KASIH SETIA TUHAN ATAS BANGSA-BANGSA: HATI YANG TERIKAT DI SURGA

Seth Mokitimi berhasil menjadi presiden Gereja Metodis dunia pertama yang berasal dari keturunan Afrika dan ditahbiskan pada tahun 1963. Dia menentang ketidaksetaraan rasial dan politik apartheid . Seth dikenal tekun melayani jemaat di Healdtown, Osborn Mission dan Bensonvale Mission serta mendidik calon pemimpin gereja.  Kesetiaannya menekankan bahwa pelayanan sejati bukan soal pengakuan, tetapi hati yang melekat pada Tuhan dan sesama. Hidupnya mengajarkan bahwa harta duniawi hanyalah sarana, sedangkan hati yang terikat pada surga menuntun setiap langkah dalam kasih setia. Lukas 12:34 mengingatkan seperti ini,”Sebab di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”   Hal ini disadari benar oleh Yesus bahwa hati manusia selalu mengikuti apa yang kita anggap berharga.  Kita sering mengejar harta dan kepuasan duniawi namun hati yang terikat surga menempatkan kekekalan pada pusat kehidupan yang dari sana akan mengalir tindakan yang penuh kasih, kemurahan, dan keadilan kepada sesama. Hati yang benar-benar melekat kepada Tuhan menjadi indikator iman kita, menyingkap di mana akar kasih dan pengharapan kita sebenarnya berada.  Dengan menempatkan surga sebagai harta utama, setiap keputusan dan langkah kita mencerminkan kasih setia Tuhan yang bekerja dalam kehidupan sehari-hari.  Seperti Seth Mokitimi yang mengikatkan pada harta surgawi, hati kita juga harus terikat pada firdaus, bukan pada harta fana.   Ingatlah bahwa hati yang melekat pada Tuhan menaburkan kasih setia dan menghadirkan surga di bumi. (sTy).

KASIH SETIA TUHAN ATAS BANGSA-BANGSA : KOMPAS IMAN

Nicholas Bhengu lahir pada 1909 di Afrika Selatan. Ia merasakan panggilan Tuhan untuk mengabarkan Injil sejak masih berusia muda. Meski menghadapi kesulitan ekonomi dan diskriminasi rasial, Nicholas memilih hidup dalam pengorbanan daripada berada dalam kenyamanan. Ia berkeliling ke desa-desa dan ke kota-kota, menyebarkan Firman Tuhan tanpa lelah, menginspirasi ribuan orang melalui gerakan Assemblies of God  yang menekankan iman, ketaatan, dan kuasa Roh Kudus sebagai landasan hidup untuk membawa orang lebih dekat kepada Tuhan. Ibrani 11:8 yang berkata, “Karena iman Abraham taat, ketika dipanggil Allah, ia pergi ke tempat yang akan diterimanya sebagai milik pusaka, dan ia pergi tanpa mengetahui ke mana ia pergi.”, menantang kita untuk melihat iman bukan sebagai pengetahuan atau kepastian, tetapi sebagai kompas yang menunjukkan arah di tengah ketidakpastian. Abraham pergi tanpa peta dan tanpa rencana pasti namun hatinya dipandu oleh janji Allah. Bukankan kita sering menunggu kepastian, ingin semua jelas?  Tetapi Firman mengingatkan bahwa ketaatan di tengah ketidakpastian merupakan bukti iman sejati. Dalam dunia yang sering menuntut bukti nyata, iman mengajarkan kita berjalan dengan kepercayaan bahwa tangan Tuhan memimpin, bahkan saat jalannya tersembunyi. Setiap langkah yang kita ambil dalam ketaatan menjadi bukti kasih setia Tuhan atas bangsa-bangsa karena iman pribadi yang teguh, membentuk dampak yang melampaui batas etnis, budaya, dan waktu. Seperti iman Bhengu dan Bapa Abraham, biarlah iman kita juga teguh sehingga menjadi kompas penuntun dan lentera penerang bagi langkah kita, bahkan saat jalan belum terlihat jelas.  Iman merupakan kompas penuntun perjalanan hidup dan lentera penerang gelapnya dunia.(sTy)

KASIH SETIA TUHAN ATAS BANGSA-BANGSA: JIWA YANG RINDU TUHAN

Beyers Naudé, pendeta yang keberaniannya lahir dari hati tulus menanggapi panggilan keadilan dan kasih di Afrika Selatan yang terpecah oleh apartheid. Naudé awalnya tergabung dalam gereja yang secara resmi mendukung segregasi rasial, namun ia memilih jalan berbeda dan meninggalkan kenyamanan serta kedudukan demi memperjuangkan kesetaraan dan rekonsiliasi. Kejujuran dan integritasnya tak tergoyahkan. Ia bahkan berani berbicara menentang ketidakadilan meskipun menghadapi pengucilan dan ancaman pemerintah. Pelayanan Beyers Naudé bukan hanya soal khotbah semata, melainkan juga pengabdian nyata yang menggabungkan iman dan tindakan sosial sehingga ia bisa meneladankan kasih setia Tuhan yang memanggil untuk bertindak di tengah realitas pahit dunia. Mazmur 33:20 mengatakan, “Jiwa kita menanti-nanti TUHAN; Ia adalah pertolongan dan perisai kita.”   Menanti bukan sekadar duduk diam menunggu dengan pasif, melainkan sebuah tindakan aktif yang penuh harapan dan didasarkan atas keyakinan teguh pada Tuhan. Menanti Tuhan berarti menaruh seluruh hidup dan identitas kita sepenuhnya di tangan-Nya yang setia dan kuat.  Di tengah ketidakpastian dan tantangan hidup, jiwa yang rindu Tuhan tahu bahwa pertolongan sejati tidak berasal dari kekuatan manusia atau rencana duniawi, melainkan dari kasih setia-Nya yang tak tergoyahkan. Kata “perisai” bukan sekedar alat pelindung fisik semata, melainkan simbol pemeliharaan rohani yang menjaga damai di hati dan memperkokoh kepercayaan kepada rencana Tuhan. Ketika jiwa menanti Tuhan dengan sungguh-sungguh maka jiwa akan memasuki ruang suci tempat kerinduan dan harapan bersatu, ketakutan hilang digantikan oleh keyakinan akan kesetiaan-Nya. Di sanalah jiwa menemukan kekuatan dalam kehadiran Tuhan yang setia dan penuh kuasa.  Jiwa yang menanti Tuhan menemukan kekuatan dalam kesetiaan-Nya, bukan dalam kepastian dunia. (sTy)