PENGAMPUNAN SEBAGAI HADIAH TERINDAH

Pria bernama Chris Williams pernah mengalami tragedi mengerikan di Amerika Serikat, dalam sebuah kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi mabuk. Istri dan tiga anaknya meninggal dunia. Namun, di tengah kesedihannya yang mendalam itu, Chris membuat keputusan yang mengejutkan: ia memutuskan untuk mengampuni pengemudi tersebut. Ia bahkan meminta agar hukuman pria itu diringankan. Chris berkata, “Saya diampuni oleh Tuhan untuk dosa-dosa saya, bagaimana saya tidak bisa mengampuni?” Matius 6:12 mengatakan, “Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk mengampuni seperti Tuhan telah diampuni kita. Kisah Chris Williams mengingatkan bahwa pengampunan bukan hanya soal membebaskan orang lain, tetapi juga membebaskan diri kita dari belenggu kepahitan.  Mengampuni barangkali terasa mustahil ketika luka itu dalam, tetapi kasih Kristus memberi kita kekuatan untuk melakukannya. Pengampunan bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru bukti kasih yang sejati. Masih dalam suasana Natal ini, biarkan kasih Kristus memimpin hati kita untuk mengampuni, seperti Dia telah mengampuni kita. Mengampuni merupakan tindakan kasih yang menyembuhkan, baik bagi yang diampuni maupun bagi yang mengampuni. Kasih Kristus memberikan kita kekuatan untuk dapat mengampuni bahkan dalam situasi tersulit.  Ingatlah sebuah kata bijak yang mengatakan,  “Wedi marang Allah, tresna marang sasama.” (Takut kepada Allah, kasih kepada sesama). Mari belajar untuk menebar kasih dan pengampunan sebagai bentuk pewartaan kabar baik bagi dunia yang haus dengan kasih karunia. (sTy)

PELUANG DALAM TANTANGAN

Saudaraku,  hal negatif akan selalu membekas dalam memori manusia.  Tak heran manusia seringkali susah untuk keluar dari cengkeraman masa lalu, rasa trauma terhadap sebuah situasi atau terhadap seseorang.  Namun sejarah gereja mencatat daya lenting gereja mula-mula yang mengagumkan dalam menghadapi tekanan.  Mari renungkan Kisah Para Rasul 11:19-30. Orang-orang yang percaya Yesus dipaksa keluar dari Yerusalem, keluar dari zona nyaman.  Mendadak setelah gugurnya Stefanus, mereka masuk dalam Daftar Pencarian Orang dan dikejar-kejar untuk dikriminalisasi. Mencekam. Menakutkan. Traumatis.  Mereka melarikan diri dari Yerusalem, ‘surga rohani’ mereka dan tersebar ke berbagai tempat hingga Fenisia, Siprus dan Antiokhia.  Walau menakutkan karena dikejar, orang-orang percaya tetap mengabarkan Injil dan membuka pos pekabaran Injil.  Bahkan mereka juga menjadikan kata Kristen yang tadinya digunakan untuk memberikan label negatif kepada mereka, malah dipakai menjadi identitas sampai saat ini.  Ada optimisme dan daya lenting yang baik dalam diri orang Kristen mula-mula yang harus terus diwariskan.  Daya lenting adalah kemampuan untuk merespon tantangan dan trauma dengan cara yang sehat dan produktif.  Orang Kristen awal tak dihentikan dengan rasa taruma dan ketakutan menghadapi kesulitan.  Bukannya mereka tidak takut dengan tekanan yang dihadapi karena faktanya mereka melarikan diri karena merasa tidak aman lagi di Yerusalem.  Namun mereka tidak tenggelam dalam ketakutan dan segera bangkit untuk mengabarkan Injil walau dengan resiko yang sama.  Apa yang menyebabkan mereka memiliki daya lenting ?  Kasih Karunia.  Mereka tak berhenti untuk mewartakan kabar baik karena mereka sadar bahwa mereka sudah menerima kasih karunia dari Allah.  Kesadaran inilah yang membuat mereka tak berhenti mengabarkan kabar baik di manapun mereka berada.  Daya lenting dapat terwujud kalau manusia sudah sampai pada tingkat kesadaran dari apa yang dia yakini. Menjadi Kristen saat ini tak lebih mudah dari masa gereja awal.  Memang orang kristen tak lagi dikejar untuk dikriminalisasi (setidaknya di daerah yang toleran), namun orang Kristen sering berhadapan dengan situasi yang seringkali traumatis dan menakutkan bagi mereka. Kondisi ekonomi yang terus berubah, kebijakan yang kadang tak berpihak pada rakyat dan situasi sosial etis yang makin parah, dapat membuat seseorang terjatuh dan merasakan tekanan hidup. Namun sebagaimana gereja mula-mula, mari miliki daya lenting yang bersumber dari Tuhan sendiri.  Hanya Tuhan yang mampu menopang anak-anakNya, sebagaimana Mazmur 37:24 mengatakan bahwa,”Tuhan menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya, apabila ia jatuh tak sampai tergeletak sebab Tuhan menopang tangannya.”  Mari terus memandang kepada kasih karunia Allah dan bangkitlah kembali saat tekanan hidup mencengkeram.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

SUKACITA MENJADI ANAK-ANAK ALLAH

Albert Schweitzer, seorang dokter, teolog, dan musisi terkenal, meninggalkan kehidupannya yang nyaman di Eropa untuk melayani di Afrika. Ketika ditanya mengapa ia rela meninggalkan semua itu, ia menjawab, “Saya tidak melakukan ini untuk penghargaan manusia. Saya melakukannya karena saya tahu saya anak Allah, dan kasih itu memanggil saya untuk membagikannya.” Meski menghadapi kesulitan di lingkungan yang serba terbatas, Schweitzer selalu memancarkan sukacita dalam pelayanannya karena ia tahu hidupnya memiliki tujuan yang kekal. Sebagai anak-anak Allah, kita telah menerima kasih yang luar biasa kasih yang mengubah segalanya. Ayat ini mengingatkan kita bahwa menjadi anak Allah merupakan status istimewa yang diberikan oleh kasih karunia-Nya, bukan usaha kita. Dunia mungkin tidak memahami panggilan hidup kita, tetapi kita tahu bahwa identitas kita berasal dari Allah sendiri.  Sukacita kita tidak ditentukan oleh keadaan, tetapi oleh hubungan kita dengan Bapa.  1 Yohanes 3:1 mengatakan, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.” Ketika kita memahami betapa besar kasih-Nya, kita akan memiliki kekuatan untuk menghadapi segala situasi dengan hati yang penuh sukacita dan syukur. Seperti Albert Schweitzer, kita dipanggil untuk membagikan kasih itu, bahkan di tempat yang sulit, karena itulah bagian dari hidup sebagai anak-anak Allah. Sebagai anak Allah, sukacita sejati tidak bersumber dari keadaan, melainkan dari hubungan yang intim dengan Bapa. Kasih-Nya yang besar memberi makna dan kekuatan, bahkan dalam keadaan sulit karena sukacita menjadi anak Allah bukanlah sesuatu yang ditemukan di luar, tetapi lahir dari hati yang mengenal kasih Bapa.(sTy)

SUKACITA DALAM RELASI DENGAN ALLAH

Helen Keller, seorang tunanetra dan tunarungu, pernah berkata, “Kebahagiaan sejati tidak bergantung pada keadaan luar, melainkan berasal dari keadaan batin.” Meski hidupnya penuh keterbatasan namun Helen Keller menemukan sukacita dalam hubungannya dengan Tuhan dan orang-orang di sekitarnya. Ia percaya bahwa setiap tantangan yang dihadapinya merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam keterbatasan, ia menemukan makna hidup yang mendalam. Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya sebagaimana tercatat dalam  Yohanes 16:11b (TB)  “… karena penguasa dunia ini telah dihukum.”. Itu merupakan pernyataan kemenangan bahwa kuasa kegelapan telah dikalahkan oleh karya Kristus di atas kayu salib, maka hubungan kita dengan Allah memberi kita penghiburan dan sukacita yang melampaui keadaan duniawi.  Sukacita dalam hubungan dengan Allah tidak bergantung pada situasi yang kita hadapi. Sama seperti Helen Keller yang menemukan damai dalam keterbatasannya, kita pun dapat merasakan sukacita sejati saat kita menyadari bahwa Allah telah mengalahkan segala sesuatu yang berusaha memisahkan kita dari-Nya. Sukacita ini merupakan anugerah yang diberikan kepada mereka yang percaya kepada-Nya dan hidup dalam kebenaran-Nya. Dalam setiap pergumulan, kita dipanggil untuk kembali mengingat bahwa Tuhan Yesus telah menang. Hubungan kita dengan Allah bukan hanya membawa pengampunan, tetapi juga mengisi hati kita dengan damai yang melampaui segala pengertian. Hubungan yang erat dengan Allah membawa sukacita yang tidak tergantung pada keadaan duniawi. Saat kita menyadari bahwa kuasa kegelapan telah dikalahkan, kita dapat hidup dalam damai dan menjadi saluran sukacita bagi dunia di sekitar kita. (sTy)