Nǐ Hǎo Ma?

Saudaraku, Nǐ Hǎo Ma? Merupakan salam yang  sering disampaikan  warga Tionghoa untuk menyapa sesamanya, seperti salam “How do you do” ataupun “Piye kabare awakmu?” bagi warga Inggris ataupun teman-teman kita dari Surabaya. Nah bagi warga Tionghoa setelah salam nǐ hǎo ma, biasanya dilanjutkan salam berikutnya: 吃饭了吗 (chī fàn le ma) artinya apakah sudah makan?  Zaman dulu khususnya di Tiongkok, saat berkunjung ke rumah saudara di luar kota jarang menemukan rumah makan atau penginapan, jadi saat bertemu dengan saudara pastilah akan disapa apakah sudah makan? Ucapan salam gabungan ini dianggap baik, jadi dirangkai menjadi salam yang lazim, ni hao ma, chi fan le ma. Khususnya salam apakah sudah makan? Atau sudah makan belum? Dipandang sebagai hospitality atau keramah-tamahan bagi sesama.  Mengajak makan dan menghidangkan makanan seadanya, saat makan bersama ada suasana hangat, dan terjadilah komunikasi yang lancar. Bahkan dalam acara rapat yang dihadiri banyak orang, bila dihidangkan minuman atau makanan kecil, maka suasana akan lebih rileks, bandingkan dengan rapat yang berjam-jam, tidak ada minuman, dan peserta rapat mesti terus menerus mendengarkan pimpinan rapat. Saudaraku, di kitab Wahyu 3:20 diceritakan Tuhan Yesus suatu hari mau berkunjung ke rumah hati kita: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.”  Aku membayangkan,  Tuhan Yesus lama mengetok di depan pintu. Sementara keluarga yang di dalam rumah, ngintip-ngintip dikit, siapa yang datang. Eh … Ternyata Tuhan Yesus. Ketika yang di dalam sedang bergumul,  Dia tetap mengetok di depan pintu … Sang Suami bergumul: “Saya mau berangkat kerja nih. Ngapain Yesus kok datang? Saya baru repot, pekerjaan lagi banyak,  mau tender, mana Si Anu minta duit 30% duluan, kalau tidak diberi maka kompetitor yang dimenangkan. Selain itu urusan pajak juga baru ruwet, laporan SPT diperiksa pajak. Buruh juga  minta kenaikan gaji, padahal usaha baru sepi.” Sang Istri bergumul: “Wah aku baru sibuk ngurus anak, anak perempuanku suka pulang malam-malam, ikutan merokok sama temannya. Yang remaja laki-laki,  teman-temannya banyak yang kupingnya ditindik sebelah, pakai tato. Selain itu  aku juga bingung ngurus Papaku yang sudah sakit-sakitan, rewel lagi, ongkos dokter banyak. Mamaku juga cerewet terus, maunya itu ini, diturutin tidak ada habis-habisnya. Apakah ada Panti Jompo yang bisa menerima langsung suami-isteri yang sudah tua? Cukup bayar bulanan sudah beres.” Sementara itu Tuhan Yesus tetap mengetok di luar, cukup sabar menanti pintu yang tidak   dibukakan. Tapi, kalau kita yang di dalam rumah mau membukakan pintu. siapa yang pertama bilang Ni hao ma? Tuhan Yesus duluan atau diri kita yang duluan? Setelah itu, mungkin kita melihat Tuhan Yesus datang dari jauh, lalu kita tanya chi fan le ma? Sudah makan atau belum? Ayo, ayo masuk, silakan duduk, saya ambilkan Aqua atau mau kopi atau teh? Ini ada kacang atom dan nanas tar di meja, silakan Tuhan Yesus nikmati dulu sementara saya siapkan teh wasgitel (wangi, sepat, legi, kenthel), atau kopi tubruk yang manis? Tuhan Yesus tentu tidak akan menikmati segala hidangan yang kita siapkan. Tidak perlu. Malahan Tuhan Yesus akan bilang: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yohanes 6:35) Juga, Tuhan Yesus akan berkata lembut: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,  tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” (Yohanes 4:13-14). Nah, Tuhan Yesus sebagai tamu malahan menawarkan roti hidup dan air hidup yang bisa dinikmati selamanya oleh sang empunya rumah yang mau membuka pintu hatinya bagi-Nya. Saudaraku, umurku saat  ini  65 tahun. Sudah sekian kali aku membaca Wahyu 3:20, dan setiap kali membayangkan gambar Tuhan Yesus yang mengetok di depan pintu, aku semakin memahami apa arti membuka pintu hati bagi Tuhan Yesus: Mengundang Dia masuk, segala apa yang aku capai dan miliki selama ini tidak ada artinya di hadapan-Nya, karena Roti Hidup dan Air Hidup itu sungguh berlimpah. (Surhert).