PERSEMBAHAN HIDUP

Saudaraku, mari kita membaca dan merenungkan Roma 12:1:  “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Ayat tersebut  sering dikhotbahkan untuk tema bagaimana kita bisa beribadah dengan benar. Juga ayat tersebut sering dibacakan  sebelum kantong kolekte diedarkan dengan tujuan agar jemaat dapat memberikan persembahan yang terbaik.  Jika kita menelisik kapan ayat Roma 12:1 ditulis, kita akan mengetahui bahwa ayat tersebut ditulis oleh Rasul Paulus antara tahun 55 dan 56 M, ditujukan khususnya untuk jemaat Kristen yang ada di kota Roma.  Nah di tahun-tahun itu Kaisar Nero menjadi penguasa Kekaisaran Romawi, memerintah dari tahun 54M sampai tahun 68M, terkenal sebagai tirani dan kekejaman, melakukan banyak eksekusi, termasuk ibunya dan saudara kandung adopsinya, juga kaisar yang membakar kota Roma, dan membunuh ratusan umat Kristen yang dituduh membakar Roma sebagai pemberontakan. Ratusan orang Kristen dijadikan budak dan tawanan, dibawa ke arena Koleseum yang dihadiri hingga 50.000 penonton, dijadikan tontonan untuk melawan serigala, singa dan tawanan-tawanan perang dari berbagai daerah jajahan Romawi yang dilatih sebagai gladiator. Orang-orang hukuman, budak dan tawanan harus mati di arena ini, jika ada yang masih sekarat, maka gladiator harus memenggal lehernya dan suara erangan terakhir ini sangat dinikmati oleh Nero dan rakyatnya. Orang Kristen saat itu bisa menyelamatkan diri, hanya lari meninggalkan kota Roma namun dikejar-kejar pasukan Romawi, bisa selamat atau tertangkap. Namun cara yang paling selamat dan tetap bisa hidup yakni bila menyangkal sebagai orang Kristen, mengaku sebagai rakyat Romawi yang menyembah puluhan dewa-dewi dan ikutan melakukan perbuatan a-susila dalam kuil-kuil salah satu dewata perempuan.  Tapi kalau tetap setia pada Tuhan Yesus, ya siap-siap saja segera tertangkap atau ditangkap, disiksa dan menunggu waktu dijadikan giliran sebagai umpan di arena gladiator. Saudaraku, karena itu apa yang disebutkan di Roma 12:1 supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati; Ini menjadi ujian dan tantangan yang sesungguhnya, hidup atau mati bagi umat Kristen saat itu, siap mempersembahkan diri sepenuhnya, tetap menjaga kekudusan di tengah kebobrokan moral rakyat Romawi, hingga berani menghadapi kematian dengan cara-cara yang paling keji dan menyakitkan di arena gladiator. Apa arti ibadah? Tuhan sendiri memfirmankan kepada orang Israel untuk melaksanakan ibadah, dan perintah ini diturunkan segera setelah Sepuluh Perintah Allah diucapkan oleh Tuhan sendiri. Keluaran 20:22-24:  Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: Kamu sendiri telah menyaksikan, bahwa Aku berbicara dengan kamu dari langit.  Janganlah kamu membuat di samping-Ku allah perak, juga allah emas janganlah kamu buat bagimu. Kaubuatlah bagi-Ku mezbah dari tanah dan persembahkanlah di atasnya korban bakaranmu dan korban keselamatanmu, kambing dombamu dan lembu sapimu. Pada setiap tempat yang Kutentukan menjadi tempat peringatan bagi nama-Ku, Aku akan datang kepadamu dan memberkati engkau.”  Arti ibadah sesuai perintah Tuhan ini: Ketaatan pada Tuhan, tidak menduakan Tuhan, diwujudkan dengan membuat mezbah bakaran, Mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah, di setiap tempat yang ditentukan oleh Tuhan sendiri, berarti di setiap tempat kehidupan kita sehari-hari bisa menjadi tempat untuk beribadah, dan Tuhan akan datang untuk memberkati. Bagi orang-orang Kristen pada abad pertama di Kerajaan Roma, memang tidak bisa membuat mezbah bagi Tuhan, namun arena gladiator menjadi mezbah yang ditonton puluhan ribu rakyat Romawi, dan yang menjadi korban bakaran bukan kambing domba atau sapi, tapi justru dirinya sendiri, yang darahnya dicurahkan karena kekejaman Kaisar Nero.  Saat itu, Tuhan tidak datang turun dari surga melawat dan menolong umatnya, bahkan tidak terdengar berkat-berkat dari Tuhan, hanya sorak sorai penonton yang senang menyaksikan adegan kejam berdarah. Tapi ini yang menjadi persembahan yang hidup, ibadah yang sejati. Saudaraku, sekarang kita mungkin tidak mengalami masa tirani dan kekejaman seperi zaman Nero, semuanya kelihatan aman, enak dan lancar, namun jangan kita lengah, karena singa atau binatang buas yang dulu ada di arena gladiator sekarang ini tidak nampak wujudnya, tapi sudah berganti dengan berbagai pencobaan dan kenikmatan duniawi. Di zaman yang serba mudah dan enak ini, tetaplah bersiap menjadi persembahan yang hidup, mempersembahkan diri kita seutuhnya, jiwa dan raga untuk kemuliaan Tuhan. (Surhert).

WARGA YANG BENAR

Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus antara 55 dan 56 M saat dia ada di Korintus, kepada jemaat di Roma yang belum pernah dikunjunginya dan Paulus berharap dapat mengunjunginya. Sekitar tahun 60 M barulah Paulus tiba di Roma dan dapat mengajar dengan lancar selama 2 tahun (Kisah Para Rasul 28), juga saat itu ada Rasul Petrus di Roma, jadi komunitas orang Kristen dapat terbentuk. Ketika Paulus dan Petrus ada di Roma, yang menjadi penguasa Roma adalah Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus, yang terkenal sebagai Kaisar Nero, berkuasa sejak tahun 54M sampai tahun 68M, tercatat di sejarah dunia sebagai kaisar yang kejam. Sejarah mencatat, pada malam tanggal 18 Juli 64 M, terjadi kebakaran besar di Roma, selama enam hari tujuh malam, membakar habis 4 dari 14 belas distrik di Roma dan 7 distrik lainnya mengalami kerusakan parah.  Saat kebakaran berlangsung Kaisar Nero malah berpakaian opera, berdiri di menara dan memetik kecapi, melantunkan sebuah balada, menikmati pemandangan kobaran api dengan takjub. Berita saat itu mengatakan bahwa Nero-lah yang melakukan pembakaran, karena hendak mendirikan kota Roma baru.  Tapi Nero menuduh orang-orang Kristen yang ada di Roma melakukan pembakaran dengan tujuan pemberontakan, untuk itu mesti ditangkap dan dijatuhi hukuman. Dan hukuman yang paling terkenal ya sebagai gladiator di arena yang disaksikan hingga 50.000 orang penonton, budak dan tawanan – laki-laki maupun perempuan, bertanding melawan pasukan atau sesama gladiator hingga tewas, juga melawan binatang-binatang buas serigala dan singa. Nah dalam surat Roma 13:1-2 Paulus menulis: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.  Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.”   Kenyataannya orang-orang Kristen di Roma saat itu ada di bawah kekuasaan Kaisar Nero, jadi sesuai anjuran Paulus, orang-orang Kristen tetap harus takluk kepada pemerintahan yang sangat kejam. Lho, mengapa pemerintah yang kejam itu juga ditetapkan Allah, dan barangsiapa yang melawannya berarti melawan ketetapan Allah? Sungguh ini merupakan ayat Alkitab yang sulit, jadi orang mesti mau menerima segala kondisi pemerintahan, yang baik-baik, terlebih lagi juga menerima pemerintahan yang buruk.  Tempo hari di tahun 1998, ada banyak warga dari sini yang pindah atau kabur ke suatu negara dan minta visa sebagai refugee atau pengungsi, karena situasi politik dan keamanan yang sangat bergolak saat itu. Tapi hari ini kalau kita mengajukan visa ke suatu negara lain dan menuliskan maksudnya sebagai refugee, pasti akan ditolak, dan malahan akan dicurigai mengapa mau kabur dari Indonesia sebagai refugee, apakah karena masuk ke kolompok teroris atau kriminal?  Pokoknya, mengapa kita mesti menerima keberadaan pemerintah yang berkuasa, bukan melawannya? Di bagian lain Alkitab mengajarkan: Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. (Ayub 2:10) Jadi semestinya kita bersiap untuk menerima yang baik yang merupakan anugerah Tuhan, tapi juga bersiap menerima sesuatu yang dirasa buruk bagi diri kita, tidak berbuat dosa dengan bibir kita yang menyumpahin situasi. Seperti Tuhan sudah menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Matius 5:45). Bagi orang jahat, matahari atau terang menjadi sumber ketakutan karena segala perbuatan jahatnya akan diketahui dan dia akan menghadapi hukuman, tapi bagi orang baik, saat terang berarti bisa bekerja, kondisi sehat, dan seterusnya . Juga Alkitab mengajarkan, Ulangan 8:2-3: “Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak.”   Jadi Ia merendahkan hati bangsa Israel, mengizinkan mereka lapar dan memberi mereka makan manna, yang tidak mereka kenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangnya, untuk membuat mereka mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN.  Bangsa Israel, 40 tahun di padang gurun, bukan langsung dari Mesir masuk Tanah Kanaan. Melewati berbagai kondisi dan percobaan, susah atau senang, sehat atau sakit, dari satu generasi ke generasi anak-anaknya, hanya satu maksud Tuhan, yakni supaya mengerti bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN. Jadi saat kita, sekalipun tinggal di zaman pemerintahan atau situasi kondisi yang kejam dan lalim, tetaplah teguh beriman kepada Tuhan, untuk menunjukkan kemurnian iman, dan kita semakin paham bahwa hidup bukan dari roti atau materi saja, tetapi juga hidup dari segala yang diucapkan Tuhan. (Surhert)