Karya Tuhan dalam Kelemahanku

NICK VUJICIC. Sahabat, kita sering kali merasa apa yang sudah kita miliki belum cukup. Alih-alih bersyukur, kita mengejar hal-hal yang sebenarnya tidak kita perlukan. Padahal, jika dilihat lebih dalam, kekurangan yang kita miliki merupakan sebuah keunikan yang perlu kita syukuri. Sesungguhnya punya kekurangan tidak membatasi diri untuk beraktivitas dan jadi berguna. Seperti apa yang dialami oleh Nick Vujicic. Nick Vujicic adalah motivator dunia berkebangsaan Australia. Ia mengalami sindrom tetra-amelia, sebuah sindrom langka yang punya karakteristik tanpa lengan dan kaki. Ia lahir pada 4 Desember 1982 di Melbourne, Australia. Nick tumbuh dari keluarga yang sederhana, ayahnya bekerja di kantor administratif sekaligus penginjil dan ibunya seorang bidan juga perawat. Maka Nick kecil tidak hanya berurusan dengan permasalahan sekolah dan remaja seperti intimidasi. Nick kecil juga berjuang dengan depresi dan rasa kesepian sebagaimana ia sering mempertanyakan alasan ia berbeda dari semua anak lainnya. Laki-laki yang memiliki nama lengkap Nicholas James Vujicic itu memang punya masa kecil yang sedikit kelam karena perbedaan fisik yang dimilikinya. Saat berusia 10 tahun, Nick pernah mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan dirinya di bak mandi sendiri karena intimidasi yang dialaminya di sekolah. Syukur , Nick mempunyai orangtua yang suportif. Saat usia 17 tahun, ibu Nick menunjukkan sebuah artikel tentang seorang laki-laki cacat yang berhasil mengatasi kekurangannya. Nick kemudian terinspirasi untuk jadi motivator dan memulainya dengan berbicara di kelompok gereja. Ia menjadi orator profesional pada usia 19 tahun dan kariernya terus menanjak naik. Pada 2005, Nick Vujicic membuat “Life Without Limbs” yang merupakan sebuah organisasi nonprofit internasional tentang pelayanan penginjilan. Tujuan organisasi tersebut adalah untuk berbagi harapan dan cinta sejati yang Nick sudah alami kepada orang-orang di seluruh dunia. Tercatat sudah 69 negara Nick kunjungi dalam usahanya mencapai tujuan bersama “Life Without Limbs”. Mari kita membaca dan merenungkan dari Hakim-Hakim 3:12-31. Sahabat, jatuh bangun di dalam dosa!  Itulah gambaran kehidupan bangsa Israel.  Ketika tidak ada raja atas Israel, maka mereka melakukan hal yang jahat di mata Tuhan:  Mulai menyembah ilah-ilah lain dan menjauhkan diri dari hadirat Tuhan.   Hal itu menimbulkan murka Tuhan sehingga mereka diserahkan kepada musuh-musuhnya.  Tapi dalam kitab Hakim-Hakim ini setiap kali bangsa Israel jatuh ke dalam dosa dan diserahkan kepada orang asing.  Tuhan selalu membangkitkan seorang pahlawan di antara umat Israel.  Kali ini Tuhan membangkitkan Ehud. Menjadi kidal juga dianggap sebagai sebuah kelemahan atau cacat pada saat kelahiran Ehud. Memang, Alkitab tidak mendetail menceritakan bagaimana Ehud menjalani kehidupannya dengan kelemahannya itu. Namun, Alkitab mencatat bagaimana Tuhan memilih dan memakainya sebagai penyelamat Israel.Pada saat umat Israel merasakan tekanan dan penderitaan yang berat, mereka berseru kepada Tuhan untuk memohon pertolongan-Nya (Ayat 15). Lalu, Tuhan menjawab mereka melalui Ehud, sang pengantar upeti Israel kepada Moab. Lewat profesi tersebut, ia memiliki peluang untuk menyelamatkan Israel.Kelemahan fisik atau kelemahan yang lain adalah sesuatu yang mungkin sulit kita terima. Dalam menyikapi hal ini, teladan Ehud layak kita contoh. Ia merespons panggilan Tuhan dengan segenap kemampuannya.Demikian juga hendaknya kita bersikap ketika Tuhan ingin memakai kita sebagai alat-Nya. Sekalipun kita memiliki banyak kelemahan, bukan berarti Tuhan tidak dapat memakai kita untuk kemuliaan-Nya. Sebaliknya, jika kita dengan rendah hati menerima tugas panggilan-Nya, Ia akan memperlengkapi kita. Ia juga akan memberi kita kemampuan dan keberanian agar maksud dan tujuan-Nya tergenapi.Oleh sebab itu, kita jangan menyerah pada kelemahan yang ada. Sebaliknya, mari kita tetap melakukan yang terbaik untuk Tuhan dan sesama. Dengan demikian, kita dan orang lain pun akan melihat dan merasakan karya-Nya bekerja secara nyata. Dengan begitu, Allah akan dimuliakan.Mari kita belajar bersyukur untuk setiap kelebihan dan kelemahan yang ada pada kita. Semuanya ada untuk kemuliaan Tuhan. Kita tidak boleh berhenti untuk menjadi lebih baik. Tuhan masih tetap dapat berkarya dalam kelemahan kita. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenungan dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 30? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Dalam pergaulan, selayaknya kita justru berkontribusi untuk membawa perubahan positif. (pg).

Semakin Peka Mendengar Suara Tuhan

ARTI SEBUAH NAMA.  Sahabat, William Shakespeare, Sastrawan terkenal asal Inggris berkata: “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi,”   James Gibson “Gip” Hardin, seorang pengkhotbah Gereja Methodis, memberi nama anak laki-lakinya:  John Wesley, mengikuti nama sang pengkhotbah terkenal. Nama itu mencerminkan harapan Gip atas anak laki-lakinya. Namun tragis, John Wesley Hardin kemudian memilih jalan yang menyimpang jauh dari tokoh iman yang agung itu. Hardin mengaku pernah membunuh 42 orang sehingga ia menjadi salah seorang penjahat bersenjata dan buronan paling terkenal di wilayah barat Amerika pada akhir abad ke-19. Di Alkitab, sama seperti berbagai budaya di zaman sekarang, nama memiliki makna yang istimewa. Ketika membawa berita kelahiran Anak Allah, seorang malaikat memerintahkan Yusuf untuk memberi nama anak Maria itu:  “Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Matius 1:21). Arti nama Yesus: “Allah yang menyelamatkan”. Itu menegaskan misi-Nya untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Sahabat, tidak seperti Hardin, Yesus sepenuhnya hidup sesuai dengan arti nama-Nya. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia menggenapi misi penyelamatan-Nya. Yohanes menegaskan kuasa nama Yesus yang memberikan hidup: “ … semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yohanes 20:31). Mari kita membaca dan merenungkan 1 Samuel 3:1-21. Sahabat, nama Samuel merupakan ekspresi dari bahasa Ibrani yang berarti  TUHAN MENDENGAR.  Itu merupakan ekspresi sukacita Hana karena Tuhan mendengar pergumulan doanya:  “…Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: ‘Aku telah memintanya dari pada TUHAN.’”  (1 Samuel 1:20).   Samuel merupakan jawaban doa Hana yang terus-menerus dinaikkan kepada Tuhan di tengah kesusahan hati yang mendalam.  Ia dahulu tertutup kandungannya, mustahil punya keturunan, namun tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan.   Samuel mulai pelayanannya sejak masih kecil sesuai janji ibunya untuk menyerahkan anaknya ke dalam pengasuhan imam Eli:  “Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN.”  (1 Samuel 1:28).  Sejak itulah Samuel berada di lingkungan pastori dan belajar melayani Tuhan di bawah pengawasan imam Eli.  Setiap hari Samuel muda dibimbing imam Eli untuk tugas sucinya dan dilatih belajar mendengarkan suara Tuhan.   Karena keterbatasan pengetahuannya, pada awalnya Samuel tidak mengenal suara yang berbicara kepadanya.  Penulis kitab 1 Samuel mencatat bahwa Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali namun ia belum menanggapinya karena belum mengenali suara Tuhan.   Imam Eli terus membimbing dan mengajari Samuel bagaimana memiliki kepekaan mendengar suara Tuhan,  “Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar. …”  (Ayat 9).  Ketika Tuhan memanggil Samuel lagi untuk ketiga kalinya ia pun menjawab,  “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.”  (Ayat 10).Seiring berjalannya waktu  “…Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satupun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur.”  (Ayat 19).  Akhirnya Tuhan memercayakan tanggung jawab pelayanan yang lebih besar kepada Samuel karena ia semakin memiliki kepekaan akan suara Tuhan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Apa pesan yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 18? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Untuk memiliki kepekaan terhadap suara Tuhan tidak bisa terjadi secara instan, tapi perlu melalui proses bergaul karib dengan Tuhan setiap waktu. (pg).