JAM TANGAN SWISS
Saudaraku, Industri jam di Swiss dimulai tak lama setelah Reformasi tahun 1517 yang dipelopori Martin Luther. Reformasi terhadap ajaran agama Katholik Roma ternyata menimbulkan perang antar pengikut agama, meluas dari Jerman ke negara-negara lain. Perang penganut agama terjadi di Perancis menyebabkan penganiayaan terhadap kaum Huguenot (Protestan Perancis), yang banyak berprofesi sebagai ahli besi dan ahli (pandai) kerajinan emas, akhirnya melarikan diri dan mengungsi ke Swiss Barat, terutama ke Jenewa. Para pandai atau pengrajin ini terkenal sebagai ahli dalam membuat perhiasan dan ukiran-ukiran yang menjadi simbol kemewahan. Saat itu juga terjadi revolusi di Jenewa yang dipimpin oleh John Calvin (10 Juli 1509–27 Mei 1564). Ajaran Calvin menolak segala bentuk pamer kekayaan dan penggunaan perhiasan, memaksa para pandai besi dan emas dari Perancis mencari saluran baru bagi bakat kreatif mereka, bukan lagi membuat perhiasan-perhiasan yang mencolok tetapi bagaimana membuat sesuatu yang kecil dan mahal namun dibutuhkan, dan mereka menemukan cara membuat jam tangan yang kecil, tidak dalam bentuk yang besar dipajang di luar gedung, tapi jam kecil tidak mencolok saat dipakai, hingga tidak bisa dikategorikan sebagai perhiasan mewah tapi sebagai alat penunjuk waktu. Pada masa itu orang-orang hanya mengenal waktu matahari terbit dan terbenam. Waktu dianggap sebagai suatu rahasia Tuhan Allah yang menciptakan langit dan bumi, pagi, siang dan malam. Para ahli astronomi di Babil dan Mesir berusaha memetakan waktu jalannya matahari dan menciptakan jam matahari, bahkan bisa memetakan atau membagi waktu 1 hari = 24 jam. Dalam 2 Raja-raja 20:11 ada bayangan jam atau penunjuk matahari yang dibuat zaman Raja Ahas (732-715 SM), dan bayang-bayang jam matahari itu mundur ke belakang sepuluh tapak. Salah satu ajaran John Calvin menjelaskan tentang Kolose 3:23: “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Ini sangat memengaruhi para pandai besi pembuat jam yang bentuknya besar-besar, bagaimana bisa membuat alat yang bisa memetakan hari Tuhan dalam suatu bentuk petunjuk waktu yang pas dan tepat, jadi saat pagi hari ya jam 6 tepat, siang jam 12 tepat, juga saat matahari terbenam mesti jam 18.00 tepat, satu hari harus pas 24 jam. Saudaraku, saat itu bentuk jam masih dalam bentuk yang besar dan tampilannya hanya satu jarum saja menunjukkan jam. Nah bagaimana jam ini dibuat kecil hingga bisa jadi dipasang di tangan atau dimasukan kantong, lalu ada 2 jarum yang bisa menunjukkan jam dan menit, kemudian satu jarum lagi yang selalu berputar menunjukkan detik. Untuk membuat jam dalam bentuk yang kecil yang bisa otomatis jalan sendiri, mesti membuat kumparan per sebagai penggerak, juga ada berbagai roda dan perangkat kecil lainnya dalam satu jam kecil, belum lagi cara memasangnya agar semua yang kecil-kecil ini bisa terhubung rapi dan jalan sendiri. Para pandai dalam membuat jam tangan sangat dipengaruhi ajaran Calvin, yakni sebagai manusia boleh mendapatkan kehormatan dalam bekerja mewakili Tuhan yang membagi waktu satu hari dalam jarum-jarum jam, menit dan detik, dan menunjukkan waktu yang tepat. Bisa menciptakan jam tangan yang kecil dengan dengan segenap hati, seperti mempersembahkan kepada Tuhan dan bukan untuk manusia, suatu persembahan yang tidak boleh ada cacat celanya. Akhirnya, ketika peraturan pemerintahan di Jenewa yang melarang pemakaian barang mewah dilonggarkan – sekitar tahun 1600, orang-orang dapat mengenakan perhiasan lagi, keahlian pembuatan jam dapat dipadukan dengan seni dekoratif. Dalam waktu singkat, jam tangan Swiss yang diproduksi di Jenewa menjadi terkenal karena keterampilan para ahlinya, kualitas pembuatan jamnya, juga tampilan jam-jam yang semakin indah, – dan semakin mahal harganya. Saudaraku, menyimak lagi Kolese 3:23, Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kita mungkin tidak melakukan pekerjaan kita dengan sepenuh hati, alasannya mungkin ya lumayan dapat pekerjaan daripada nganggur, pekerjaan ternyata tidak cocok dengan bakat atau ketrampilan, dapatnya duit hanya kecil tidak cukup untuk kebutuhan-kebutuhan yang terus meningkat, menjadi generasi sandwich yang mesti membiayai hidup orangtua, dan berbagai alasan lainnya. Pdahal Tuhan sudah memberikan suatu pekerjaan bagi kita, namun kita tidak bersyukur atas anugerah pekerjaan ini, jadilah dalam bekerja hanya asal-asalan, asal memenuhi target atau sesuai job description, tapi tidak menampilkan kualitas yang mestinya harus menjadi lebih baik, cukup mendapatkan pujian atau predikat lumayan, itu sudah cukup. Nah apa jadinya kalau diri kita hanya bertujuan mendapatkan predikat lumayan, lalu keluarga juga hanya memikirkan cukup dan lumayan, satu daerah dan wilayah merasa cukup dan lumayan, begitu seterusnya dari hal-hal lingkup kecil menjadi lingkup makro, semuanya hanya menginginkan prestasi yang cukup dan lumayan, akibatnya tidak ada kemajuan bahkan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bahkan sumber daya alam yang ada di lingkungan, yang disediakan Tuhan malahan dikorupsi atau diolah dengan tidak bertanggung jawab. Saudaraku, para ahli atau pandai besi dan perhiasan di Swiss 400 tahun, meski hanya menggunakan alat-alat manual, tidak memakai alat-alat listrik, bahkan di rumahnya hanya diterangi oleh lampu minyak, tapi a bisa menghasilkan jam-jam tangan yang kecil, indah dan tepat waktu, Bagaimana dengan kita saat ini? (Surhert)
Kerendahan Hati Mendahului Kehormatan
Saudaraku, mari kita membaca dan merenungkan Amsal 18:12. Di sebuah kota modern, hidup seorang pria bernama Jeresh. Dia adalah seorang pengusaha sukses dan sangat bangga dengan pencapaiannya. Dalam setiap pertemuan, dia selalu berbicara tentang kekayaan dan kesuksesannya, menganggap bahwa semua orang di sekitarnya harus menghormatinya. Dalam kesehariannya, Jeresh seringkali memandang rendah orang-orang disekitarnya. Jeresh berpikir tidak ada orang lain sebaik dirinya, sehingga dia tidak membutuhkan bantuan siapapun. Namun tiba-tiba ada satu kejadian yang membuat bisnisnya mengalami masalah besar. Kesombongannya membuat Jeresh enggan mendengarkan nasihat orang lain. Dia mengabaikan peringatan dari rekan-rekannya dan tetap berpegang teguh pada caranya sendiri. Akibatnya, perusahaannya bangkrut. Setelah jatuh, Jeresh mulai berubah. Dia belajar mendengarkan orang lain, mengakui kelemahannya, dan mulai bekerja keras dengan sikap yang lebih rendah hati. Perlahan-lahan, dia mulai bangkit kembali, namun kali ini dengan sikap yang mau menghargai orang-orang di sekitarnya, bukan karena kekayaannya, tetapi karena kerendahan hatinya. Kisah Jeresh mengajarkan kita bahwa kesombongan hanya akan membawa kehancuran. Tuhan memandang kerendahan hati sebagai jalan menuju kehormatan. Ketika kita bersikap rendah hati, kita membuka pintu bagi Tuhan untuk bekerja dalam hidup kita dan mengangkat kita pada waktunya. Kerendahan hati tidak berarti kita memiliki kualitas diri yang rendah, tetapi kita mengakui bahwa semua yang kita miliki berasal dari Tuhan dan bukan dari kemampuan kita sendiri. Hanya dengan sikap kerendahakan hati, kita bisa mendapatkan kehormatan sejati dari Tuhan. Dalam kehidupan, kita sering melihat bagaimana orang yang penuh dengan kesombongan, jatuh ke dalam kehinaan. Sebaliknya, orang yang rendah hati sering kali berakhir dengan kehormatan yang lebih besar, meskipun awalnya mereka mungkin tidak terlihat menonjol. Saudaraku, Amsal 18:12 mengingatkan kita untuk menjadi orang-orang yang rendah hati, sekalipun ada banyak alasan untuk kita memegahkan diri di depan orang-orang yang tidak sebanding dengan kita. Yesus adalah teladan sejati akan kerendahan hati. Dia adalah Tuhan, yang mau menjadi manusia. Seberapa pun beratnya menjadi manusia, Yesus tetap dengan rendah hati menyelesaikan semua misinya di dunia ini. Banyaknya orang yang tidak percaya, menghina-Nya, melecehkan-Nya, bahkan menyalibkan-Nya, tidak membuat Yesus memegahkan diri, dan membalas dengan cara yang sama orang-orang yang telah berbuat jahat kepada-Nya. Refleksi : Mungkin saat ini kita sedang diberkati oleh Tuhan dengan kekayaan, kesehatan, jabatan yang tinggi, mari kita belajar untuk terus rendah hati, dengan tidak memandang rendah orang-orang yang ada di bawah kita. Atau justru kita sedang berada di posisi terendah dalam hidup kita, banyak orang mungkin menghina kita, tidak menganggap kita, mengabaikan, kita. Mari kita tetap berteladan kepada Yesus. Sekalipun sulit, kita harus tetap percaya bahwa Tuhan adalah Allah yang adil, yang tidak akan selamanya membuat kita dalam situasi yang sama. Mari kita selalu ingat, Ketika Tuhan melepaskan kita dari masa yang sulit, jangan pernah membalas orang-orang yang telah menghina bahkan mengabaikan kita. Tetap menjadi orang yang rendah hati, tetap mau menolong orang-orang disekitar (termasuk orang-orang yang telah berbuat jahat kepada kita). Pesan: Bagi Bapak, Ibu, kakak, adik, dan anak-anak yang ingin belajar musik dan vokal, silakan bergabung dengan Sekolah Musik Christopherus. Hubungi HP.: 081292081227. (Inthan).