Kasih Gembala yang Baik

GEMBALA DOMBA. Dari Media Online Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) saya mendapatkan informasi bahwa domba  merupakan salah satu bagian sentral dari ekonomi Israel sejak awal sekali (Kejadian  4:2). Beberapa tokoh di dalam Alkitab  seperti Abraham, Ishak, Musa, Daud dan Amos adalah seorang gembala (Kejadian 12:16; 26:14; Keluaran 3:1; 2 Samuel 7:8; Amos 1:1).  Gembala dalam arti harfiah pada zaman dulu dan sekarang, mengemban panggilan tugas yang banyak tuntutannya. Gembala harus mencari rumput dan air di daerah yang kering dan berbatu-batu (Mazmur 23:2), harus melindungi kawanan domba gembalaannya terhadap cuaca buruk dan binatang buas (Amos 3:12), harus mencari dan membawa kembali setiap domba yang tersesat (Yehezkiel 34:8; Matius 18:12).  Jika tugas-tugasnya mengharuskan dia jauh dari perkemahan gembala, segala kebutuhan utamanya ia bawa dalam suatu kantung (1 Samuel 17:40, 49), dan kemah menjadi penginapannya (Kidung Agung. 1:8). Gembala juga menggunakan anjing sebagai pembantunya seperti gembala modern (Ayub 30:1).  Alat utama gembala adalah GADA (untuk mengusir binatang buas dan liar) dan TONGKAT panjang yang ujungnya melengkung (untuk membimbing atau menyelamatkan domba), dan juga UMBAN untuk melontarkan batu ke binatang liar yang menyerang (1 Samuel 17:34-37). Mari kita membaca dan merenungkan Yehezkiel 34:1-31 dengan berfokus pada ayat 31. Sahabat, andaikan kita menjadi gembala dan suatu saat kita harus diperhadapkan dengan suatu pilihan yang berat:  Melindungi domba kita dari binatang buas tapi kita harus mati, atau kita membiarkan domba itu mati asal kita selamat, mana yang kita pilih?   Mari kita jujur saja sebagai manusia kita pasti memilih menyelamatkan diri sendiri daripada harus berkorban nyawa hanya demi domba-domba kita.  Gembala upahan pun melakukan hal yang sama: “… ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu.”  (Yohanes 10:12).Sahabat, hampir semua orang pasti tidak mau mati demi seekor domba, karena nyawa domba itu tidak sebanding dengan nyawa manusia.  Tetapi Tuhan Yesus justru datang dengan tujuan mati untuk domba-domba-Nya.  Kalau manusia saja tidak pantas mati bagi domba, maka sangat tidak layak Raja di atas raja mau mati bagi manusia; namun Tuhan Yesus melakukan hal yang tidak lazim itu.  Itulah yang disebut anugerah.   Melalui perumpamaan dalam Lukas 15:1-7 Tuhan Yesus mengajarkan bahwa Dia, Allah, rela turun dari surga untuk mencari domba yang hilang, walaupun hanya seekor saja yang hilang, padahal ia masih punya sembilan puluh sembilan ekor yang lain.  Apalah artinya seekor dibanding dengan sembilan puluh sembilan ekor?Satu domba yang tersesat adalah gambaran dari manusia yang berdosa dan tersesat.  Orang lain mungkin melupakan atau membuang kita, tetapi Tuhan tetap peduli;  Ia mencari dan menyelamatkan kita walau kita sebenarnya adalah orang-orang yang tidak layak dicari, bahkan sebaliknya layak dibuang.  Namun kasih Tuhan begitu besar, bahkan Dia rela menderita dan mati di kayu salib.   Sahabat, hal ini membuktikan  bahwa Dia adalah GEMBALA  yang BAIK.  Tidak hanya itu, Dia menuntun domba-dombanya masuk ke kandang dan membawanya ke padang rumput hijau dengan tongkat dan gadanya.   Dia pun mengenal kita secara pribadi, seperti tertulis:  “… Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku.”  (Yohanes 10:14).   Ini menunjukkan suatu hubungan yang intim, penuh cinta kasih.  Bukan sekadar mengenal, tapi Dia tahu segala penderitaan dan pergumulan kita. Dia Gembala Yang Baik yang mengasihi kita.  Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 16? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tuhan Yesus adalah Gembala kita yang sejati, yang betul-betul mengenal kita. (pg).

God is the Relief Provider

PUTUS ASA. Sahabat, karena tekanan hidup yang kian berat dan permasalahan yang dialami, maka cukup banyak orang menjadi putus asa dan frustasi.  Mengapa bisa terjadi?Rasa putus asa muncul ketika seseorang mengalami jalan buntu.  Celah inilah yang digunakan Iblis untuk menanamkan rasa putus asa dalam diri seseorang, sehingga dalam dirinya timbul rasa mengasihani diri sendiri (self pity) dan merasa sudah tidak ada pertolongan lagi.   Kita  tidak lagi mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan mulai meragukan kuasa-Nya.  Dengan kata lain kita putus asa dan menjadi tawar hati, merasa bahwa Tuhan tidak sanggup melakukan perkara besar dalam kehidupan kita. Sesungguhnya rasa putus asa bukanlah karakter anak-anak Tuhan!  Kita adalah lebih dari pemenang karena Tuhan selalu ada di pihak orang percaya.  Seberat apa pun masalah yang kita hadapi, jangan putus asa, serahkan semuanya kepada Tuhan.  Jangan buang waktu dan tenaga pada hal-hal yang membuat kita putus asa dan lemah.  Mari kita lebih lagi melekat kepada Tuhan.    Syukur kepada Tuhan, hari ini kita dapat melanjutkan belajar dari kitab Mazmur dengan topik: “God is the Relief Provider (Tuhan adalah Pemberi Kelegaan)”. Bacaan Sabda diambil dari Mazmur 43:1-5. Sahabat, tahukah  bahwa tingkat stres manusia ternyata ada skalanya? Menurut acuan Skala Stres Holmes dan Rahe, kematian pasangan menempati angka tertinggi, yakni 100, terhadap stres yang dialami oleh seseorang. Sementara, perceraian, kematian keluarga dekat, dan pemecatan (PHK) mendapat nilai masing-masing 73, 63, dan 47.  Dalam waktu berdekatan, ambang batas maksimal jiwa seseorang dinilai masih mampu menangani stres sampai angka 300. Skala stres 300 disebut dapat berisiko tinggi membuat seseorang sakit, bahkan mengalami goncangan jiwa.Pemazmur juga pernah mengalami tekanan dalam hidupnya. Kejaran orang-orang yang tidak menyukai hingga kejaran para musuh membuat jiwanya tertekan dan gelisah. Namun, Pemazmur  tidak mengizinkan jiwanya mengalami tekanan dan gelisah terus-menerus. Ia memahami bahwa Allah ada di pihaknya, yang akan menolong dan melepaskan dirinya dari setiap kesesakan yang mengimpit jiwanya.  Suatu kunci ketenangan jiwa yang juga dapat kita alami, karena Allah, Sang Pemberi Damai Sejahtera itu ada dalam hidup kita. Meski kita juga perlu belajar mengelola stres dan sedapat mungkin menghindari penyebab stres.Sahabat, namun, kita menyadari bahwa tak mungkin kehidupan ini sepenuhnya berlangsung tanpa ada tekanan, masalah, atau pergumulan hidup. Tindakan pencegahan mungkin sudah kita lakukan, tetapi tetap jiwa kita dapat mengalami tekanan karena masalah kehidupan. Namun setidaknya, hari ini kita mengerti cara merespons stres dengan tepat, yakni datang kepada Allah dan berharap akan pertolongan-Nya. Ketika tekanan melanda jiwa, hanya Allah yang dapat memberi kelegaan.  Tuhan adalah pemberi kelegaan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 5? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Mari kita penuhi hati kita dengan kepercayaan akan janji Firman TUHAN yang merpakan kepastian jawaban dan dasar kebenaran bahwa TUHAN sanggup menolong dan melakukan mukjizat bagi kita. (pg). 

Tuhan Tidak Pernah Ingkar Janji

MERPATI TAK PERNAH INGKAR JANJI. Itu merupakan judul lagu yang dinyanyikan oleh Paramitha Rusady yang menjadi soundtrack dari film “Merpati Tak Pernah Ingkar Janji”  yang dirilis pada tahun 1986. Film tersebut merupakan film arahan sutradara Wim Umboh dan dibintangi oleh Paramitha Rusady dan Adi Bing Slamet.  Film ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Mira W. Dikisahkan dalam film tersebut, Maria (Paramitha Rusady) sejak kecil diarahkan ayahnya untuk menjadi biarawati. Akibat pengarahan yang kaku oleh ayahnya, Maria selalu merasa serba salah. Ia jatuh cinta pertama dengan Guntur (Adi Bing Slamet), tetapi Maria akhirnya tetap menjadi biarawati juga. Mari kita membaca dan merenungkan Yosua 21:43-45 dengan berfokus pada ayat 45. Sahabat,  kita hidup dalam dunia yang dibanjiri dengan janji. Televisi dan media sosial, menjadi corong janji itu diumbar.  Namun sering kali, tebaran janji itu hanya semu. Janji itu akan terpenuhi kalau kita memenuhi syarat yang disodorkannya. Kita terlebih dahulu harus membayarkan sejumlah uang baru kemudian janji itu bisa dirasakan. Bahkan, sering janji itu memanipulasi syarat-syaratnya. Akibatnya, siapa saja yang tidak cermat malah menjadi tertipu. Sahabat, manusia sering lupa akan janjinya. Banyak orang berjanji tetapi ternyata tidak menepatinya. Manusia dengan berbagai alasan mengingkarinya. Akibatnya kita kecewa dengan janji dan akhirnya apatis dengan janji. Tetapi tidak demikian dengan Tuhan. Kalau Tuhan berjanji pasti akan menepatinya. Tuhan berjanji kepada nenek moyang bangsa Israel untuk memberikan Tanah Perjanjian. Sekalipun nenek moyang mereka sudah tidak ada, janji Tuhan tetap berlaku untuk keturunan mereka. Sahabat, bacaan kita berbicara tentang janji. Tuhan selalu menepati janji-Nya. Dia tidak mengajukan syarat yang manipulatif. Sebaliknya, syarat pemenuhan janji-Nya cukup sederhana: Melakukan perintah-Nya.Contoh yang paling awal adalah Abraham. Tuhan menjanjikan kepadanya tanah perjanjian asalkan Abraham mau bertindak sesuai firman-Nya. Hal serupa terjadi kepada bangsa Israel. Selama Israel taat pada perintah Tuhan, maka penyertaan dan penggenapan janji-Nya pasti nyata. Tuhan akan membuat semua hal menjadi mudah. Bahkan, jika tantangan musuh datang, mereka tidak akan tahan berdiri menghadapi Israel (Ayat 43-45). Tuhan menjamin keamanan bangsa Israel.Sahabat, relasi dengan Tuhan ternyata cukup sederhana, walau sulit dalam praktik. Kita berhubungan dengan Dia dijembatani oleh janji-Nya dan ketaatan. Dua hal ini harus berjalan seimbang sama seperti antara hak dan kewajiban. Kita akan mendapatkan hak jika sudah melaksanakan kewajiban. Prinsip ini tidak bisa dibalik. Jika kita mengklaim janji-Nya, maka perintah-Nya pun harus kita eksekusi. Pendeknya, mukjizat itu nyata jika firman-Nya pun dilaksanakan. Hanya ketaatan kita yang bisa membuat Tuhan bertindak, bukan uang, korban, atau “sogokan” lainnya.Pertanyaan kita sekarang adalah bagaimana kedua aspek ini menjadi seimbang dalam kehidupan kita? Apakah kita hanya merengek menuntut janji-Nya, namun kita lupa menjalani kewajiban? Bagian kita hanyalah TAAT karena Tuhan pasti setia dalam janji-Nya. Yakinlah, Tuhan tidak pernah ingkat janji.  Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apakah Sahabat pernah kecewa dengan janji Tuhan? Apa yang harus Sahabat lakukan sambil menunggu janji Tuhan digenapi dalam hidupmu? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Sambil menunggu waktu Tuhan menggenapi janji-Nya, jangan tinggal diam, berusalah melakukan perintah-perintah-Nya. (pg).