DIGENAPI DENGAN KONSPIRASI

Saudaraku, manusia memiliki berbagai cara untuk menyelesaikan ancaman, salah satunya dengan konspirasi.  Konspirasi adalah persekongkolan.  Sedangkan persekongkolan adalah perjanjian yang dibuat oleh dua pihak atau lebih untuk melakukan sesuatu.  Persekongkolan selalu berkonotasi negatif. Alkitab juga mencatat banyak persekongkolan yang dilakukan manusia untuk menyelesaikan masalah mereka dengan seseorang yang dianggap mengancam mereka.  Mari membaca salah satunya yaitu dalam Yohanes 11: 45-53. Heboh kejadian kebangkitan Lazarus di Betania membuat beberapa orang menceritakannya kepada para elit agama dan politik do Yerusalem.  Para elit itu merasa bahwa Yesus sudah menjadi ancaman untuk mereka karena begitu banyak orang yang mulai memercayai kemesiasan-Nya saat melihat mukjizat itu.  Mereka khawatir rakyat yang memercayai Yesus akan menarik pemerintah Romawi dan mengirim pasukan untuk menertibkan mereka.   Bagaimanapun  orang Israel waktu itu dalam penjajahan Roma dan setiap gerakan massa akan diwaspadai.  Para elit itu ternyata menjaga ketenangan dan stabilitas wilayahnya supaya kesucian Yerusalem tidak terjamah oleh orang Romawi yang dianggap kafir.  Maka mereka khawatir ketenangan ini akan terusik dengan banyaknya orang yang mulai percaya Yesus. Alarm bahaya mulai menyala dan mulai terjadilah konspirasi saat Imam Besar Kayafas menyatakan legalitas untuk melenyapkan satu orang demi keselamatan seluruh bangsa.  Penulis Yohanes menuliskan bahwa sejak saat itulah konspirasi melenyapkan Yesus dimulai.  Yesus dianggap menggoyang sendi sosial agama saat itu dan dikhawatirkan akan menimbulkan ketidak stabilan politis. Ada hal yang menarik dituliskan oleh penulis Yohanes bahwa ucapan Kayafas menjadi seperti nubuat untuk kematian Yesus, yang memiliki dampak yang universal.  Karena kematian-Nya akan mempersatukan kembali anak-anak0Nya yang tercerai berai (Yohanes 11: 52).  Memang Yesus datang untuk menderita dan mati untuk keselamatan orang yang mempercayainya, maka konspirasi yang nampak jahat itu ternyata menjadi alat untuk menggenapi rencana penyelamatan Allah.   Betapa agung dan besarnya Tuhan dalam rencana-Nya yang Ajaib, sehingga bahkan sesuatu yang keji seperti konspirasi ini dapat dipakai untuk menggenapi rencana-Nya.  Melalui hal yang negatif, Dia mengungkapkan segala kelemahan sekaligus memakainya untuk membuat perkara yang besar. Umat Allah juga tak lepas dari konspirasi-konspirasi yang bisa dihadapi kapan saja dan dalam kondisi apapun.  Yohanes 15:19 mengatakan bahwa para pengikut Kristus bukan lagi milik dunia, maka dunia membenci mereka.  Yesus sudah mengingatkan hal ini dua abad lalu, maka setiap umat perlu belajar bersandar kepada Dia yang membuat rencana kehidupan.  Hal yang buruk dapat dirangkai-Nya menjadi perkara yang memuliakan nama-Nya.  Mari hadapi semua dengan rasa percaya dan penuh penyerahan kepada Tuhan.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

TANPA PEDANG

Saudaraku, Injil Yohanes selalu menceritakan kisah yang berbeda dengan Injil yang lain.  ini adalah salah satu penggalan peristiwa yang dituliskan secara istimewa oleh Yohanes, sebuah penggalan kisah yang membuka fakta menarik tentang gaya pelayanan Yesus.  Mari renungkan Yohanes 10:40-42 Yesus selalu enggan secara langsung berkonfrontasi dengan orang-orang yang tidak setuju dengannya. Alkitab beberapa kali mencatat Dia menghindar kala orang mulai emosi saat mendengar penjelasan-Nya.   Ia tidak butuh pengakuan massa untuk kebenaran yang dikatakan-Nya apalagi sampai ia terlibat dalam pertikaian fisik.  Selebar-lebarnya perbedaan pendapat, Yesus menghindari kekerasan untuk membuktikan kebenaran perkataan-Nya.  Ia konsisten memegang prinsip: Orang yang menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang (Matius 26:52).   Itulah sebabnya saat terjadi keributan di serambi Salomo sebagaimana dikisahkan dalam Yohanes 10, Yesus pergi meninggalkan Bait Suci.  Ia menepi ke Yordan, tempat dimana ia dibaptiskan oleh Yohanes dan tinggal di sana beberapa hari.  Ia tak bersembunyi karena identitasnya diketahui oleh orang-orang di seberang Yordan.  Ia menepi dari keramaian, menjauh dari kemarahan massa yang menuduhnya sebagai penista agama.   Perjuangan Yesus BUKAN DENGAN JALAN PEDANG  dan ia tidak memperlengkapi pengikutnya dengan PEDANG.   Pada zaman ini ‘pedang’ terlalu banyak dipakai untuk memperjuangkan apa yang disebut dengan kebenaran sehingga melukai banyak orang dan meninggalkan bekas yang sulit disembuhkan.  Orang yang merasa dirinya benar berkonfrontasi dengan terbuka, mengunggah di media sosial, melabrak orang yang dianggapnya bersalah di depan banyak orang.  Tujuannya hanya satu yaitu pengakuan dari orang lain atau pembelaan netizen (bila ia mengunggahnya di media sosial).  Orang itu tak menyadari bahwa perbuatannya membawa dampak sosial yang luar biasa karena jejak digital tak akan pernah hilang. Saat Yesus menepi di Yordan, Yesus tidak istirahat karena justru banyak orang dari seberang yang percaya kepada-Nya.  Mereka melihat fakta bahwa Yesus sesuai dengan apa yang dinubuatkan oleh Yohanes.  Mungkin mereka mendengar sepak terjang Yesus dan mengikuti jejak pelayanan-Nya dan membuktikan kebenaran sehingga mereka percaya kepada Yesus.   Ironi bukan? Di pusat kesucian seperti Bait Allah, Yesus ditolak namun Dia diterima oleh orang yang berada jauh dari pusat kesucian.  Yohanes menuliskan fakta ironi bahwa Allah menyatakan kebenaran kepada orang-orang yang tidak diprioritaskan sebagaimana perkataan Yesus: Yang terdahulu akan menjadi terkemudian (Matius 19:30). Kebenaran seringkali memilih JALAN SENYAP  untuk memunculkan diri.  Perjuangan kebenaran itu perlu namun jalan kekerasan tak pernah ditorehkan oleh Yesus dalam menyampaikan Kabar Baik.  Selalu ada orang yang akan menerima kebenaran walau mereka bukan yang diharapkan untuk menerimanya.  Siapa pun mereka yang MENERIMA KEBENARAN,  akan menemukan SANG KEBENARAN.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

Respect GOD

MENGHORMATI ALLAH. Sahabat, Wahyu 4:10–11 menggambarkan sebuah adegan di surga: “Maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata: ‘Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan.’”  Kata yang diterjemahkan sebagai “puji-pujian” dan “hormat” kerapkali sering berhubungan dan digunakan secara bergantian di dalam Alkitab. Akan tetapi ada perbedaan tipis di antara keduanya. Kata yang seringkali diterjemahkan sebagai “terpuji” berarti “sesuatu yang memiliki nilai yang melekat dan pada hakikatnya”, sedangkan “hormat” berarti “nilai yang dipersepsikan; membuat atau menilainya sebagai mulia.”Terpuji adalah kualitas yang melekat kepada sosok yang dipermuliakan. Terpuji dapat diartikan sebagai cermin yang memantulkan sesuatu secara benar. Ketika kita dengan akurat mencerminkan karakter Allah, kita memuliakan atau memuji Dia. Memuji Allah adalah menghormati Dia sebagaimana ada-Nya. Alkitab menunjukkan berbagai cara menghormati dan memuliakan Allah. Kita mengindahkan-Nya dan mencerminkan karakter-Nya dengan bersuci diri secara seksual (1 Korintus 6:18-20), dengan berbagi dari pendapatan kita (Amsal 3:9), dan dengan cara hidup yang berabdi kepada-Nya (Roma 14:8).  Tidaklah cukup hanya menghormati Dia dengan cara yang terlihat. Allah menghendaki hormat yang berasal dari hati (Yesaya 29:13). Ketika kita bersuka cita kepada Tuhan (Mazmur 37:4), mencari-Nya di dalam segala yang kita lakukan (1 Tawarikh 16:11; Yesaya 55:6), dan membuat pilihan yang mencerminkan posisi-Nya di dalam hati kita, kita sedang menghormati-Nya. Pada hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Maleakhi dengan topik: “Respect God (Menghormati Allah)”. Bacaan Sabda diambil dari Maleakhi 3:13-18. Sahabat, pada masa Maleakhi, bangsa Israel mengalami kebingungan. Sepertinya, mereka menilai tidak ada perbedaan antara orang benar dan fasik. Antara orang beribadah dan yang tidak beribadah kepada Tuhan, nyaris sama saja. Apa respons Allah mendengar ucapan mereka? “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah… Bicaramu kurang ajar tentang Aku, …” (Ayat 13).Kenyataannya, kita memang menjumpai banyak orang fasik hidup berlimpah dan mujur ketimbang anak-anak Tuhan. Kita melihat koruptor maju terus, sementara orang yang melaporkan korupsi malah dipenjarakan. Banyak yang mulai merasa tidak ada gunanya hidup menjadi orang jujur di hadapan sesama. Akibatnya, cukup banyak orang percaya berpikiran sama seperti bangsa Israel. Tuhan merespons keras perkataan mereka yang kurang ajar. Alasannya, perbedaan yang diinginkan oleh bangsa Israel dengan bangsa-bangsa lain yang tidak beribadah kepada-Nya semata-mata pada persoalan jasmaniah.Tanggapan Maleakhi mulai dengan melaporkan perkataan orang-orang yang takut akan Allah (Ayat 16-18). Mereka saling menguatkan. Mereka mengingatkan bahwa Tuhan pasti mengingat dan memerhatikan bangsa (manusia) yang takut dan menghormati-Nya. Perkataan itu diteguhkan dengan firman dari Allah sendiri. Mereka yang menghormati Allah merupakan pewaris sejati identitas Israel sebagai milik kesayangan-Nya (bdk. Keluaran 19:5).Jadi, yang membedakan orang benar dan orang fasik ialah soal menjadi milik Allah. Itulah keuntungan menaati Allah. Jika di luar itu, kita pasti akan kecewa, seperti Israel pada masa itu. Akan tetapi, jika Allah yang dicari, perhatian dan kasih yang dicurahkan-Nya sudah cukup bagi kita.Sahabat, mari kita berdoa:  Ya Tuhan, berikanlah kami kebesaran hati untuk menerima kenyataan bahwa di sekeliling kami ada manusia yang hidup dengan tidak jujur. Bahkan, mereka tidak menghormati Tuhan sebagai pemilik kehidupan. Teguhkanlah hati kami untuk selalu setia dan menghormati-Mu sampai kami dapat berbuah seperti yang Tuhan kehendaki. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 17 dan 18? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Marilah kita terus berjuang dan berusaha untuk melakukan ibadah yang benar di hadapan TUHAN agar kita memperoleh berkat-Nya yang berkelimpahan. (pg).