KELELAHAN TOTAL

Saudaraku, sayamelanjutkan perbincangan dengan dengan Pak Direktur Ministry Center. Dia menginformasikan malam itu ada satu gereja, Majelis dan rohaniawannya ingin bertemu. Gereja tersebut mau ulang tahun yang ke-40 dan ingin merayakannya dengan cara unik, yaitu memoratoriumkan kegiatan dan hanya menyisakan ibadah, doa dan kelompok kecil. Gereja tersebut mau mengambil waktu diam beberapa minggu, retret doa, untuk mencari pimpinan Tuhan atas tahun yang baru. Saya bertanya,. “Wah, gereja tersebut defisit dan jemaatnya susut ya? Karenanya kegiatan-kegiatannya mau dihentikan.” “Bukan karena defisit namun karena kelelahan, lengkaplah bentuk kelelahannya, kelelahan spiritual, kelelahan mental, kelelahan fisik, masih beruntung bisa menyadari kelelahan. Banyak gereja tidak sadar, sedang burn out (kondisi stres kronis, seseorang merasa lelah secara fisik, mental, dan emosional gara-gara pekerjaannya).” Jadi ceritanya di gereja ada banyak kegiatan, yang ikutan banyak, tapi setelah selesai kegiatan ya tidak ada bekas-bekasnya, tidak ada catatan sejarahnya, apalagi tindak lanjut, yang tertinggal hanya foto-foto meriah, orang-orang atau anggota jemaat tertawa-tawa renyah, laporan keuangan pokoknya dana sudah terpakai. Hal tersebut berlangsung bertahun-tahun …. beberapa tahun kemudian generasi mendatang tidak tahu itu kegiatan apa dan tidak kenal nama-nama orang yang tertawa renyah karena tidak ada keterangan di foto. Ngenes ya, tiga tugas panggilan gereja tradisional yakni Marturia, Diakonia, dan Koinonia sudah terlaksana, tapi seperti angin berlalu. Marturia, berarti kesaksian atau pemikiran, dalam konteks gereja berarti kesaksian iman, yaitu pemberitaan Injil sebagai berita keselamatan bagi manusia. Diakonia, berarti pelayanan atau perbuatan, bisa berupa kegiatan sosial, dukungan untuk komunitas sekitar, atau partisipasi dalam kegiatan kemanusiaan. Sedangkan Koinonia, berarti persekutuan atau kelompok, diwujudkan dengan menghayati hidup berjemaat, seperti berkumpul bersama, bernyanyi, berdoa, melakukan pelayanan dan saling melayani. Tiga tugas panggilan gereja sudah dilakukan bertahun-tahun, tapi mengapa tiba-tiba merasa kelelahan total, kelelahan spiritual, kelelahan mental, kelelahan fisik/tenaga. Tugas panggilan gereja sudah dilakukan, hasilnya ada, namun bila hal-hal ini dilakukan tanpa dilandaskan pada doa, maka apa yang dilakukan gereja hanya seperti kegiatan organisasi umum lainnya bahkan dilakukan juga oleh parpol, hanya beda visi dan misinya. Kini Gereja merasa lelah dan menyadari semua kegiatannya untuk beberapa saat ke depan perlu dimoratorium, perlu ditangguhkan atau ditunda, dan Gereja mau mengambil waktu diam beberapa minggu, mengadakan retret doa, untuk mencari pimpinan Tuhan atas tahun-tahun yang baru. Dengan adanya doa bukan saja mendekatkan Gereja pada Tuhan, tapi menyadarkan kembali bahwa ladang yang gereja layani yakni terkait kehidupan rohani, bukan jasmani. Ladang yang dilayani Gereja memang tidak kelihatan, namun berorientasi jangka panjang dan kekal. Rasul Paulus menasihatkan, sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal. (2 Korintus 4:18).  Ayat berikut mungkin sering kita baca, Matius 11:28:  “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Tapi saat kondisi kita sedang jaya-jayanya dan sehat walafiat, ayat tersebut mungkin sering diabaikan dan dilupakan, belum dibutuhkan … Saudaraku, perhatikan gereja yang usianya sudah 40 tahun,  yang disebut rumah rohani dan punya pengurus banyak, ternyata bisa kelelahan, karena justru terlalu banyak kegiatan. Bandingkan dengan diri kita, yang seorang diri. Apakah Saudara selalu merasa kuat, jaya dan dapat memperoleh segala-galanya?  Kapan Anda merasa lelah? Inilah saatnya datang berdoa, merendahkan diri di hadapan Allah. Ingatlah selalu: “Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya (Yesaya 40:29). (Surhert)..

WISTLE-BLOWER

Saudaraku, hari ini kita akan membaca dan merenungkan 2 Samuel 12 : 1-5 dan terlebih dahulu kita akan menghafalkan Amsal 10:10: “Siapa mengedipkan mata, menyebabkan kesusahan, siapa bodoh bicaranya, akan jatuh”. Di dalam pengelolaan organisasi, lembaga, atau pemerintahan, pengawasan dibutuhkan untuk mencapai tata kelola yang baik (good governance).  Salah satunya melalui “whistle-blowing system”, yaitu sistem pelaporan sesuatu perbuatan yang diduga pelanggaran. Seorang “whistleblower” sendiri adalah “orang dalam” yang mengungkap dugaan pelanggaran yang terjadi di tempatnya bekerja. Keberadaan seorang “whistleblower” menjadi sangat penting dalam upaya pembuktian suatu masalah. Keberadaan “whistleblower” tidak hanya dibutuhkan di dalam organisasi atau lembaga formal. Dalam kehidupan kita sebagai orang percaya, “whistleblower” bisa jadi adalah orang yang terdekat kita, pasangan kita, orangtua, anak, pemimpin di gereja, atau majelis. Keberadaan kita sebagai manusia yang memiliki kecenderungan berdosa, dimana tidak ada seorangpun yang menjamin dirinya selalu benar dan tidak pernah melakukan kesalahan, kita semua memiliki “blind spot” (titik buta).  Daud tidak ada rencana untuk tidur dengan Batsyeba, namun keinginan yang berdosa itu muncul ketika ia berjalan-jalan dan melihatnya dari atas sotoh istana. Dosa itu terus berlanjut hingga ia membunuh Uria. Alkitab mencatat apa yang dilakukan Daud adalah jahat di mata Tuhan, maka Ia mengutus Nabi Natan untuk menjadi seorang “whistleblower” dalam kasus Daud.  Setelah kejahatannya terungkap, Daud mengaku dosa, menyesali dan menghadapi konsekuensi dosanya. Bukan hanya Raja Daud yang membutuhkan “whistleblower”, melainkan kita semua tanpa terkecuali. Jangan marah jika ada yang mengungkap pelanggaran kita, bersikaplah terbuka atas koreksi dan siap berubah melakukan yang benar. Saudaraku,  Bapa akan mendidik dan mengingatkan kita, anak-anak-Nya, ketika kita keluar jalur (Ibrani 12:4-6), dan kitab Amsal menuliskan, “Siapa mengindahkan didikan, menuju jalan kehidupan, tetapi siapa mengabaikan teguran, tersesat (Amsal 10:17). Refleksi Diri: Siapa “whistleblower” Saudara belakangan ini? Apa yang harus diperbaiki dalam kehidupan Saudara?  Apa Yang Harus Kita Lakukan? Jangan marah jika ada yang mengungkap pelanggaran kita, bersikap terbuka atas koreksi dan siap untuk berubah melakukan yang benar. Pokok Doa: Bapa surgawi, terima kasih telah senantiasa mendisiplinkan aku, agar aku terus hidup benar. Berikanlah aku terus melakukan apa yang benar di hadapan-Mu. Kumohon penyertaan Roh Kudus senantiasa ada padaku. Dalam nama Yesus. Amin. Hikmat Hari Ini: Siapa enggan mengakui kesalahan berada dalam bahaya. (PW)

TERUS BELAJAR

Saudaraku,  tujuan pendidikan adalah perubahan.  Manusia menjalani pendidikan dengan harapan ada perubahan dalam pemikiran, pengetahuan dan karakter.  Kitab Kisah Para Rasul merupakan salah satu kisah perjalanan ragam manusia yang berjuang melakukan kehendak Allah.  Mari mulai merenungkan kitab Kisah Para Rasul  dengan membaca Kisah Para Rasul 1:1-8. Lukas menyambung kisah Yesus yang diceritakan dalam Injil yang ditulisnya dalam Kitab Kisah Para Rasul dan Lukas mengambil titik berangkat yang menarik yaitu fakta kerapuhan dan gagal pahamnya para murid menangkap misi-Nya ke dunia. Lukas menceritakan juga berbagai upaya Yesus untuk membuat para murid mengerti yaitu dengan pengajaran visual dengan menampakkan diri berulang kali selama empat puluh hari dan pengajaran verbal dengan terus berbicara tentang Kerajaan Allah (Kisah Para Rasul 1:3).   Secara intensif Yesus berusaha untuk menyadarkan para murid setelah Ia bangkit namun tetap saja para murid tidak memahami maksudnya.  Pertanyaan dalam Kisah Para Rasul 1:6 menunjukkan bahwa pemikiran para murid belum berubah dan tetap memikirkan tentang pemulihan Israel.   Seakan tak lelah dengan kenyataan lambannya daya cerap para murid, Yesus memberikan respons yang sangat baik dengan membuka kenyataan bahwa para muridlah yang akan menjadi pelaku sejarah Kerajaan Allah karena mereka akan dipakai Allah untuk mendirikan kerajaan-Nya di dunia sehingga tidak hanya Israel yang pulih namun seisi dunia menggemakan tentang pekerjaan Allah  (Kisah para Rasul 1:7-8).   Sekalipun para Murid masih belum bisa mengubah pemikirannya karena mereka adalah orang-orang Yahudi yang kuat dalam pengharapan mesianis yang sempit, namun Allah tak lelah mengajar untuk membongkar tembok identitas yang yang membelenggu mereka.  Menjadi Kristen membutuhkan proses dan kesetiaan untuk bertahan terus belajar sepanjang proses tersebut. Tak disangkal bahwa orang Kristen adalah manusia biasa yang rapuh dan membutuhkan proses untuk memahami pekerjaan Allah dalam kehidupannya.   Tak jarang orang Kristen masih memiliki pemikiran lama, mengambil keputusan yang keliru dan bahkan berangkat dari prasangka dalam perjalanan imannya, namun terpujilah Allah yang tak lelah untuk mengajar dan mendidik hingga orang itu mencapai kemajuan dalam pemahamannya dengan perubahan pemikiran, perubahan karakter yang ditampilkan secara visual dengan perubahan gaya hidup ke arah Firman Tuhan.   Hidup adalah proses belajar, maka mari menjadi manusia pembelajar.  Saat seorang menerima Kristus maka saat itulah dia memulai proses belajar tentang Dia, inilah pesan yang disampaikan Lukas melalui Kitab Kisah Para Rasul.   Saudaraku, orang Kristen adalah pembelajar sejati sebagaimana nasehat Rasul Paulus dalam Kolose 2:7 : Hendaklah kalian membangun hidupmu dengan Kristus sebagai dasarnya. Hendaklah kalian makin percaya kepada Kristus, menurut apa yang sudah diajarkan kepadamu. Mari terus menjadi Kristen pembelajar dan terus diubahkan sesuai Firman Tuhan.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)