Spiritual Nourishment (Memaknai Pertumbuhan Rohani Berdasarkan 1 Petrus 2:2-3)

Dalam kehidupan sehari-hari, istilah “stunting” sering digunakan untuk menggambarkan kondisi dimana anak-anak mengalami gangguan pertumbuhan fisik akibat kurangnya asupan gizi yang memadai. Stunting menyebabkan tinggi badan anak lebih rendah dari rata-rata anak seusianya dan dapat berdampak negatif pada perkembangan kognitif serta kesehatan mereka di masa depan.  Namun, tahukah kita bahwa ada juga yang disebut “stunting rohani”? Sama seperti tubuh fisik yang membutuhkan nutrisi yang tepat untuk tumbuh dan berkembang, demikian juga kehidupan rohani kita. Kita memerlukan “nourishment” atau nutrisi rohani yang sesuai untuk bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Tuhan. Dalam 1 Petrus 2:2-3, Rasul Petrus menulis, “Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan.” Ayat ini mengandung makna yang sangat mendalam tentang kebutuhan kita akan makanan rohani yang murni dan tepat untuk bertumbuh dalam iman. Bayangkan seorang bayi yang baru lahir. Seorang bayi sangat bergantung pada susu untuk tumbuh dan berkembang. Susu memberikan semua nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan kesehatan bayi. Dalam konteks rohani, kita adalah bayi-bayi yang baru lahir yang memerlukan air susu rohani yang murni – Firman Tuhan. Firman Tuhan adalah sumber nutrisi utama yang kita butuhkan untuk bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Tuhan. Namun, tidak sedikit orang Kristen yang mengalami “stunting rohani.” Mereka mungkin telah lama berada di gereja, tetapi pertumbuhan rohani mereka stagnan. Mereka tidak lagi haus akan Firman Tuhan seperti seorang bayi yang selalu ingin akan susu. Mereka puas dengan pengetahuan yang dangkal dan tidak mencari kedalaman yang lebih dalam dalam pengenalan akan Tuhan. Kondisi ini mirip dengan anak yang mengalami stunting fisik; meskipun secara fisik mereka tampak ada, tetapi mereka tidak berkembang dengan semestinya. Salah satu penyebab stunting rohani adalah kurangnya asupan Firman Tuhan yang murni dan berkualitas. Kita mungkin terlalu sibuk dengan rutinitas sehari-hari sehingga melupakan waktu untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan. Atau mungkin kita lebih sering terpapar pada “junk food” rohani – pengajaran-pengajaran yang tidak berdasarkan kebenaran Alkitab atau yang hanya memberikan kenyamanan sesaat tanpa menantang kita untuk bertumbuh. Selain itu, stunting rohani juga bisa disebabkan oleh kurangnya komunitas yang mendukung pertumbuhan rohani. Seperti bayi yang membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang tuanya, kita juga membutuhkan komunitas orang percaya yang saling membangun dan menguatkan. Tanpa komunitas yang sehat, kita bisa kehilangan semangat untuk bertumbuh dan berkembang dalam iman. Petrus mengingatkan kita bahwa kita harus selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani. Ini berarti kita harus terus menerus mencari dan mengonsumsi Firman Tuhan dengan kerinduan yang besar. Kita perlu menjadikan pembacaan dan perenungan Firman Tuhan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Hanya dengan demikian kita bisa bertumbuh dan beroleh keselamatan. Spiritual Nourishment atau nutrisi rohani adalah konsep yang sangat penting dalam kehidupan iman kita. Sama seperti tubuh fisik yang memerlukan makanan yang sehat dan bergizi untuk bertumbuh, demikian juga roh kita memerlukan makanan rohani yang murni dan berkualitas – Firman Tuhan.  Saudaraku, stunting rohani adalah kondisi yang serius dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Tuhan.  Marilah kita mengambil waktu setiap hari untuk membaca dan merenungkan Firman Tuhan, mencari komunitas yang mendukung, dan selalu haus akan pertumbuhan rohani. Dengan demikian, kita dapat menghindari stunting rohani dan mencapai potensi penuh yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita. Amin. (EBWR)

RUMAH MAKAN PRASMANAN SEDERHANA

Letaknya di jalan raya ke Kawasan industri Cikarang di Jawa Barat. Berdiri sejak tahun 1986, buka dari jam 09.00 hingga 20.00, ada 20-an karyawan dan juru masak, ruang tidak pakai AC cukup kipas angin, meja kayu dan kursi plastik, juga punya fasilitas pendukung seperti beberapa toilet dan washtafel, dan hingga hari ini menjadi suatu ikon untuk rumah makan yang murah meriah di kawasan itu, favorit bagi ribuan karyawan dan direksi yang pernah bersantap di situ. Hidangannya sederhana saja, ada hampir 40 lauk yang dimasak enak dan gurih. Orang yang datang ambil piring sendok sendiri, mencedok nasi putih atau merah sendiri, dan mengambil sendiri hidangan-hidangan yang disajikan, boleh banyak atau sedikit, asal jangan tidak dihabiskan. Selesai santap tinggal lapor ke pemilik apa saja yang disantap, dan si ibu menghitung dengan menggunakan kalkulator, ditunjukkan ke pembeli dan kemudian membayar kontan. Kalau ada lauk yang dimakan dan lupa lapor, jika bersantap lagi ya tinggal bilang tempo hari lupa lapor lauk ini, lalu kekurangan akan ditambahkan. Kami sekeluarga bila berkunjung ke Bandung dari Jakarta tidak lewat tol MBZ, nyaris selalu santap siang di sini. Anak-anak sudah hafal apa menu favoritnya, cumi dan sotong, rempeyek dan sate udang, macam-macam sayur terutama tumis jamur, gorengan lengkap dan krupuk, per orang sekitar Rp 35.000. Saya ingat di tahun 1986 jika santap dengan menu nasi, daging, sayur, krupuk, teh botolan dan es krim harganya Rp 11.000, dan kini sekitar Rp 40.000. Rumah makan prasmanan sederhana ini demikian diberkati Tuhan, dan pemiliknya bisa memiliki lahan yang luas, membangun mushola yang bersih di situ, dan sekitar 100 meter juga ada mesjid yang warna corak hiasannya sama seperti mushola, tetapi si pemilik warung bilang itu dibangun ramai-ramai oleh warga. Dan setiap Jumat pasti ada puluhan nasi box diletakkan di tangga masjid, diambil oleh anak-anak kecil dibawa pulang, – isinya nasi, satu daging, dan satu lauk sayur seperti di rumah makan, sedangkan umat yang dewasa nampaknya tidak ada yang mengambilnya. Nah ini, tidak ada pengemis atau pengamen di daerah itu, jadi kehidupan warga nampak berkecukupan. Sering aku berpikir kalau saat santap di situ, mengapa di gerejaku jarang ada orang yang sedemikian berhati sosial seperti pemilik rumah makan. Untuk kolekte dan sumbangan pembangunan gereja mesti Pak Pendeta mengingatkan jemaat setiap minggu, itupun sering dibumbui bahwa memberikan persembahan itu seperti orang yang menabur, lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat. (Markus 4:20). Juga ayat ini sering dikutip, 2 Korintus 9:7: Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Wajib dikhotbahkan setahun sekali saat presentasi anggaran untuk tahun depan, yakni dari Maleakhi 3:11: “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Wah jadi untuk memberikan persembahan mesti warga jemaat dimotivasi, terutama karena ada imbalannya dari Tuhan, padahal segala persembahan itu digunakan untuk operasional gereja dan gaji rohaniwan yang ada di dalamnya. Apalagi jika mesti menyediakan konsumsi atau makanan kecil tiap minggu bagi jemaat usai bubaran kebaktian, mesti diabsen dulu siapa yang mau menyumbang dan untuk periode berapa lama. Bahkan di gereja sebelah baru-baru ini ada pengedaran kupon Rp 25.000 per lembar untuk dana pembangunan dan di akhir tahun akan diadakan lucky draw dengan hadiah utama pelesir ke Holy Land, kulkas, sepeda listrik, dan lain-lain maksudnya agar banyak yang menyumbang dan anggaran pembangunan dapat dipenuhi. Nampaknya di lingkungan gerejaku untuk managemen persembahan kok cukup rumit dan mesti melibatkan banyak orang. Saudaraku, yakin percayalah, jika kita bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai ajaran Alkitab, yakni menghasilkan produk atau jasa yang baik kualitasnya, pas timbangannya, tidak menipu bahan-bahan atau materialnya dan tidak memeras buruh, maka mata Tuhan akan melihat apa yang engkau buat. Dan sangat mudah bagi Tuhan untuk menurunkan berkat, sesuai Firman Tuhan: Mazmur 115:11-13: “Hai orang-orang yang takut akan TUHAN, percayalah kepada TUHAN! — Dialah pertolongan mereka dan perisai mereka. TUHAN telah mengingat kita; Ia akan memberkati … orang-orang yang takut akan TUHAN, baik yang kecil maupun yang besar.” (Surhert).