Longing for YOU
MAZMUR 42. Sahabat, Mazmur 42 ditulis oleh seorang Israel yang sedang mengalami pembuangan di Babel. Ia harus hidup di negeri asing yang merupakan negeri penyembah berhala. Perlakuan yang tidak manusiawi, seperti: Kerja paksa, makian, dan cemoohan, merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari umat Israel. Jiwa mereka sangat tertekan. Seolah-olah, Tuhan tak lagi hadir dalam kehidupan umat-Nya. Dalam keadaan seperti itu, Pemazmur tidak tinggal diam. Dia mencari jalan keluar dari depresi rohani yang ia alami: Pertama, Pemazmur memiliki rasa haus akan Tuhan. Pemazmur menggambarkan dirinya bagaikan seekor rusa kurus yang sedang dalam keadaan sangat kehausan dan merindukan sungai yang berair (Ayat 2-4). Analisa Pemazmur yang sedang mengalami kondisi kekeringan rohani ini sangat tepat! Ada banyak orang yang sedang mengalami tekanan berat, namun sayangnya mereka tidak memiliki rasa haus akan Tuhan. Mereka justru berusaha memuaskan jiwanya dengan perkara duniawi. Kedua, Pemazmur mengingat kembali kebaikan Tuhan. Pemazmur mengingat kembali bagaimana dulu ia amat bersemangat menyembah Allah (Ayat 5). Saat itu, hubungan Pemazmur begitu intim dengan Allah. Ada kenikmatan dan sukacita yang tidak terkatakan saat itu. Ingatan tersebut membangkitkan pengharapan dalam hati Pemazmur untuk bisa bersekutu kembali dengan Allah. Ketiga, Pemazmur melakukan self-talk atau berdialog dengan diri sendiri. Pemazmur tidak ingin jiwanya dihanyutkan oleh emosi negatif. Oleh karena itu, Pemazmur berusaha untuk mengendalikan perasaannya dengan berkata-kata secara positif. Pemazmur berkata kepada jiwanya, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?” (Ayat 6a). Di bagian lain, Pemazmur memberi semangat kepada jiwanya dengan berkata, “Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Ayat 12b) Ketika menghadapi pergumulan dan tekanan ekonomi yang cukup berat seperti saat ini, wajar bila kita mengalami kehausan akan Allah. Dengan mengingat kembali kebaikan Allah dan melakukan self-talk secara positif, kita akan menjadi siap untuk menghadapi gelombang kehidupan apa pun. Syukur kepada Tuhan, hari ini kita dapat melanjutkan belajar dari kitab Mazmur dengan topik: “Longing for YOU (Merindukan ENGKAU)”. Bacaan Sabda diambil dari Mazmur 42:1-12. Sahabat, hamba Tuhan Martyn Lloyd-Jones memberi pandangan menarik tentang kerinduan kita akan kehadiran Tuhan. Ia menggambarkan bahwa kerinduan akan kehadiran Tuhan diwujudnyatakan dengan tindakan kita untuk meluangkan banyak waktu dalam membaca Alkitab secara disiplin. “Makin kita mengetahui dan membaca Alkitab, semakin kita dibawanya ke dalam hadirat Tuhan,” ucapnya. Maka jika kita merindukan kehadiran Tuhan nyata dalam hidup ini, kita harus mendisiplinkan diri dalam membaca dan merenungkan firman-Nya. Pada kenyataannya, menjalani disiplinan rohani dalam membaca firman Tuhan tidaklah mudah. Sering kali kesibukan dan rutinitas menjadi penghambat yang tak terelakkan. Namun bagaimana pun juga, upaya yang kita sengajakan untuk meluangkan waktu bagi pembacaan firman Tuhan adalah wujud dari kerinduan kita kepada Tuhan. Jika jiwa kita memang merindukan Tuhan maka Tuhan adalah prioritas kita. Ketika Tuhan adalah prioritas kita, maka sudah seharusnya kita memberi waktu yang penting bagi-Nya. Dengan disiplin membaca firman Tuhanlah, maka kita akan semakin mengenali pribadi dan kehendak-Nya. Jangan katakan kita merindukan Tuhan tetapi tidak ada tindakan apa pun. Bayangkan saja, bagaimana kita merindukan kekasih kita. Tentu kita ingin selalu dekat dengannya bukan? Pemazmur berkata, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah,” karena itulah ia merenungkan firman Tuhan sepanjang hari-harinya. “Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.” (Mazmur 119:97) Kita pun harus mewujudnyatakan kerinduan kita kepada Tuhan. Bacalah Alkitab setiap hari. Sebagai respons dan usaha dalam memahaminya, jangan beranjak jika belum mendapati satu bagian firman Tuhan yang bisa dijadikan sebagai pegangan dalam menjalani sepanjang hari tersebut. Mari wujudkan KERINDUAN kita KEPADA TUHAN. Haleluya. Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Bagaimana cara kita mewujudnyatakan kerinduanmu kepada Tuhan dalam kehidupan sesehari? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Bacalah Alkitab setiap hari. Sebagai respons dan usaha dalam memahaminya, jangan beranjak sebelum memperoleh satu bagian firman Tuhan yang bisa dijadikan sebagai pegangan dalam menjalani sepanjang hari tersebut. (pg).
Buah Ketaatan
NABI HOSEA. Sahabat, bagaimana respons kita seandainya berada dalam posisi nabi Hosea? Ia diperintahkan Allah untuk mengawini Gomer, si perempuan sundal (Hosea 1:2-3). Lalu, ketika Gomer lari darinya untuk berzinah dengan lelaki lain, dan akhirnya dijual sebagai budak, Hosea harus menebusnya kembali dan membawanya pulang (Hosea 3:1-3). Terhadap anak-anak yang dilahirkan Gomer untuknya, Hosea harus memberikan nama yang berkonotasi buruk. Bagi putra sulung: “Yizreel” (Allah menabur). Menabur berkat? Bukan. Sama sekali bukan. Bukan berkat yang dia tabur, melainkan amarah-Nya kepada bani Israel karena dosa Yehu dan keturunannya, para raja Israel Utara (Hosea 1:4, 2 Raja-raja 10:29, 31). Bagi putri kedua: “Lo-Ruhama” (Tiada belas kasih). Allah berhenti menyayangi umat-Nya? Tidak juga. Sebab, setelah menghukum Israel, Dia akan kembali mengasihi mereka meskipun mereka berulang kali melawan Dia (Hosea 1:10-12, 2:21-22, dan 11:8-9). Bagi putra bungsu: “Lo-Ami” (Bukan umat-Ku). Bagaimana jika Allah memutuskan perjanjian-Nya dengan umat-Nya? Adakah hukuman yang lebih mengerikan selain terpisah dari Dia, seperti yang pernah dialami Yesus di kayu salib (Matius 27:46)? Kehidupan Hosea memang amat tragis. Sangat sulit sekali untuk dipahami mengapa Allah menyuruhnya menjalani kepahitan seperti itu. Bagi banyak orang, mungkin ia dianggap gagal. Tetapi, bagi Allah, ia hamba yang taat, yang telah berhasil menjadikan hidupnya sebagai lambang kasih Allah yang abadi pada manusia yang cenderung memberontak. Mari kita membaca dan merenungkan Hosea 1:10-12. Sahabat, menjadi taat tidak selalu mudah. Namun, Hosea berhasil menunjukkan ketaatan dan berbuah berkat. Berkat itu tidak hanya secara personal, tetapi juga nasional. Pasalnya, bangsa Israel pun mendapatkan janji keselamatannya kembali. Itu semua tak lepas dari Hosea yang memilih taat kepada Tuhan, walau ia harus menderita.Hosea, sebagai seorang nabi, harus menjadi suami dari perempuan sundal. Ia menjadi ayah Yizreel, Lo-Ruhama dan Lo-Ami. Ketiganya adalah anak-anak sundal. Syukur kepada Allah, pengorbanan Hosea tidak sia-sia. Cahaya pengharapan bagi Israel pun terbit bak fajar di pagi hari.Sahabat, sebelumnya, Tuhan menolak Israel. Namun, setelah itu mereka disebut sebagai “anak-anak Allah yang hidup” (Ayat 10). Allah juga mengatakan bahwa kelak mereka akan menjadi bertambah banyak jumlahnya. Lebih mengagumkan lagi, orang Yehuda dan Israel, yaitu dua kerajaan yang telah terpecah itu akan bersatu kembali di bawah satu pimpinan (Ayat 11).Sahabat, kemasyhuran Israel dan Yehuda pun dinyatakan kepada Hosea. Firman Tuhan menegaskan supaya Hosea menyebut saudara-saudaranya laki-laki dengan “Ami!”, artinya “bangsa”. Sementara, panggilan kepada saudara-saudaranya perempuan adalah “Ruhama!”, artinya “kasih” (Ayat 12).Ketaatan Hosea kepada Tuhan dengan segala pengorbanan dan keberaniannya layak untuk kita renungkan. Ketaatan kepada Tuhan memerlukan keberanian, kerelaan, ketekunan, pengorbanan, dan keinginan untuk memuliakan Allah.Melalui kisah Hosea, kita menjadi mengerti alasan Tuhan meminta ketaatan dari umat-Nya. Tuhan tidak pernah mengecewakan umat yang taat kepada-Nya. Memang untuk menjadi taat, kita tidak serta-merta mendapatkan kemudahan. Satu prinsip yang perlu kita pegang erat-erat: Tidak ada pengorbanan yang mudah. Sahabat, kalau serba gampang, itu bukan pengorbanan. Nilai pengorbanan justru sering terletak pada tingkat kesulitan yang dihadapi. Namun saat kita memilih untuk menjadikan ketaatan sebagai bagian penting dalam hidup kita, maka ketaatan tersebut akan berbuahkan kebaikan. Yakinlah! Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dengan istilah: “Pengorbanan”? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Ketaatan pada Tuhan lebih penting daripada keberhasilan hidup. (pg).
Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang. Meme Firman Hari Ini.
PETAKA KETIDAK TAATAN
Saudaraku, kisah Raja Saul adalah ironi. Dia dipilih sendiri oleh Tuhan untuk menjadi raja pertama Israel namun pada akhirnya malah dieliminasi juga oleh Tuhan sendiri. Hidupnya lurus-lurus saja sebelum menjadi raja, namun menutup usia secara tragis saat mengemban tugas menjadi raja Israel. Mengapa bisa kisah hidup Saul bin Kisy bisa begitu tragisnya? Mari renungkan 1 Samuel 13 dan 15. Penulis kitab Samuel menuliskan satu alasan Tuhan pada akhirnya menolak Saul: Ketidak taatan. Penyebab Saul bersikap tidak taat sebenarnya sangat rasional, yaitu: Pertama, terdesak untuk mengambil langkah cepat di tengah krisis. 1 Samuel 13: 11 menceritakan bahwa Saul dalam keadaan krisis karena sudah muncul mosi tidak percaya kepada kepemimpinannya sementara musuh juga siap menyerang. Ia sudah berusaha mencari petunjuk Tuhan tetapi Samuel tidak segera datang sehingga Saul berpikir untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan mengambil jalan pintas yang fatal bagi relasinya dengan Tuhan. Kedua, ingin memberi persembahan yang terbaik untuk Tuhan. 1 Samuel 15 : 20-21 malah menceritakan parahnya Saul menafsirkan pesan Tuhan. dengan mengatasnamakan perkara rohani, Saul mencari alasan untuk membenarkan pelanggarannya. Ia tidak menumpas Agag, Raja Amalek dan lembu sapinya dengan alasan agar bisa memberi persembahan yang terbaik untuk Tuhan. Saul menghancurkan dirinya sendiri dengan KETIDAK TAATANNYA. Bukan karena ia tidak tahu Firman, namun ia memilih melanggar untuk alasan yang dianggapnya masuk akal dan solutif. Sungguh ironis. Ketidak taatan Saul menjatuhkannya habis-habisan. Saul mengulang sejarah kejatuhan Adam dan Hawa karena sejatinya sikap tidak taat muncul dari defisitnya rasa respek kepada Tuhan sebagai pemegang otoritas. Padahal rasa respek muncul dari rasa percaya, dari iman. Ya sedalam itulah kejatuhan Saul dan ia benar-benar tak punya keinginan untuk mengakui semuanya sehingga akhirnya Tuhan MEMBUANGNYA. Terkadang manusia diperhadapkan dalam situasi yang sulit dan mendesak seperti Saul, namun inilah SAAT-SAAT GENTING yang menguji RASA PERCAYANYA kepada Tuhan. kalau dia memercayai Tuhan maka ia akan berjuang untuk tetap hidup dalam KETAATAN dalam Firman-Nya. Memang tantangan terberat saat hidup dalam jalan ketaatan adalah KETIDAK SESUAIAN dengan LOGIKA BERPIKIRNYA. Namun Saat manusia memilih jalan ketaatan kepada Tuhan, ia sejatinya sedang menjalani IMAN. Dalam KETAATAN ketaatan ada sikap RESPEK. Dalam sikap respek ada rasa percaya dan iman adalah rasa percaya itu sendiri. Saudaraku, umat Allah seharusnya berjalan dalam kepercayaan kepada Allah dan berjuang untuk mengedepankan ketaatan kepada Firman Tuhan sebagai pedoman pengambilan keputusannya. Memang ini tidaklah mudah dan penuh dengan konsekuensi namun mari terus berjuang untuk berjalan dalam jalan ketaatan karena orang benar akan hidup oleh rasa percayanya (Habakuk 2:4b). Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)