+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

LIFE in VAIN?

LIFE in VAIN?

Uang, kekayaan, kedudukan, pangkat dan  popularitas merupakan hal-hal yang selalu dikejar oleh hampir semua orang yang ada di muka bumi.  Ketika seseorang memiliki semuanya itu, ia berpikir hidupnya sudah lengkap dan tak ada yang patut dikhawatirkan lagi.

Dunia selalu mengukur dan menilai keberhasilan hidup seseorang dari apa yang dimiliki atau yang kasatmata, padahal semuanya itu hanya bersifat sementara dan sampai kapan pun takkan pernah memberikan kepuasan.

Sahabat, syukur kemarin kita telah menyelesai belajar kitab Amsal. Mulai hari ini kita akan belajar kitab Pengkhotbah, dengan topik: “LIFE in VAIN?” Bacaan Sabda saya ambil dari  Pengkhotbah 1:1-11. Sahabat, Pengkhotbah adalah seorang yang merenungkan secara mendalam arti hidup manusia dari mengamati berbagai peristiwa yang terjadi di bawah matahari. Ia tiba pada kesimpulan yang mengejutkan: SEMUANYA SIA-SIA. Kata yang digunakannya berarti hampa, sesuatu yang tanpa bobot seperti angin.

Dengan menyebut kata itu dua kali (ayat 2) ia sungguh menegaskan bahwa hidup ini amat sangat sia-sia. Manusia lahir lalu mati, demikian seterusnya. Hari lepas hari lewat, berbagai peristiwa alam bergulir rutin. Semuanya berulang tanpa makna.

HIDUP ITU SIA-SIA? LIFE in VAIN? Segala sesuatu yang ada di dunia ini, yang mungkin kita bangga-banggakan,  kita agungkan, dan usahakan serta pertahankan adalah sia-sia. Bukan saja rutinitas peristiwa alam membuatnya menyimpulkan kesia-siaan hidup, namun semua kerja, kekayaan, hikmat yang boleh manusia alami pun sia-sia saja.

Penekanan pada kefanaan hidup terlihat pada ayat 4 yang mengontraskan manusia yang pergi dan datang, dengan bumi yang tetap ada.  Kondisi bumi digambarkan sebagai matahari terbenam dan akan terbit kembali (ayat 5), angin yang terus berputar kembali ke tempat yang sama (ayat 6), dan sungai yang terus mengalir (ayat 7).

Walau bumi tetap ada, segala sesuatu pasti membosankan karena semua bergerak monoton, membuat mata tidak puas melihat dan telinga tidak puas mendengar (ayat 8). Tingkah laku manusia selalu sama dan tidak ada yang baru (ayat 9-10). Yang lebih menyedihkan adalah singkatnya hidup manusia membuat dirinya dilupakan setelah mati, kenangan-kenangan dari masa lampau tidak ada (ayat 11).

Sahabat, lalu apa maksud pengkhotbah sebenarnya? Pengkhotbah bukan meremehkan arti penciptaan Allah, akan tetapi ingin menghancurkan semua harapan palsu manusia pada dunia ini atau diri sendiri. Ia ingin menyadarkan kita bahwa segala sesuatu hanya akan berarti bila dalam iman kepada Allah. Berharap kepada dunia dan diri sendiri adalah sia-sia, tetapi berharap kepada Allah tidaklah sia-sia. Haleluya! Tuhan itu baik.

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari perenunganmu pada hari ini?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari ayat 1-2?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Ambillah komitmen untuk menggantungkan harapan hanya kepada Allah bukan kepada dunia dan diri sendiri! (pg).

Leave a Reply