KASIH KARUNIA YANG MEMULIHKAN

Natal merupakan bagian dari demonstrasi kasih karunia Allah yang kekal kepada manusia yang berdosa.  Sebagaimana Yohanes 3:16-17 mengatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.”  Mari renungkan ayat ini. Florence Nightingale, pelopor keperawatan modern, merupakan kesaksian nyata bagaimana kasih karunia dan kerendahan hati dapat memulihkan banyak orang. Saat masih muda, Florence merasa terpanggil untuk merawat mereka yang menderita. Pada masa itu, pekerjaan sebagai perawat dianggap rendah, namun ia dengan kerendahan hati menyerahkan hidupnya untuk melayani orang sakit, terutama saat Perang Krimea (1853–1856 antara Kekaisaran Rusia melawan aliansi Kekaisaran Ottoman, Inggris, Prancis, dan Kerajaan Sardinia).  Dengan penuh kasih, ia merawat para prajurit yang terluka di medan perang, membersihkan luka-luka mereka, dan memberikan penghiburan. Dedikasinya bukan hanya menyembuhkan tubuh mereka, tetapi juga memulihkan semangat mereka yang nyaris hancur. Florence bekerja tanpa lelah, meskipun sering mendapat hinaan dan penolakan dari banyak pihak. Tindakan Florence mencerminkan kasih karunia Allah yang memulihkan. Dalam Yohanes 3:16-17, kita melihat bahwa Allah mengutus Anak-Nya untuk menyelamatkan dan memulihkan dunia, bukan untuk menghakimi. Begitu pula, kita dipanggil untuk menunjukkan kasih yang memulihkan kepada sesama dengan rendah hati, seperti yang diteladankan oleh Florence. Kasih karunia merupakan hadiah yang tidak layak kita terima, tetapi Allah memberikannya dengan murah hati. Ketika kita rendah hati, kita membuka hati untuk menerima kasih-Nya dan membagikannya kepada orang lain. Mari terimalah kasih karunia itu dan teruslah berjuang untuk memberikan dampak nyata kepada sesama dan lingkungan.  (sTy)

HATI YANG TUNDUK KEPADA ALLAH

Tiap manusia memiliki mimpi dan harapan untuk dirinya dan anak-anaknya.  Itulah sebabnya mereka berusaha maksimal untuk mencapai mimpi-mimpi itu.  Tak jarang mereka mengejar mimpi itu begitu rupa sehingga melupakan etika dan kasih karunia sehingga menjadi ambisius dan minimalis dalam belas kasih.  Mari renungkan bersama nilai penundukan diri dalam Natal dengan membaca Yakobus 4:6 yang berkata, “Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya, lebih besar. Karena itu Ia katakan: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” William Wilberforce, seorang politisi dan reformis Inggris yang memimpin perjuangan menghapus perbudakan.  Wilberforce termasuk salah satu tokoh dalam sejarah dunia yang menunjukkan hati yang tunduk kepada Allah. Meskipun ia memiliki posisi yang tinggi dan pengaruh besar, Wilberforce memilih untuk menempatkan kehendak Allah di atas ambisi pribadinya. Ia memahami bahwa perjuangannya bukan hanya tentang kebebasan manusia, tetapi juga tentang menaati panggilan Allah untuk mencintai sesama dan memperjuangkan keadilan. Kerendahan hati Wilberforce tampak dalam doa-doanya yang penuh pengakuan akan kelemahan dirinya dan keyakinan bahwa hanya oleh kasih karunia Allah ia dapat menjalankan tugas besar itu. Hatinya yang tunduk membuka jalan bagi Allah untuk bekerja melalui hidupnya, menghasilkan perubahan besar yang berdampak hingga hari ini. Seperti Wilberforce, kita diundang untuk tunduk kepada Allah. Dalam ketundukan, kita tidak menyerahkan harga diri kita, melainkan membebaskan diri dari ego dan keangkuhan. Kasih karunia Allah akan melimpah dalam hati yang rendah hati, memberi kita kekuatan untuk menjalani panggilan hidup kita dengan sukacita dan damai sejahtera. Kerendahan hati merupakan jalan untuk mengalami kasih karunia Allah secara penuh. Ketika kita tunduk kepada-Nya, kita membiarkan Allah mengendalikan hidup kita, dan di sana kita menemukan damai sejati. Sama seperti lilin yang menyala terang saat diletakkan dalam ketenangan, demikian pula hidup kita bersinar ketika kita rela menyerahkan segala sesuatu kepada kehendak-Nya.  Mari tundukkan diri dalam rencana Allah sehingga Dia memakai hidup kita untuk memberi dampak bagi sesama.  (sTy)

DIPANGGIL KELUAR DARI KEGELAPAN

Tuhan memanggil manusia dari kegelapan dosa untuk masuk dalam terangNya.  Saat manusia merespon panggilan itu, ia akan menemukan anugerah kekal yang mengubah kehidupannya.  1 Petrus 2:9 menyatakan,  “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang Ajaib.”  Mari renungkan ayat ini. Corrie ten Boom merupakan sosok yang pernah mengalami kegelapan di kamp konsentrasi Ravensbrück selama Perang Dunia II. Bersama keluarganya, Corrie menolong banyak orang Yahudi melarikan diri dari kekejaman Nazi. Namun, tindakannya ini menyebabkan ia dan keluarganya dipenjarakan. Di tengah penderitaan dan kegelapan yang mendalam, Corrie teguh memegang imannya. Dalam salah satu kesaksiannya, ia berkata, “Tidak ada tempat yang terlalu gelap bagi kita yang tidak dapat dijangkau oleh kasih Allah.” Seperti Corrie, kita dipanggil untuk meninggalkan kegelapan dosa dan berjalan dalam terang kasih Allah. Hidup dalam kegelapan berarti terpisah dari Allah, tetapi melalui Yesus Kristus, Allah memberikan kita kesempatan untuk keluar dari gelap itu menuju terang-Nya yang ajaib.   Karena Dia, kita memiliki identitas baru yaitu bangsa terpilih, imamat rajani, bangsa kudus, dan umat kepunyaan Allah. Status ini bukan sekadar gelar, tetapi merupakan panggilan untuk hidup dalam terang dan menjadi saksi kasih Allah di dunia ini. Kegelapan berarti dosa, kebingungan, dan keputusasaan. Namun, Allah yang tidak ingin kita berada di dalam kegelapan telah memanggil kita untuk mengalami pembaruan melalui pertobatan, yaitu meninggalkan cara hidup lama dan berjalan dalam jalan-Nya.  Pertobatan bukan sekadar mengakui dosa, tetapi berkomitmen untuk hidup benar. Saat kita menyadari bahwa kita telah dipindahkan dari kegelapan menuju terang, kita akan dipenuhi rasa syukur. Dari rasa syukur inilah, kita dipanggil untuk memberitakan kasih Allah yang besar kepada sesama.  Terang Kristus membawa manusia memahami kebenaran dan mendorong manusia untuk hidup di dalamnya dan menghidupkan kebenaran secara nyata untuk menerangi dunia yang gelap.  Mari terus bertumbuh dalam kasih karuniaNya dan berbuah bagi kemuliaan Tuhan.  (sTy)

BERBALIKLAH KEPADA ALLAH

Setiap orang yang mengalami kejatuhan, membutuhkan kekuatan untuk bangkit kembali.  Betapa pentingnya kepastian untuk dapat bangkit dan menata kembali kehidupan.  Betapa pentingnya harapan bagi mereka yang telah jatuh dan tergeletak.  Firman Tuhan kepada orang-orang Israel dalam pembuangan adalah  “Kembalilah, hai anak-anak yang murtad, Aku akan menyembuhkan kamu dari murtadmu.” (Yeremia 3:22a, TB).  Mari renungkan ayat ini bersama-sama. Dr. Martin Luther King Jr., seorang tokoh perjuangan hak-hak sipil di Amerika Serikat, menyampaikan pidatonya yang legendaris yaitu, “I Have a Dream.” (aku punya mimpi). Dalam pidato itu, Dr. King tidak hanya mengungkapkan kesedihan atas ketidakadilan yang terjadi, tetapi juga harapan besar akan masa depan yang lebih baik. Dalam pergumulannya, ia percaya bahwa setiap air mata perjuangan tidak akan sia-sia jika diiringi iman dan pengharapan kepada Tuhan. Yeremia 3:22 yang menjadi perenungan kita merupakan seruan kasih Allah kepada umat-Nya yang telah jauh dari jalan kebenaran. Dalam konteks ini, air mata yang membawa pengharapan lahir dari hati yang remuk dan penuh penyesalan atas dosa. Pertobatan sejati tidak hanya menitik-beratkan pada air mata penyesalan, tetapi juga memupuk komitmen untuk kembali kepada Tuhan. Sebagaimana dua sisi mata uang, air mata pun memiliki dua makna: satu sisi menggambarkan kepedihan, sementara sisi lainnya menjadi tanda lahirnya harapan baru. Sama seperti Dr. King percaya bahwa perjuangan dan air mata tidak sia-sia, demikian pula dengan kita. Ketika kita datang kepada Tuhan dalam pertobatan, air mata kita menjadi benih untuk perubahan hidup yang lebih baik. Adven merupakan momen pengharapan, di mana kita tidak hanya menanti kedatangan Kristus, tetapi juga membuka hati untuk pembaruan hidup. Allah rindu menyembuhkan hati yang terluka dan memulihkan mereka yang murtad. Dia menjanjikan pengharapan, seperti terang yang muncul setelah gelapnya malam. Pertanyaannya yaitu, apakah kita bersedia untuk kembali kepada-Nya?  (sTy)

BUAH PERTOBATAN YANG NYATA

Pertobatan adalah titik balik dari seorang yang merespon panggilan Allah yang harus dinyatakan dengan perubahan hidup sebagaimana Matius 3:8 mengatakan,”Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.”  Mari kita renungkan. Ibu Teresa pernah berkata, “Not all of us can do great things. But we can do small things with great love” (Tidak semua dari kita dapat melakukan hal-hal besar. Tetapi kita bisa melakukan hal-hal kecil dengan kasih yang besar). Prinsip ini mengingatkan kita bahwa hidup yang berubah karena pertobatan terlihat melalui tindakan kecil namun penuh kasih. Pertobatan sejati bukan hanya sebuah pengakuan, tetapi sebuah transformasi nyata yang berdampak bagi sesama. Yohanes Pembaptis, menyerukan agar setiap orang menghasilkan buah yang nyata dari pertobatan mereka. Ini merupakan panggilan untuk meninggalkan kehidupan lama yang berpusat pada diri sendiri dan mulai hidup sesuai dengan kehendak Allah: mengasihi, melayani, dan berbuat adil.  Misalnya, seseorang yang sebelumnya penuh amarah, setelah bertobat mulai menampilkan kesabaran dan pengampunan. Atau, seorang pekerja yang biasanya mengabaikan tanggung jawab mulai bekerja dengan jujur dan sungguh-sungguh. Buah pertobatan terlihat dalam setiap keputusan dan tindakan kita yang memuliakan Allah.   Masa Adven merupakan kesempatan untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah hidup saya sudah mencerminkan kasih Allah? Adakah orang-orang di sekitar saya yang telah merasakan kasih dan kebaikan melalui perubahan dalam hidup saya?  Mari wujudkan pertobatan dalam perbuatan sehingga hidup orang percaya memiliki dampak yang nyata dan memuliakan nama Tuhan. (sTy)