Enjoying God’s Work

MAZMUR 40. Sahabat, Mazmur 40 berisi ungkapan syukur Pemazmur kepada Allah atas segala berkat yang telah ia terima. Pemazmur mengawali dengan ungkapan kerinduannya kepada Tuhan (Ayat 2). Kemudian ia mengakui apa yang telah Tuhan kerjakan dalam hidupnya. Ada tiga contoh penting yang disebutkan. Pertama, Tuhan mendengar teriaknya minta tolong (Ayat 2). Kedua, Ia meloloskannya dari bahaya dan memberinya tempat yang aman (Ayat 3). Ketiga, Ia memberinya alasan untuk selalu memuji Allah (Ayat 4).Pemazmur juga mengungkapkan bahwa mengucapkan perasaan syukur atas berkat-Nya tidak cukup hanya dengan kurban sembelihan. Pemazmur menegaskan bahwa kurban yang terutama adalah melakukan kehendak-Nya (Ayat 7-9).Bagian akhir dari Mazmur 40 berisi doa. Pemazmur berharap agar dilepaskan dari bahaya yang sedang ia alami (Ayat 12-18). Namun sekalipun keadaannya demikian, Pemazmur tetap mengingat apa yang pernah Tuhan kerjakan. Ia menghitung berkat, penyertaan, dan pertolongan Tuhan. Hasilnya ternyata sangat banyak (Ayat 5-6). Syukur kepada Tuhan, hari ini kita dapat melanjutkan belajar dari kitab Mazmur dengan topik: “Enjoying God’s Work (Menikmati Perbuatan Tuhan)”. Bacaan Sabda diambil dari Mazmur 40:1-18 dengan penekanan pada ayat 6. Sahabat, Carl Honoré, seorang jurnalis-penulis, dalam bukunya yang berjudul “In Praise of Slow”, dengan cermat memotret fenomena dunia masa kini, yang olehnya disebut tengah dibekap oleh mitos kecepatan. Apa yang cepat dipandang bagus dan baik – malah ada yang menganggapnya terbaik. Karenanya, orang-orang modern sepertinya dipacu untuk bergerak lebih cepat dan membuat sesuatu yang super cepat. Bukankah situasi di atas dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan ini? Mereka yang bekerja kantoran, setiap pagi harus bangun cepat-cepat dan berangkat tepat waktu, karena keterlambatan keluar dari rumah lima menit saja dampaknya bisa puluhan menit atau malah berjam-jam. Memang, kecepatan perlu diakui dapat menghasilkan efisiensi.  Jika dulu, dengan teknologi yang dikenal dengan afdruk foto, dalam 3 hari hanya bisa menghasilkan puluhan pas foto, maka dengan teknologi yang ada sekarang, dalam jangka waktu 3 jam bisa menghasilkan ratusan malah ribuan pas foto. Kecepatan memang bisa mendatangkan kebaikan. Sahabat, lalu apakah yang lambat berarti buruk atau tidak baik? Hal inilah yang coba dikritisi oleh Honoré dalam bukunya tersebut. Apa yang lambat bisa juga mendatangkan kebaikan. Misalnya: mengunyah makanan. Bukankah ilmu kesehatan mengingatkan kita untuk mengunyah 30-an kali untuk satu suapan makanan? Dengan mengunyah secara lambat, maka makanan yang ada menjadi hancur dan lunak dengan baik serta bercampur dengan enzim. Dampaknya, lambung kita tidak bekerja dengan berat. Enzim dalam tubuh pun bisa lebih dihemat. Jadi, apa yang lambat tidak selalu buruk. Itulah sebabnya, Honoré memberi judul pada bukunya: “In Praise of Slow” atau memuja kelambatan. Dalam kaitan dengan kehidupan beriman, situasi dunia yang terasa menuntut kita untuk bergerak cepat, bukan tidak mungkin membuat kita terburu-buru dalam berelasi dengan Tuhan. Kehidupan doa, entah yang dilakukan di pagi atau malam hari, dilakukan tergesa-gesa. Kalau tidak cepat, takut terlambat. Alhasil, dalam dunia yang dibekap oleh mitos kecepatan tersebut, bukan tidak mungkin menghasilkan kekeringan spiritual dalam diri orang beriman. Kehadiran dan perbuatan Tuhan dalam kehidupan kita tidak terlalu dirasakan, sebab banyak hal BERLALU  DENGAN TERBURU-BURU. Pemazmur dalam Mazmur 40, menyatakan bahwa ia mengalami banyak perbuatan Tuhan yang ajaib. Dalam ayat 2, ia menyatakan sebagai pribadi yang menanti-nantikan Tuhan. Itu berarti, ia dengan sengaja meluangkan waktunya, untuk merasakan kehadiran dan pertolongan Tuhan.  Pemazmur adalah sosok seperti kita: Punya masalah, ada beban dalam kehidupannya. Ia membutuhkan pertolongan Tuhan. Pada saat ia melambatkan ritme kehidupannya dengan menantikan pertolongan Tuhan, lantas ia merasakan perbuatan Tuhan yang ajaib atas hidupnya. Berdasarkan pengalamannya itu, ia menyatakan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan adalah berbahagia, sebab Tuhan sungguh hadir dan bertindak. Sahabat, kehidupan ini terlalu indah untuk dilalui dalam situasi serba cepat. Melambatkan tempo kehidupan kita bukan berarti kita sedang tidak menghargai waktu anugerah Tuhan. MELAMBATKAN TEMPO KEHIDUPAN KITA,  akan menolong kita untuk lebih merasakan KEHADIRAN dan PERBUATAN TUHAN  di dalam kehidupan kita. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 5-6? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Sekalipun masa sulit melanda, tetapi kita tetap dapat bersyukur dan memuji Dia. (pg).

SANDWICH SYSTEM

Saudaraku, yang menjadi dasar renungan kita pada hari ini saya ambil dari 1 Korintus 1 : 1-30 ; 1 Korintus 2 : 1-16. Sekarang mari kita menghafalkan: Efesus 4 : 29: “ Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia”. Renungan Inspirasi pada hari ini: Paulus telah menerima kabar perselisihan jemaat di Korintus dari keluarga Kloe. Ia menuliskan surat penggembalaannya untuk menegur mereka. Saat kita perhatikan suratnya di dalam bacaan Alkitab hari ini, kita menemukan satu metode teguran, yang baru di masa kini kita kenal dengan istilah “Sanwich System”. Di awal surat Paulus, ia mengucapkan salam dan ucapan syukur. Kemudian di pertengahan ia membahas perpecahan dalam jemaat, dan di akhir, ia menutup dengan hikmat yang benar.  Sanwich System merupakan metode umpan balik yang susunannya seperti roti lapis. Lapisan roti atas adalah umpan balik positif. Saat hendak menyampaikan kritik atau masukan, mulailah dengan komentar positif atau pujian. Seseorang pernah berkata, “jika Anda mau didengarkan, buatlah lawan bicara Anda senang terlebih dahulu”. Selain menciptakan suasana yang positif, hal ini akan membuat mereka lebih terbuka terhadap kritik yang akan diberikan. Kemudian isi tengah roti adalah kritik atau hal-hal yang perlu diperbaiki.  Pada titik inilah, pesan harus spesifik, jelas, dan fokus pada perilaku atau tindakan yang salah. Ingat, kita tidak menyerang pribadinya, melainkan titik kesalahannya. Kemudian lapisan roti bawah adalah penutup positif yang memberi semangat dan dukungan bagi mereka untuk melanjutkan usaha terbaik mereka (encourage).  Contoh: Kamu mengerjakan proyek yang luar biasa tahun ini, perhatianmu pada detail sangat baik. Ada satu hal yang harus menjadi perhatian, yaitu tentang berapa tenggat waktu yang terlewat selama proyek ini berjalan. Kamu perlu memperbaiki manajemen waktu, jadi semua target dapat terpenuhi. Saya yakin dengan perbaikan pada pengelolaan jadwal, kamu akan lebih berhasil pada proyek berikutnya. Di dalam lingkungan pendidikan, tempat kerja atau gereja, kita semua membutuhkan kritik konstruktif, yaitu masukan positif terhadap kinerja dan peran kita dengan tujuan perbaikan serta kemajuan. Jadi marilah kita menciptakan suasana hangat di tempat kita bekerja, di sekolah, kampus, dan di gereja, dengan mempraktikan “Sandwich System”. Karena seperti sandwich yang bergizi, biarlah kritik dan masukan kita juga memberi lebih banyak “gizi” bagi penerimanya untuk menjadi orang yang lebih baik.  Mari kita sekarang merefleksi diri: Apakah Anda pernah bersikap apatis, kecewa, atau sakit hati dengan sebuah kritik? Mengapa?  Bagaimana cara Anda ketika hendakmemberikan ritik dan masukan? Tindakan yang perlu kita lakukan:. Mencoba mempraktikkan “Sanwich System” dalam memberi kritik dan masukan.  Doa hari ini: “Bapa, terima kasih untuk hikmat hari ini. Aku belajar untuk lebih berhikmat di dalam menyampaikan kritik serta masukan. Biarlah hikmat Tuhan menuntunku menjadi orang yang berakal budi dan meyakinkan. Di dalam nama Yesus.” Amin.