HARAPAN DALAM SEBUAH NAMA

Saudaraku,  selalu ada harapan saat orangtua memberi nama untuk anak-anaknya.  Maka tak heran biasanya nama seorang anak selalu yang terbaik bagi orangtuanya.  Raja Daud juga menamakan anaknya yang tampan dengan nama yang indah: ABSALOM.   Makna Absalom adalah BAPA PERDAMAIAN.   Sungguh indah.  Hanya saja sayang si tampan Absalom memilih jalan yang berbeda dari NAMANYA.  Mari renungkan 2 Samuel 13. Keluarga Raja Daud bak sinetron, lengkap dengan intrik-intriknya.  Kehidupan poligami Raja Daud membawa masalah tersendiri kepada anak-anaknya sehingga mereka mencoba memecahkan masalahnya dengan caranya sendiri.  Mulai dari Amnon, anak sulung Daud yang jatuh cinta kepada Tamar, putri Raja Daud yang rupawan, semua masalah itu dimulai hingga menguras energi dan airmata Daud beserta keluarganya.   Saat akhirnya Tamar dilecehkan parah oleh Amnon, muncul Absalom yang tampan membela Tamar dan membalaskan sakit hati dengan membunuh Amnon.  Dengan cara yang licik dan memakai tangan orang lain, Absalom membalas dendam.  Dari caranya menyelesaikan masalah, jelas Absalom bukanlah Bapa Perdamaian seperti namanya.  Alih-alih menjadi Bapa Perdamaian, Ia menjadi Bapa Kematian untuk Amnon dan membawa kedukaan besar untuk keluarganya.   Sepak terjang Absalom memang jauh dari kata damai, sebuah doa yang dipanjatkan Daud untuk anak lelakinya yang tampan itu. Nama seseorang memang penting namun SIKAP HIDUPNYA-lah h yang MENUNJUKKAN IDENTITAS HIDUP  yang sejati.  Absalom nama yang indah namun karakter dan pilihan hidupnya tak seindah namanya. Ia akan dikenang sebagai seorang anak raja yang memberontak, bukan seorang Bapa Perdamaian. William Shakespeare pernah menuliskan dalam sebuah karyanya: What’s in a name? That’s which we call rose by any other name would smell as sweet (apalah arti sebuah anama? Toh dinamakan apa pun, HARUMNYA MAWAR akan tetap WANGI TERCIUM).  NAMA yang disandang seseorang akan diuji oleh KEHIDUPAN  yang dipilihnya dan seringkali situasinya berlawanan.  Nama begitu indah, tapi pilihan hidupnya buruk  atau sebaliknya.   ORANG KRISTEN  dikenal sebagai pengikut Kristus (Kisah Para Rasul 11:26), sebuah julukan yang diberikan orang Antiokhia kepada komunitas Jalan Tuhan.  Julukan itu melekat sampai sekarang kepada orang yang menjadi PENGIKUT KRISTUS  di seluruh dunia.   Awalnya memang menjadi JULUKAN, namun pada akhirnya menjadi IDENTITAS  karena perjuangan para pengikut Kristus untuk MENGABARKAN INJIL  dan menempuh segala risikonya.  Banyak julukan yang diberikan kepada para pengikut Kristus, namun masihkah orang yang menamakan dirinya pengikut Kristus MENGHIDUPI PANGGILAN KRISTUS?    Terlalu banyak orang yang menyatakan dirinya Kristen namun hidupnya jauh dari nilai dan karakter yang diperjuangkan Kristus dan tenggelam dalam gelombang egosentris, hedonis dan materialisme.   Saudaraku, pada akhirnya tinggal namanya saja Kristen tapi gaya hidupnya bukan lagi Kristus.  Mari belajar untuk terus MEMBUKTIKAN DIRI  bahwa PANGGILAN KRISTUS  Kristus tetap DIRESPONI  dan NILAI-NILAINYA  DIPERJUANGKAN sampai akhir, sampai Dia datang Kembali.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

SPEAK UP

Saudaraku,  belakangan muncul seorang nama besar dalam industri musik yang menghadapi masalah hukum karena pelecehan seksual dan perdagangan manusia.  Kejadian ini tersembunyi bertahun-tahun lamanya dan terbongkar saat para korban dan saksi berani untuk  speak up (berbicara, jujur menceritakan) sehingga mendapat atensi dari banyak pihak.  Yang tersembunyi mulai terungkap, kebenaran mulai terbit.   Dalam Sejarah gereja, pemberitaan Injil secara masif mendapat respons negatif saat para murid mulai dari speak up kepada rohaniawan Bait Allah. Mari renungkan Kisah Para Rasul 4:13-31. Diawali dengan hebohnya Bait Suci saat seorang yang dikenal sebagai pengemis lumpuh yang minta-minta di depan pintu gerbang Indah, tiba-tiba masuk ke dalam lingkungan Bait Allah dengan sukacita dalam keadaan yang pulih dan bisa berjalan.  Para rohaniawan mulai gelisah dan menginvestigasi para pelaku dan saksi sehingga membuat situasi menjadi tegang.   Hal yang seharusnya dirayakan malah dicurigai dan menjadi prasangka. Alih-alih ikut bersukacita, para rohaniawan itu malah mengancam Petrus dan Yohanes agar tidak memberitakan tentang Yesus.  Ancaman ini serius, namun alih-alih ketakutan para murid malah mengatakan: “Silakan  kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah.” (Kisah Para Rasul 4:19).   Inilah awal perjuangan para pengikut Yesus menghadapi pihak Bait Allah dan menguras banyak energi dan airmata sepanjang Sejarah gereja awal.  Para murid berani mengambil posisi berlawanan dengan para rohaniawan itu yaitu sebagai saksi: “Sebab kami tidak mungkin berkata-kata  tentang apa yang telah kami lihat dan kami dengar.”  (Kisah Para Rasul 4:20). Para murid sudah  posisi berseberangan dan jelas dan menolak pembungkaman walau itu sangat berisiko. Mereka memilih untuk speak up. Ribuan tahun telah berlalu dan umat Kristen sekarang bukanlah saksi utama dari pekerjaan Kristus, namun tugas dari Yesus tidaklah berubah:  “… dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah Para Rasul 1:8b).   Maka setiap orang percaya seharusnya menyadari bahwa mengabarkan kabar baik adalah tugas dan prioritas dengan risiko apapun walaupun sudah bukan menjadi saksi utama.  Tantangan akan makin bertambah namun umat Allah tak boleh diam untuk terus mengabarkan kebenaran-Nya, tak boleh bungkam  Ketika ketidak adilan terjadi, tak boleh bebal Ketika penghisapan membuat manusia makin mendiskriminasi sesamanya.  Orang Kristen harus speak up tentang Kristus yang membebaskan, bukan speak up tentang kehidupan hedon dan nyaman seorang pengikut Kristus yang bertaburan berkat dan seabrek privilege (hak istimewa) yang mengatasnamakan anak-anak Allah.   Saudaraku, menjadi Kristen seharusnya MEMPERJUANGKAN  apa yang KRISTUS PERJUANGKAN, bukan memperjuangkan kepentingan sendiri.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

MENABUR PERSEMBAHAN, MENUAI PENGAMPUNAN DOSA

Saudaraku, Paus Leo X (11 Des 1475 – 1 Des 1521) adalah seorang Paus yang menjabat dari tanggal 9 Maret 1514 hingga kematiannya pada 1 Desember 1521. Paus Leo X antara tahun 1515 dan 1517 mengesahkan penjualan SURAT INDULGENSI atau surat pengampunan dosa dengan tujuan mengumpulkan uang guna mendanai pembangunan Basilika Santo Petrus,  yakni semakin banyak uang yang disumbangkan kepada Gereja, maka semakin besar dosa orang yang menyumbang akan diampuni Tuhan. Paus Leo X juga menjual dispensasi kepausan seharga 10.000 dukat kepada seorang tokoh Jerman yang menginginkan jabatan uskup. Ducat adalah koin emas atau perak yang digunakan di negara-negara Eropa, terutama di Italia. Nilainya antara seperlima dan sepertiga pound Inggris. Sedangkan harga surat indulgensi bervariasi tergantung pada status sosial orang yang membeli: Raja, Ratu, dan Uskup Agung: 25 florin emas Pedagang: 3 florin Umat beriman termiskin: ¼ (seperempat) florin Pada tahun 1500, satu florin bernilai tujuh lira Italia.  Indulgensi dimaksudkan untuk mengurangi waktu hukuman yang dihabiskan di api penyucian setelah kematian. Gereja saat itu mengajarkan, setelah seseorang meninggal maka rohnya akan masuk ke tempat api penyucian, di sana roh akan dicuci dengan api hingga benar-benar layak masuk ke surga. Orang-orang yang masih hidup dapat mendoakan orang yang sudah mati dengan melalui perbuatan baik, seperti puasa, sedekah, dan ziarah ke Roma. Kemudian timbul persoalan, jika seseorang atas dasar kasihnya dapat mengirimkan doa kepada orang mati, lalu bagaimana dengan pengampunan dosa-dosa bagi dirinya sendiri?  Indulgensi yang semula dimaksudkan sebagai doa dan perbuatan baik akhirnya dapat digantikan dengan imbalan uang. Jadilah jemaat bisa menaburkan uangnya sebagai persembahan, dan akan mendapatkan hasil berupa surat pengampunan dosa. Paus Leo X mengutus Johann Tetzel, seorang biarawan asal Dominika, untuk menjual surat pengampunan dosa di negara Jerman. Promosi Tetzel yang terkenal adalah “Begitu koin dalam peti persembahan berdenting, jiwa dari api penyucian akan keluar”. Martin Luther, seorang pendeta, melihat penjualan indulgensi tidak sesuai ajaran Tuhan, kemudian Luther menulis 95 tesisnya, yang merinci penentangannya terhadap penjualan surat pengampunan dosa, dan menempelkannya di pintu gereja di Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517, yang intinya meliputi: Ajaran Gereja perlu direformasi. Seseorang hanya dapat diselamatkan melalui iman pribadi kepada Yesus Kristus dan kasih karunia Tuhan, bukan melalui upaya perbuatan. Reformasi adalah gerakan untuk memprotes dan mereformasi Gereja saat itu. Ide-ide utama Reformasi bukanlah hal baru, tetapi Luther dan para reformis lainnya adalah yang pertama menggunakan mesin cetak untuk menyebarkan ide-ide mereka secara luas. Mesin cetak memungkinkan ide-ide Reformasi menjangkau khalayak yang jauh lebih luas daripada yang dapat dijangkau Luther melalui khotbah.  Pengikut Reformasi percaya bahwa orang-orang harus mandiri dalam hubungannya dengan Tuhan, bertanggung jawab secara pribadi atas iman mereka, dan membaca Alkitab untuk dapat lebih mengerti kehendak Allah, jadi bukan hanya mendengarkan ajaran yang dapat menyimpang. Alkitab memang tidak menunjukkan langsung adanya indulgensi, hanya saja ada beberapa peristiwa di Alkitab yang bisa ditafsirkan bahwa iman seseorang bisa mengampuni dosa dan bahkan menyelamatkan orang lain: Kejadian 18:16-33 Tuhan berjanji kepada Abraham bahwa Tuhan tidak akan menghancurkan Sodom jika terdapat 50 orang yang benar di Sodom. Matius 9:1-8 Yesus menyembuhkan orang lumpuh dan mengampuni dosa-dosanya setelah melihat iman teman-teman si lumpuh yang menggotongnya untuk menemui Yesus. Roma 11:28 Paulus berkata bahwa orang Yahudi dikasihi oleh Allah karena nenek moyangnya percaya pada Allah. Saudaraku, apabila jemaat tidak pernah membaca Alkitab dan hanya percaya saja pada ajaran-ajaran dari mimbar, maka ada kemungkinan ajaran bisa menyesatkan atau sesuai keinginan sendiri si pengkhotbah.  Waspadalah, maka saat Saudara mengikuti ibadah hari Minggu atau ibadah-ibadah lain di gereja, doakanlah si pengkhotbah supaya dia hanya benar-benar menyampaikan Firman Tuhan sesuai kebenaran yang diwahyukan kepadanya, dan dalam kehidupan sehari-hari tekunlah membaca Alkitab supaya dapat lebih mengerti kehendak Allah. (Surhert).