim bagi orang-orang di sekitar kita, siapa yang baik dan siapa yang jahat. Lagipula dengan DASAR APA kita bisa membuat keputusan tersebut? Ini merupakan penyalahgunaan doktrin yang membuat orang-orang percaya berambisi BERPERAN SEBAGAI ALLAH untuk MENGHAKIMI orang lain.
Orang-orang yang berpandangan SIMPLISTIS tentang konsep SEBAB-AKIBAT, antara DOSA dan PENDERITAAN, memiliki risiko menjadi penghalang bagi orang lain untuk mengenal Kristus, yang sudah datang ke dunia dan mati disalib untuk menebus dosa manusia. Saat kehidupan finansial mereka tidak baik, saat dirinya sakit-sakitan serta mengalami kegagalan bisnis dan seterusnya, maka ajaran simplistis tersebut akan menjerumuskan seseorang mempertanyakan jaminan keselamatan Tuhan dalam hidupnya.
Tatanan dunia, alam semesta maupun masyarakat, sudah ternoda oleh dosa. MASALAH dan KEGAGALAN adalah KENYATAAN HIDUP. Meski demikian kondisinya, tetap ada penghiburan Allah bagi kita. Lewat kehidupan Ayub, kita melihat bagaimana TUHAN SELALU MENYERTAI Ayub sampai akhir hidupnya. Haleluya! Tuhan itu baik.
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 12-14?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kita tak luput dari kesalahan dan dosa, karena itu berhentilah menghakimi orang lain. (pg).