Dalam Kitab Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB) kita menemui beberapa macam PUASA: Ada Puasa Musa, Daud, Elia, Ester, Ayub, Daniel, Yunus, Niniwe, Yesus, Yohanes Pembaptis, Paulus, dan lain-lainnya.
Sahabat, kadang program atau kegiatan doa dan puasa memicu pro dan kontra di suatu gereja. Beberapa orang berpendapat bahwa puasa adalah hal yang tidak perlu dilakukan oleh orang percaya. Mereka beranggapan bahwa berpuasa itu sama dengan memaksa Allah untuk mengabulkan sesuatu. Sementara sebagian lainnya percaya, walaupun sebagai orang percaya kita sudah ditebus, puasa adalah jalan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Saat berpuasa, kita menjauhkan diri untuk sementara waktu dari hal-hal jasmani yang selama ini mencuri waktu bersama Tuhan. Manakah pandangan yang tepat? Sesungguhnya puasa merupakan waktu yang kita khususkan untuk lebih memahami kehendak Allah.
Hari ini kita memasuki Rabu Abu, untuk itu mari kita lebih memahami topik tentang: “PUASA: Lebih Memahami Kehendak Allah”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Yesaya 58:1-12, dengan penekanan pada ayat 11. Sahabat, dalam kitab Yesaya, Tuhan sendiri menentang puasa yang selama ini dilakukan oleh umat-Nya karena mereka melakukannya tidak dengan tulus.
Mereka tetap menindas yang lemah (ayat 3), mereka tetap berselisih paham dan berkelahi (ayat 4). Tentu saja bukanlah hal demikian yang dikehendaki Allah. Apa gunanya berpuasa sambil tetap melakukan hal-hal tercela! Allah tidak melihat puasa kita, namun niat di baliknya. Apakah ada roti bagi yang lapar, kemerdekaan bagi yang terjajah, dan pakaian bagi yang telanjang?
Sahabat, tidak ada yang salah dengan keinginan untuk berpuasa. Bahkan Yesus sendiri pun melakukan puasa untuk lebih memahami kehendak Allah. Dan tujuan yang benar tersebut memampukan-Nya untuk melawan Iblis yang menggoda. Hendaknya keputusan kita untuk melakukan puasa didasarkan pada kerinduan untuk menjadi semakin dekat dengan Dia yang kita kasihi, tanpa “ada udang di balik batu” yang mengiringi.
Allah menghendaki puasa yang membebaskan mereka dari belenggu kelaliman supaya mereka menjadi orang-orang yang rendah hati. Allah menghendaki ibadah yang membawa perubahan diri dan berdampak nyata dalam kehidupan umat, karena saat itulah umat menjadi terang dan berkat bagi orang lain.
Ibadah yang Allah kehendaki adalah ibadah yang berorientasi kepada kepentingan Allah dan pengenalan yang benar akan kehendak-Nya, bukan kepada kepentingan diri sendiri.
Hakikat ibadah adalah mengalami perjumpaan yang dalam dan indah dengan Tuhan baik dalam ritual ibadah maupun dalam praktiknya setiap hari. Itulah bentuk kesalehan dan ibadah kita yang sejati, yang Tuhan inginkan terwujud di dalam hidup kita sebagai umat-Nya.
Sahabat, berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, bagikanlah pemahamanmu tentang puasa dan model (bentuk) puasa yang engkau lakukan selama ini. Selamat sejenak merenung. Ingatlah, puasa adalah kesempatan untuk memahami kehendak Allah, bukan kesempatan untuk memaksakan kehendak kita kepada Tuhan. (pg)