Dengan tegas Yesus bersabda, “Kamu adalah garam dunia.” Itulah panggilan Tuhan kepada kita sebagai orang percaya. Kita diminta menjadi garam, itu artinya kita diminta supaya bisa bermasyarakat, bergaul dengan siapa saja, tidak terbatas hanya dengan mereka yang seiman dan sesuku saja
Sahabat, justru kehadiran garam itu bisa dirasakan ketika dia mau larut dalam masakan, larut dalam adonan. Tapi walaupun garam itu larut, tapi rasa asin itu tidak hilang, masih terasa. Justru peran dan fungsinya menjadi nyata ketika garam itu sudah larut. Garam itu memang harus larut, tapi tidak hanyut, tidak tertelan oleh rasa lain. Menghadirkan perubahan. Menghadirkan pembaruan.
Untuk lebih memahami topik tentang: “GARAM: Larut tapi Tidak Hanyut”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 7:1-24. Sahabat, pembaruan yang dikerjakan Tuhan sudah dimulai. Nuh dipersiapkan bersama dengan keluarga serta binatang haram dan tidak haram (ayat 1). Seminggu sebelum hujan turun mereka sudah masuk ke dalam bahtera (ayat 4).
Tepat seperti yang dikatakan Allah, hujan turun dengan lebat selama 40 hari 40 malam (ayat 12). Air semakin lama semakin banyak seperti air bah sehingga terjadi banjir semesta yang membuat bahtera terapung-apung (ayat 18). Banjir itu membuat semua ciptaan Tuhan tewas (ayat 23). Sangat mengerikan.
Banjir semesta melanda bumi dengan hebatnya. Kehebatan banjir itu digambarkan tingginya sampai melebihi semua gunung yang tinggi (ayat 19). Bahkan disebutkan ketinggian air di atas 15 hasta atau 7 meter dari gunung yang tinggi itu (ayat 20). Tentu semua disapu habis.
Sahabat, bumi kembali berada dalam kondisi yang kacau. Keteraturan yang telah ditata Tuhan dalam kisah penciptaan menjadi rusak karena Air Bah. Kekacauan itu terpaksa dilakukan demi memurnikan bumi agar sesuai kembali dengan rancangan Tuhan. Lewat kekacauan itu, seolah-olah “penciptaan” kembali dirancang oleh Tuhan.
Peristiwa kekacauan melalui Air Bah begitu mengerikan. Karena banjir semesta itu, semua makhluk hidup yang ada di darat maupun di udara mati. Hal itu terjadi karena memang Allah hendak menghapus semua yang pernah diciptakan-Nya (ayat 23) dan melakukan pembaruan atas bumi. Hanya Nuh, keluarganya dan segala makhluk yang ada di dalam bahtera yang merupakan “kaum tersisa”.
Nuh menjadi duta pembaruan Allah atas bumi ini. Peristiwa itu di satu sisi memperlihatkan kedahsyatan kuasa Allah, namun di sisi lain menunjukkan kepedulian Allah atas bumi. Kedahsyatan Allah membuat kita menyadari betapa kecilnya kita di hadapan-Nya. Kepedulian Allah membuat Ia selalu berkarya untuk membarui tatanan di bumi.
Sahabat, pembaruan sering kali mendapat penolakan. Tanpa pembaruan kehidupan kita akan tenggelam. Realitas yang ada di sekitar kita selalu mengalami perubahan. Dengan demikian, pembaruan adalah suatu keharusan. Kita dipanggil sebagai agen pembaruan Allah. Hal itu diawali dengan pembaruan diri sendiri. Dimulai dari diri kita sendiri.
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, tolong bagikan pemahamanmu tentang:
- Kita dipanggil sebagai garam dunia.
- Kita dipanggil untuk menjadi agen pembaruan.
Selamat sejenak merenung. Ingatlah: Karena kesetiaannya kepada Tuhan, Nuh dan keluarganya selamat! (pg)