JANGAN MELAWAN ALLAH. Ayub pasal 9 dan 10 merupakan jawaban Ayub kepada Bildad. Untuk Ayub pasal 9 LAI memberi judul: “Tidak seorang pun dapat bertahan di hadapan Allah.” Sedangkan untuk Ayub pasal 10 LAI memberi judul: “Apakah maksud Allah dengan penderitaan?”
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Ayub dengan topik: “In His Freedom, GOD is NEVER ACT WRONGLY (Dalam Kebebasan-Nya, TUHAN tidak pernah BERTINDAK SALAH)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Ayub 9:1 – 10:22. Sahabat, awalnya, Ayub menyetujui Bildad bahwa jika orang berdosa bertobat, Allah akan mengampuni dan memulihkan keadaannya (9:2a).
Namun, persetujuan tersebut melahirkan dua dilema bagi Ayub yang membuatnya lebih menderita. Pertama, Ayub sadar bahwa ia tak berdosa, namun kenyataannya, ia sangat menderita. Karena itu, ia berseru dalam kepasrahan, “Aku tidak bersalah! Aku tidak pedulikan diriku, aku tidak hiraukan hidupku!” (9:21).
Kedua, pengenalan Ayub akan Allah membuatnya semakin tidak memahami penderitaannya. Bagi Ayub, Allah itu Mahakuasa dan mengendalikan alam semesta, baik bumi maupun bintang-bintang di langit (9:5-11), sehingga ia tak mungkin melawan-Nya (9:3-4).
Selain itu Allah Mahaadil sehingga keputusan pengadilan-Nya dan hukuman yang dijatuhkan-Nya adalah mutlak, tak bisa dibantah siapa pun juga (9:12-20), apalagi oleh Ayub yang menyadari kefanaan dan kelemahan dirinya (9:22-35).
Di tengah ketidakpahaman akan penderitaannya, yang dapat Ayub lakukan adalah mendekat kepada Allah dan mengajukan tiga permohonan untuk mengurangi penderitaannya: Pertama, agar Allah memberitahu alasan penderitaannya (10:1-7); Kedua, mengingat bahwa ia hanya manusia fana yang terbuat dari tanah liat (10:8-17); dan ketiga, mengizinkan ia meninggalkan dunia ini (10:18-22).
Sahabat, sebenarnya Ayub sudah memiliki pemahaman yang benar tentang Allah. Ia sadar bahwa Allah bebas berkehendak dan tidak ada seorang pun yang dapat atau berhak menggugat keputusan-Nya. Bahkan Ayub tidak membantah pernyataan bahwa Allah itu adil dan berkuasa. Namun, di dalam kesengsaraannya, Ayub menggugat dan mempertanyakan ketetapan-Nya. Ia merasa tidak selayaknya menderita seperti itu.
Bagi Ayub, Allah telah bertindak tidak adil. Ada kalanya kita pun menggugat Allah bahwa Ia tidak adil. Kita marah karena yang kita dapatkan tidak seperti yang kita harapkan, sebab bukankah kita telah hidup dengan benar di hadapan Allah?
Bila kita perhatikan, jawaban-jawaban yang diungkapkan Ayub selain menyatakan betapa berdaulatnya Allah, juga mengungkapkan betapa lemahnya manusia. Betapa berkuasanya Pencipta atas ciptaan-Nya. Ayub sungguh menyadari siapa dia yang sesungguhnya di hadapan Allah. Ia tidak mampu melawan kehendak-Nya meski dengan kekuatan penuh. Kesadaran Ayub ini membuatnya mampu menghadapi dan mengatasi penderitaan yang dialaminya.
Sahabat, kadang mengikut Allah membuat kita berdebar penuh keragu-raguan karena kita tidak tahu apa yang akan Ia perbuat kemudian. Keragu-raguan ini yang kerap menimbulkan kesulitan dalam diri kita untuk menyadari bahwa kuasa Allah hadir dalam penderitaan tiap-tiap orang. Seandainya tiap-tiap orang memiliki kesadaran bahwa Dialah Allah, Dialah yang menetapkan segalanya, maka penderitaan yang berat sekalipun akan mampu dihadapi. Haleluya! Allah itu baik.
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini?
- Apa yang Sahabat pahami dari Ayub 9:3-4?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Penderitaan harus membuat kita mendekatkan diri kepada Allah. (pg).