AIR MATA YANG MEMBAWA PENGHARAPAN

Manusia membutuhkan kontak sosial dengan sesamanya. Selain untuk memenuhi kebutuhan untuk menjalin relasi namun juga untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk dapat merasakan penerimaan dan mengaktualisasikan dirinya.  Relasi adalah seni, berjalan dinamis dan butuh disikapi dengan bijak agar dapat berkembang dan memberi dampak positif.  Demikian juga dengan relasi manusia dan Tuhan.  Mari renungkan Yoel 2:12-13 (TB)  “Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya.” Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat yang dikenal bijak, pernah berkata dalam sebuah pidatonya, “Saya sering kali berlutut untuk berdoa karena saya merasa tidak ada tempat lain untuk berpaling.” Dalam masa-masa sulit, Lincoln tidak malu meneteskan air mata dan mencari Tuhan untuk bimbingan. Air mata itu bukan hanya luapan emosi, tetapi tanda ketergantungan total kepada Tuhan yang penuh kasih. Air mata yang lahir dari hati yang hancur di hadapan Tuhan memiliki kekuatan besar. Nabi Yoel menyerukan umat Israel untuk tidak hanya melakukan ritual pertobatan yang tampak dari luar saja, tetapi untuk sungguh-sungguh datang kepada Tuhan dengan hati yang koyak. Firman Tuhan mengajarkan bahwa pertobatan sejati tidak hanya terlihat dari tindakan saja, tetapi juga dari sikap hati yang tulus. Dalam kehidupan kita, mungkin kita sering kali berusaha menutupi dosa atau kesalahan dengan “ritual” yang tampak baik di mata orang lain. Namun, Tuhan melihat hati kita. Dia tidak mencari air mata tanpa makna, tetapi tangisan yang lahir dari penyesalan hati yang mendalam dan kerinduan untuk berubah. Abraham Lincoln mencari Tuhan dengan air mata karena dia tahu, hanya Tuhan yang dapat memberikan kekuatan di tengah kesulitan. Begitu pula, kita dipanggil untuk datang kepada Tuhan tanpa rasa takut atau malu. Dia rindu memulihkan kita. (sTy)

BERITA PEMBEBASAN

Saudaraku, satu berita yang sangat dinantikan penderita covid adalah saat dinyatakan dokter sembuh dan boleh kembali kepada keluarga.  Berita itu sangat memotivasi, memunculkan gairah dan semangat hidup sehingga mempercepat pemulihan sang penderita yang sudah berhari-hari menjalani karantina dan terpisah dengan keluarga.  Betapa pentingnya sebuah berita yang baik.  Mari renungkan Yesaya 61:1-3. Orang Israel sedang dalam masa pembuangan dan lama berkabung karena merasa ditinggalkan dan dibuang oleh Tuhan yang sedang marah berat.  Namun dalam masa putus asa itu muncullah berita yang luar biasa yaitu pembebasan Israel yang diinisiasi oleh Allah sendiri.  Yesaya 61:1 menyatakan empat jenis orang yang menderita, yaitu mereka yang : Sengsara , yaitu mereka yang mengalami penindasan, penghisapan, direndahkan, dirundung. Remuk hati, yaitu mereka yang mengalami luka batin, patah hati dan kehilangan harapan karena dikecewakan dan dikhianati.  Tertawan, yaitu mereka yang kehilangan kebebasan untuk menentukan hidupnya dan tak mampu melawan aturan yang merugikannya. Terkurung, yaitu mereka yang ‘dipasung’ dan dibungkam sehingga tak mampu memperjuangkan dirinya sendiri. Keempatnya menunjukkan kondisi yang buruk dan memprihatinkan dalam kehidupan manusia.  Tak ada manusia yang memilih untuk masuk dalam salah satu situasi di atas namun pada kenyataannya kehidupan membuat manusia harus mengalaminya.  Tak jarang manusia menyerah dengan keadaan.  Ada yang menjadi skeptis, apatis dan bahkan dalam kondisi ekstrim mereka bisa bunuh diri.  Maka kabar baik adalah sebuah berita pengharapan yang membuka celah bagi manusia tertindas untuk dapat melihat belas kasihan Tuhan atas mereka.  Mereka yang remuk hati akan dipulihkan, yang tertawan akan dibebaskan, yang terkurung akan dilepaskan.  Inilah saat tahun rahmat yang menegakkan kembali kepala mereka yang terkulai putus asa agar semua bangsa melihat kasih karunia Allah yang menguatkan mereka yang lemah. Natal adalah kabar baik dan berita yang penuh harapan di tengah penderitaan manusia.  Kabar itu adalah kabar Allah yang hadir dalam kegelapan untuk memusnahkan kegelapan itu, memberikan pengharapan dan sukacita bagi mereka yang memerlukannya.  Natal adalah berita pembebasan.  Mari dengarkan dan terus mempercayai berita pembebasan dari Allah. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

SUARA DI PADANG GURUN

Yohanes Pembaptis merupakan tokoh fenomenal pada jamannya dan menarik sekali untuk merenungkan seruannya.  Mari renungkan Markus 1:2-4 yang berkata,  “Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: ‘Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu; ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya,’ demikianlah Yohanes Pembaptis tampil di padang gurun dan menyerukan: ‘Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.”  Mahatma Gandhi pernah mengatakan:, ” You must be the change you wish to see in the world .” (Kamu harus menjadi perubahan yang kamu harapkan untuk dilihat dunia).  Ungkapan ini bermakna bahwa perubahan dunia dimulai dari diri sendiri.  Demikian juga dengan Yohanes Pembaptis memanggil orang-orang pada saat itu untuk bertobat. Ia menyerukan perubahan yang lahir dari hati yang berserah kepada Allah. Ketika Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan di padang gurun, ia sebenarnya mengundang umat untuk meninggalkan dosa dan mempersiapkan hati menyambut kedatangan Mesias. Dan padang gurun itu merupakan tempat sunyi dan tandus, melambangkan kondisi hati manusia yang jauh dari Allah. Namun,  di tempat seperti itu pula suara panggilan Allah justru terdengar lebih jelas. Hidup dalam pertobatan berarti bersedia merendahkan diri, mengakui dosa, dan memberi ruang bagi Allah untuk mengubah hidup kita. Pertobatan tidak hanya soal merasa bersalah, tetapi sebuah komitmen untuk berjalan di jalan yang benar. Sama seperti Yohanes yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan Yesus, kita dipanggil untuk menjadi suara di tengah dunia yang sering kali lupa akan kasih Tuhan. Mari kita jadikan masa Adven ini waktu untuk memeriksa hati kita. Apakah ada jalan yang perlu diluruskan? Adakah dosa yang belum kita akui? Jangan tunda untuk bertobat, karena Allah rindu kita kembali kepada-Nya. (sTy)

HIDUP DALAM PERTOBATAN

Memasuki Adven ketiga, mari bersama renungkan Mazmur 51:8-10 yang berbunyi:  “Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang Kauremukkan bersorak-sorak kembali! Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosaku, hapuskanlah segala kesalahanku! Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!” Nelson Mandela, seorang tokoh dunia yang dikenal karena perjuangannya melawan apartheid , pernah berkata, “Aku tidak bisa memperbaiki masa lalu, tetapi aku bisa menggunakan hidupku untuk menginspirasi masa depan.” Setelah bertahun-tahun dipenjara, Mandela tidak menyimpan dendam terhadap mereka yang menganiayanya. Sebaliknya, ia memilih jalan rekonsiliasi dan membangun kembali hubungan di negaranya. Ini merupakan contoh hati yang dipulihkan—sebuah hati yang tidak hanya berdamai dengan masa lalu, tetapi juga membangun sesuatu yang baru dan lebih baik. Daud dalam Mazmur 51 menunjukkan bahwa pemulihan dimulai dari pengakuan dosa dan pertobatan sejati. Daud menyadari kesalahannya yang besar dan memohon agar Tuhan menciptakan hati yang baru di dalam dirinya. Hati yang dipulihkan memungkinkan kita untuk hidup dalam kebebasan rohani, penuh kasih, dan sukacita. Hati yang dipulihkan merupakan hati yang menyadari kelemahannya. Lalu Mengakui dosa merupakan langkah awal untuk pemulihan. Kemudian memohon pembaruan roh. Tuhan tidak hanya menghapus dosa kita, tetapi juga memperbarui roh kita dengan keteguhan iman. Bersukacita dalam keselamatan. Sukacita merupakan bukti nyata dari hati yang dipulihkan. Sebagai orang percaya, kita juga dipanggil untuk terus memperbarui hati kita. Dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, kita dapat merasakan kuasa-Nya yang memulihkan. (sTy)