Kok Hanya Air #1571 – Satu Menit Bersama Andreas Christanday 3 Bahasa
Bahasa Inggris Bahasa Cina Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris Bahasa Cina Bahasa Indonesia
Nick Vujicic merupakan seorang pria yang lahir tanpa tangan dan kaki karena kondisi langka yang disebut tetra-amelia syndrome. Meski demikian, ia tumbuh menjadi seorang motivator internasional yang menginspirasi jutaan orang. Dalam pergumulannya, Nick sempat merasa putus asa dan bertanya-tanya apakah hidupnya berarti? Namun, ia menyadari bahwa dirinya merupakan ciptaan Tuhan yang berharga, mulia karena segambar dengan Allah. Kesadaran ini menjadi kekuatan baginya untuk menerima diri, memuliakan Tuhan, dan membantu banyak orang menemukan makna hidup mereka. Mazmur 139 mengingatkan kita bahwa Allah menciptakan setiap manusia dengan keunikan yang ajaib, “sebab engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang kau buat dan jiwaku benar-benar menyadarinya.” (Mazmur 139:13-14). Tuhan membentuk kita dengan tangan-Nya sendiri, menenun setiap bagian tubuh kita, dan merancang hidup kita dengan maksud yang indah. Ketika merasa kecil atau tidak cukup baik, ingatlah bahwa nilai kita tidak ditentukan oleh kondisi, kekurangan, atau penilaian manusia. Allah telah memberikan segalanya untuk menunjukkan betapa berharganya kita. Bahkan, kelemahan kita sering kali menjadi pintu masuk untuk kemuliaan Allah bersinar lebih terang. Seperti Nick Vujicic, kita mungkin menghadapi kelemahan, tetapi itu tidak mengurangi nilai diri kita di mata Tuhan. Setiap detail dalam hidup kita memiliki tujuan ilahi. Allah ingin kita menyadari betapa besar kasih-Nya dan bagaimana kita bisa memancarkan karakter-Nya melalui diri kita yang segambar dengan-Nya kepada dunia. Hidup ini penuh dengan tantangan, tetapi nilai diri kita tidak pernah ditentukan oleh pandangan dunia. Karena kita diciptakan secara ajaib, berharga dan mulia oleh Allah yang mencintai kita tanpa syarat. Dia melihat kita sebagai karya seni-Nya yang sempurna. Manusia merupakan mahakarya Allah, setiap goresan-Nya berharga, unik dan mulia. Mari selalu bersyukur karena kasih Tuhan kepada kita. (sTy)
Pada tahun 1950-an, seorang dokter bernama Albert Schweitzer mendirikan rumah sakit di pedalaman Afrika, jauh dari peradaban modern. Meskipun kondisi tempat itu serba terbatas, dokter Schweitzer membawa semangat sukacita melalui pelayanannya. Ia dikenal selalu tersenyum, menghibur pasien, dan mendorong timnya untuk bekerja dengan hati penuh kasih. Suatu hari, seorang sukarelawan bertanya, “Mengapa Anda tampak begitu gembira meskipun bekerja dalam situasi sulit ini?” dan dokter Schweitzer menjawab, “Sukacita sejati berasal dari melayani orang lain dalam kasih Kristus.” Gambaran sukacita dalam pelayanan dokter Schweitzer mencerminkan kehidupan jemaat mula-mula sebagaimana tertulis dalam Kisah Para Rasul 2:46-47, “Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Jemaat mula-mula selalu berkumpul bersama, berbagi, memuji Tuhan, dan hidup dengan tulus hati. Sukacita mereka bukan berasal dari kekayaan atau kemewahan, tetapi dari kebersamaan dalam kasih dan kebenaran Kristus. Komunitas tubuh Kristus yang penuh sukacita merupakan tempat di mana setiap orang saling mendukung, memotivasi, dan menguatkan iman. Sukacita itu menular dan menarik perhatian dunia, seperti yang terjadi dalam jemaat mula-mula. Ketika kita hadir dengan hati tulus, berbagi hidup, dan memuji Tuhan bersama, sukacita menjadi kesaksian yang hidup. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menciptakan komunitas yang mencerminkan kasih Allah. Apakah kita sudah menjadi bagian yang aktif dalam komunitas gereja atau kelompok kecil kita? Sukacita dalam komunitas tubuh Kristus merupakan kekuatan yang mempersatukan dan menjadi saksi bagi dunia yang kehilangan pengharapan. Sukacita sejati lahir dari kebersamaan dalam kasih Kristus. Ketika kita berbagi kehidupan dan iman, kita menjadi saksi nyata bagi dunia bahwa kasih Allah merupakan sumber kebahagiaan sejati. Sukacita yang terbesar ketika melihat kasih Allah nyata dalam kebersamaan kita sebagai tubuh Kristus. (sTy)
Fanny Crosby, seorang penulis himne Kristen terkenal, menjadi buta akibat salah pengobatan sejak ia masih bayi. Meski kehilangan penglihatannya, ia tidak pernah kehilangan sukacita hidup. Fanny Crosby menulis lebih dari 8.000 himne yang memuliakan Tuhan, termasuk lagu-lagu seperti “All The Way My Savior Leads Me” (KJ 408 Di Jalanku Ku Diiring), “Blessed Assurance ” (KJ No. 392 Kuberbahagia) dan “To God Be the Glory“. Ketika ditanya apakah ia menyesali kebutaannya, Fanny Crosby menjawab, “Jika saya punya pilihan, saya akan tetap memilih buta, karena ketika saya mati, wajah pertama yang akan saya lihat yaitu wajah Juru Selamat saya.” Jawaban ini mencerminkan iman dan sukacita yang luar biasa di tengah pencobaan. Yakobus mengajarkan kita untuk memandang pencobaan sebagai sarana Tuhan untuk membentuk iman. Fanny Crosby merupakan kisah nyata bagaimana sukacita sejati tidak tergantung pada keadaan fisik atau materi, tetapi pada hubungan kita dengan Tuhan. Pencobaan tidak selalu menyenangkan, tetapi dengan iman, kita dapat melihatnya sebagai kesempatan untuk bertumbuh. Fanny Crosby mengajarkan bahwa dalam setiap ujian, kita bisa memilih untuk bersyukur dan memuliakan Tuhan. Sukacita bukanlah ketiadaan masalah, melainkan kehadiran Tuhan yang memberi kekuatan dan pengharapan. Setiap pencobaan merupakan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Seperti Fanny Crosby, kita dapat memilih untuk bersukacita dan memuliakan Tuhan, meskipun keadaan hidup kita tidak sempurna. Sebagaimana Rasul Yakobus mengatakan, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu sukacita, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” (Yakobus 1:2). Iman yang kokoh membuat kita melihat pencobaan bukan sebagai beban, tetapi sebagai sarana untuk mengalami kasih dan kuasa Tuhan. Tetesan air mata dalam pencobaan merupakan pupuk bagi sukacita yang sejati, sebab di balik badai, pelangi kasih Tuhan selalu setia menunggu. (sTy)
Eric Liddell, seorang pelari asal Skotlandia yang dijuluki “The Flying Scotsman,” dikenal sebagai seorang atlet yang mengutamakan imannya lebih dari segalanya. Pada Olimpiade Paris 1924, Eric memutuskan untuk tidak bertanding di nomor lari 100 meter nomor andalannya karena jadwalnya jatuh pada hari Minggu, yang dianggapnya sebagai hari kudus untuk Tuhan. Keputusan ini mengejutkan dunia, tetapi Eric Lidell tetap berpegang pada keyakinannya. Meski demikian, Tuhan memberi dia kemenangan luar biasa di nomor 400 meter, di mana ia mencetak rekor dunia. Eric Lidell selalu mengatakan bahwa sukacita sejati datang dari mengikuti kehendak Tuhan dan merasakan kehadiran-Nya di setiap langkah hidup. Bahkan saat menjadi misionaris di Tiongkok di tengah perang, Eric Lidell tetap memancarkan sukacita yang berasal dari Roh Kudus. Kisah Eric Liddell mengingatkan kita bahwa sukacita sejati tidak tergantung pada keadaan atau pencapaian duniawi, melainkan pada kehadiran Allah yang menyertai kita. Dalam Roma 15:13, Rasul Paulus menuliskan,”Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.”. Di ayat tersebut Rasul Paulus menekankan bahwa Allah (melalui Roh Kudus) memberikan sukacita dan damai sejahtera yang melampaui segala situasi. Seperti Eric Lidell yang tetap memancarkan sukacita meski berhadapan dengan tantangan berat, kita pun bisa memiliki sukacita sejati ketika hidup kita dipenuhi oleh kekuatan Roh Kudus. Penyertaan-Nya membawa harapan baru yang menguatkan kita untuk melangkah dengan iman, bahkan di tengah badai hidup. Jadi hidup dalam penyertaan Roh Kudus berarti memilih untuk bersukacita meski dalam pergumulan. Kekuatan-Nya memberi kita pengharapan yang melimpah, seperti pelari yang tidak pernah kehilangan semangatnya meskipun berada di lintasan yang berat. Ingatlah selalu bahwa sukacita sejati bukanlah sekadar keberhasilan, tetapi berjalan bersama Roh Kudus yang memberi kekuatan dalam setiap langkah hidup. (sTy)
Saudaraku, tokoh Yoab anak Zeruya menjadi pilar penting bagi kerajaan Israel di era Daud. Ia adalah prajurit tangguh yang dipercayai oleh Daud. Yoab sangat peduli pada raja. Yoab adalah prajurit yang tegas, pekerja keras, berani dan setia menjalankan tugasnya. Ia tidak pandang bulu menyingkirkan orang-orang yang akan membahayakan Raja dan mungkin membahayakan posisinya sendiri. Yoab menyingkirkan Abner, paman Saul walau ia Daud sangat menghormati Abner. Yoab juga tanpa ampun membunuh Absalom walau Raja Daud sudah memohon supaya Absalom dibiarkan hidup. Yoab bahkan menyingkirkan Amasa, orang yang sedang menjalankan tugas Raja. Yoab berada dalam circle Raja Daud namun tak pernah total mematuhi Daud. Berkali-kali Yoab melanggar perintah raja dan menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. Akibatnya sebelum wafat Raja Daud meminta Salomo untuk menyingkirkan Yoab terlebih dahulu (1 Raja-raja 2:5-6) karena ketidak taatannya. Ketaatan adalah pilihan untuk menundukkan ambisi dan kepentingan dibawah sebuah otoritas. Mengikut Tuhan membutuhkan ketaatan tanpa batas. Yesus sendiri menaati rencana Bapa di Surga sampai mati di kayu salib walau dalam prosesnya penuh dengan pergumulan sebagaimana kondisi Yesus di Getsemani. Rasul Paulus mengatakan “Ia merendahkan diri, dan hidup dengan taat kepada Allah sampai mati–yaitu mati disalib.” (Filipi 3:8, BIS). Ketaatan inilah yang juga menjadi indikator seseorang mengasihi Tuhan karena Yesus sendiri berkata, “Orang yang mengasihi Aku, akan menuruti ajaran-Ku. Bapa-Ku akan mengasihi dia. Bapa dan Aku akan datang kepadanya dan tinggal bersama dia. (Yohanes 14:23, BIS). Oleh karena itu ketaatan menjadi penyeimbang dari kerja keras dan keberanian. Ketaatan tidak bisa hanya sebagian dan disesuaikan dengan kebutuhan. Ketaatan adalah totalitas. Mari belajar untuk hidup dalam ketaatan yang total karena ketaatan yang hanya sebagian akan membahayakan. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)