Our Life Has Limits

MAZMUR 39. Sahabat, dalam hidup itu ada hal-hal yang sangat berharga, tetapi kita jarang memikirkannya secara serius dan tuntas  sampai Tuhan membawa kita kepada satu konteks kehidupan yang membuat kita sadar bahwa kita terancam.  Mazmur 39  merupakan mazmur yang dinyatakan oleh Daud di dalam kegentaran hidup. Kita mengucap syukur karena Alkitab kita adalah Alkitab yang jujur, yang tulus dan yang terbuka. Di dalam seluruh konteks kehidupan, maka Pemazmur itu menyatakan keluh kesahnya dan kesukaannya di hadapan Allah.  Apa yang terjadi pada Daud di dalam menulis Mazmur 39? Dia sakit karena dosa. Tangan Tuhan menekan dia dengan kuat. Mungkin saja keadaan ini terjadi setelah dia meratap di dalam Mazmur 51. Tetapi kalau Sahabat-Sahabat  membaca dalam Mazmur 38, satu pasal sebelum Mazmur 39, maka Sahabat akan melihat bagaimana dia meratap di dalam kesakitan. Sehingga Mazmur 39 sangat mungkin adalah terusan dari Mazmur 38.  Mazmur 39 menegur kebodohan manusia yang tidak mau serius berpikir akan hidupnya. Di dalam kesulitan yang besar, di dalam kegentaran hampir mati, maka Daud mengajar kepada kita apa yang sebenarnya harus kita pikirkan. Dia mengajarkan kepada kita untuk mengerti siapa manusia dan apa sesungguhnya yang menjadi milik kita.  Syukur kepada Tuhan, hari ini kita dapat melanjutkan belajar dari kitab Mazmur dengan tema: “Our Life Has Limits (Hidup Kita Ada Batasnya)”. Bacaan Sabda diambil dari Mazmur 39:1-14. Sahabat,  sebagai raja israel hidup Daud penuh kenyamanan:  Harta kekayaan yang melimpah dan memiliki pasukan tentara yang siap menjaga negerinya.  Meski demikian Daud tidak pernah memegahkan diri.  Dia sadar bahwa hidup di dunia ini tidak untuk selamanya, hanya sementara waktu.  Segala sesuatu ada akhirnya.   Musa berkata,  “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.”  (Mazmur 90:10).  Itulah sebabnya Daud berdoa: “Ya Tuhan, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!”  (Ayat 5).  Bukan saja alam semesta dan segala isinya, umur manusia pun ada akhirnya.Jika sadar bahwa umur kita ada batasnya, apa yang harus kita perbuat dengan waktu yang sangat singkat ini?  Waktu adalah anugerah Tuhan, karena itu jangan pernah sia-siakan.  Selagi kita masih bernafas berarti ada kesempatan bagi kita mengumpulkan harta di surga dan berkarya bagi Tuhan.   Bagi kita sebagai orang percaya, kematian bukan lagi menakutkan, dan kita yang ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi tidak perlu tenggelam dan duka yang berlarut-larut.  Rasul Paulus menasihati:  “…saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.  Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.”  (1 Tesalonika 4:13-14).Dengan demikian kita dapat tabah menghadapi kematian, karena semua orang tanpa terkecuali akan mengalaminya.Sahabat, bila selama hidup di dunia ini kita dengan setia mengerjakan tugas-tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita dan menjalani hidup selaras dengan firman Tuhan, maka kita pun dapat berkata seperti Rasul Paulus,  “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.  Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.”  (Filipi 1:21-22a). Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!  Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh berdasarkan hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 5-7? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: . Yakinlah, akan tiba waktunya Allah akan bertindak menolong hidup kita! (pg). 

Rendah Hati

RENDAH HATI. Sahabat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rendah hati adalah kata sifat yang berarti tidak sombong atau tidak angkuh. Secara umum arti rendah hati adalah orang yang memiliki sifat baik hati, suka menolong dan juga peduli terhadap sesama. Dikutip dari buku “Pengembangan Karakter untuk Anak” oleh John Garmo, kerendahan hati adalah kualitas karakter yang sengaja menempatkan diri pada kondisi yang lebih rendah. Dengan demikian, kita bisa memberikan penghargaan kualitas yang lebih kepada orang lain. Kata kerendahan hati (humility) berasal dari bahasa latin humalitas yang berarti garis terendah atau sikap tunduk. Sikap ini bisa kita dapatkan dengan cara berlatih dan terus belajar. Sahabat, menjadi rendah hati adalah mengenali dengan penuh syukur kebergantungan kita kepada Tuhan. Menyadari bahwa kita memiliki kebutuhan tetap akan dukungan Tuhan. Kerendahan hati adalah suatu pengakuan bahwa bakat-bakat dan kemampuan kita adalah karunia dari Tuhan.  Hal itu bukan tanda kelemahan, rasa malu, atau minder; itu merupakan pertanda bahwa kita mengetahui di mana letak kekuatan sejati. Kita dapat menjadi rendah hati dan tidak takut. Kita dapat menjadi rendah hati serta berani. Yesus Kristus adalah teladan kerendahan hati terbesar. Selama pelayanan-Nya di dunia,  Dia senantiasa mengenali bahwa kekuatan-Nya datang karena kebergantungan-Nya kepada Bapa-Nya. Dia berfirman: “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; …  Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yohanes 5:30). Tuhan akan menguatkan kita sewaktu kita merendahkan diri di hadapan-Nya. Yakobus mengingatkan:  “Allah menentang orang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu” (Yakobus 4:6, 10). Mari kita membaca dan merenungkan Zefanya 2:1-3. Sahabat, saat ini, sikap individualistis terasa sangat kuat, banyak orang cenderung mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan bersama. Keinginan untuk diakui, lebih kuat daripada keinginan untuk hidup bersama sebagai manusia yang setara.  Untuk mencapai hal tersebut, orang lain tidak lagi dipandang sebagai subyek yang juga patut untuk dihargai. Hidup yang demikian tentu tidak akan membawa ketenangan, tetapi justru kerisauan yang tidak berkesudahan. Kepada umat-Nya, nabi Zefanya menyerukan ajakan untuk bertobat. Uniknya, ajakannya itu diserukan kepada orang-orang yang rendah hati. Hal ini tentu bukan tanpa maksud, tetapi karena hanya orang-orang yang rendah hati sajalah yang dapat melihat kesalahan dan kekurangannya, sehingga mereka akan selalu mencari Tuhan dan mengarahkan hidupnya hanya kepada Tuhan.  Di sisi yang lain, nabi Zefanya juga menunjukkan, bahwa hanya orang-orang yang rendah hatilah yang dapat menemukan jalan menuju kehidupan yang sejati, yakni dengan senantiasa mengupayakan keadilan bagi sesama. Dengan demikian, maka Allah akan melindungi mereka, serta membebaskan mereka dari hukuman-Nya. Sahabat, nabi Zefanya mengajarkan bahwa dengan bersikap rendah hati, maka kita akan menjadi pribadi yang bijaksana. Artinya, kita dapat melihat dengan mata terbuka bahwa kita hanyalah manusia yang kecil, sehingga kita dapat menjalani kehidupan yang sejati dengan senantiasa berserah kepada Tuhan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami tentang rendah hati? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Hanya orang yang rendah hati yang dapat menemukan hidup yang sejati. (pg).