ANGGAK bak Burung TUI

ANGGAK bak Burung TUI

Sahabat, saya seorang penikmat kicauan burung-burung di pagi hari. Mendengarkan suara kicauan burung sungguh menenteramkan hati. Namun tahukah Sahabat, apa fungsi kicauan burung? Suara kicauan burung mempunyai dua fungsi utama, yaitu mempertahankan wilayah teritorinya dan untuk menarik lawan jenisnya.

Hal tersebut juga berlaku bagi burung TUI atau parson bird (Prosthemadera novaeseelandiae). Alasan utama burung tersebut berkicau adalah untuk mempertahankan wilayah kekuasaan atau tempatnya mencari makan, berkembang biak, serta untuk mendapatkan pasangan.

Sahabat, burung Tui jantan adalah burung yang terkenal dengan kicauan terbaiknya. Burung Tui jantan menggunakan otot vokal super cepat untuk mengendalikan perubahan akustik dan membanggakan diri dapat bernyanyi dengan indah di depan lawan jenis. Menariknya, burung Tui jantan akan sensitif dan marah jika di sekitarnya ada burung yang berkicau dengan elok. Kazuhara Sasahara dari Nagoya University menambahkan bahwa burung Tui jantan akan agresif menantang burung lain berkicau demi mempertahankan teritorinya. 

Sesungguhnya yang ANGGAK (sombong) bukan hanya burung Tui. Orang percaya kadang juga dapat anggak bak burung Tui.

Hari ini kita masih melanjutkan belajar dari kitab Yesaya dengan topik: “ANGGAK bak Burung TUI”. Untuk itu Bacaan Sabda saya ambil dari Yesaya 2:6-22. Sahabat, siapa yang kita andalkan? Pengalaman umat Allah menunjukkan bahwa mereka mengandalkan harta benda (ayat 7). Mereka juga terpengaruh pada bangsa sekitarnya sehingga menaruh kekuatan pada berhala-berhala (ayat 8). Di balik itu semua, mereka adalah orang yang mengandalkan diri sendiri (ayat 11). Padahal semuanya itu tidak berarti. Karena dalam sekejap saja Tuhan mampu melenyapkan apa yang dibanggakan dan diandalkan oleh manusia.

Mengandalkan diri sendiri berawal dari kesombongan. Orang anggak merasa dirinya mampu melakukan segala sesuatu. Pernyataan nabi Yesaya menunjukkan bahwa kesombongan itulah yang menjadi akar persoalan. Berulang kali Yesaya menuturkan pokok kesombongan ini (ayat 11, 12, 17). Karena merasa diri mampu, umat seolah-olah merasa berhak menentukan hidupnya sendiri. Allah tidak lagi mereka pedulikan. Karena itu mereka bebas mengikuti bangsa-bangsa sekitar untuk memilih pada ilah mana mereka akan beribadah. Mereka juga tidak lagi peduli apakah tindakan mereka sesuai dengan kehendak Allah atau tidak.

Sahabat, Allah membenci orang yang anggak. Karena itu mereka akan direndahkan. Kesombongan dilukiskan seperti pohon aras dan terbantin yang berdiri tegak seakan-akan siap menembus langit. Namun pohon itu dengan mudahnya dirubuhkan oleh kekuatan Allah (ayat 13). Manusia perlu mengingat bahwa keberadaannya bagaikan hembusan napas belaka (ayat 22). Walau kuda, emas, perak, dan lainnya (ayat 7) dicari dan dianggap penting dan dijadikan andalan dalam hidup ini, namun Yesaya menegaskan bahwa semua kebanggaan dan milik mereka akan lenyap seketika.

Sahabat, apakah harta, prestasi, gaya hidup, atau jabatan tinggi membuat kita anggak dan merasa lebih unggul dari orang lain? Sesungguhnya semua itu hanya pemberian Tuhan, hanya titipan Tuhan,  bukan dari usaha kita. Jika semua itu lenyap, apakah kita tetap masih dapat memandang kepada Tuhan dan memuliakan Dia?

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Hikmat apa yang Sahabat peroleh dari bacaan kita pada hari ini?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari ayat 12-17?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kesombongan akan membuat kita lupa bahwa Tuhanlah sumber segala sesuatu. (pg).

Renungan Lainnya