NIKODEMUS SANG PEMBELAJAR
Saudaraku, seorang pembelajar dikenal gigih untuk terus menambah kualifikasinya: Dari tidak tahu menjadi tahu yang pada akhirnya mengubah cara dan wwasan hidupnya. Ia rela menempuh berbagai cara dan menantang dirinya sendiri untuk terus belajar. Injil Yohanes mencatat seorang PEMBELAJAR GIGIH bernama NIKODEMUS. Mari membaca dan merenungkan Yohanes 3:1-5. Nikodemus punya tiga hal yang menunjukkan keunggulan dirinya, yaitu: Ia seorang Farisi, satu lapisan masyarakat Yahudi yang menjadi pengamat, penegak dan pembela Taurat. Dengan menjadi Farisi, Nikodemus adalah seorang yang religius dan saleh. Ia juga diakui Yesus sebagai guru (Ayat 10). Ia adalah salah satu pemimpin Yahudi (Ayat 1). Nikodemus masuk dalam anggota Sanhedrin dan menjadi orang yang pendapatnya dipandang serius oleh masyarakat Yahudi. ia adalah seorang pembelajar. Tidak seperti Farisi lain yang kontra dengan Yesus dan memilih untuk menjauh, Nikodemus justru menemui Yesus dan berdiskusi denganNya walau Nikodemus memilih waktu malam hari dengan sembunyi-sembunyi. Nikodemus memandang Yesus memiliki status yang berbeda dari guru yang lain dan mengatakan Yesus adalah Utusan Allah karena tanda-tanda yang sudah dibuat Yesus (Ayat 2). Dengan melihat tiga hal ini maka kedatangan Nikodemus pada Yesus menjadi begitu istimewa dan percakapannya dengan Yesus menunjukkan kehausannya untuk belajar. Yesus sendiri tidak menghindari Nikodemus dan menanggapi semua pertanyaan dengan baik walau kadang kala Yesus sedikit mencela kekurangtahuan Nikodemus. Percakapan malam itu memengaruhi cara hidup Nikodemus hingga ia mampu bersuara ketika kawan-kawannya berusaha menangkap Yesus (Yohanes 7:50) dan bahkan Nkodemus secara terbuka hadir di Bukit Kalvari untuk memberikan penghormatan kepada mayat Yesus dengan memberi 30 kilo minyak gaharu (Yohanes 19:19, TB2). Nikodemus berani menyatakan rasa hormatnya secara terbuka setelah sekian lama ia diam-diam menjadi pengikut Yesus dan bahkan Bersama Yusuf Arimatea, ia mengurus mayat Yesus dan menguburkan mayat itu dengan layak. Pertemuan dan diskusi dengan Yesus malam itu telah mengubah karakter Nikodemus. Saudaraku, PEMBELAJAR adalah pribadi yang rendah hati karena ia selalu ingin terus mengejar pengetahuan dan siap berubah karenanya. Kerendahan hati dan kegigihan Nikodemus mencari kebenaran dalam diri Yesus, mengubah hidup orang Farisi itu. Belajar harus dimulai dengan kebutuhan, kegigihan mencari dan dengan rendah hati menerima ajaran. Kedahsyatan efek belajar dapat dirasakan bila hati telah siap untuk mendengarkan dan membangun ulang pemikiran. Mendengarkan Firman Tuhan dalam ibadah adalah saat belajar bagi jemaat dan membutuhkan kesiapan hati, rasa butuh, kegigihan dan kerendahan hati. Kalau seorang datang beribadah dengan perspektif kaku, prasangka, penolakan terhadap Firman, maka ibadah itu tidak akan mampu mengubah karakter sang pendengar. Saudaraku, mari BELAJAR untuk menjadi PEMBELAJAR dalam ibadah yang kita ikuti dan rasakan manfaat Firman yang dapat MENGUBAHKAN. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)
Semua langkah orang diawasi-Nya. Meme Firman Hari Ini.
PRASASTI HAGAI
Saudaraku, di salah satu gereja di Semarang saat dedikasi gedung gereja di tahun 1960 dibuatlah prasasti dari marmer dan ditempelkan di tembok. Teks prasasti diambil dari Hagai 1:8: “Jadi naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu; maka Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ, firman TUHAN.” Pemilihan ayat Alkitab di prasasti itu tentu sudah menjadi pergumulan Gembala Sidang, Ketua Majelis dan Panitia Pembangunan pada saat itu. Nah, yang agak aneh, karena umumnya gereja kalau membuat prasasti biasanya mengutip dari Yesaya 56:7: “… rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa”, atau ayat-ayat lain yang mirip, sedangkan prasasti dengan ayat Hagai 1:8 jelas mengingatkan warga jemaat di situ agar tetap membangun Rumah Tuhan, dan Tuhan akan berkenan. Aku coba bertanya-tanya mengapa ayat itu dipilih, tidak ada yang bisa memberikan latar belakangnya, bahkan di sejarah pendirian gereja juga tidak disebutkan kapan gereja didirikan, karena gereja ini rupanya tidak memerhatikan bidang pencatatan sejarah gereja, bahkan di websitenya pendirian gereja dituliskan berdasarkan visi penglihatan. Jadi asal mula pendirian gereja tidak diketahui jelas, meskipun di surat baptisan anak pertama di tahun 1960 gereja memakai nama Hwa Kiauw Kie Tok Kauw Hwee. Saudaraku, rupanya visi agar jemaat di situ tetap membangun Rumah Tuhan menjadi gema sepanjang masa bagi jemaat. Jumlah anggota jemaat yang sekitar 300-400 orang, bukan semuanya dari warga kelas atas, sering dalam perjalanannya kekurangan dana, dan gereja dibiarkan jemaat sedemikian saja. Seperti hingga tahun 1970 gereja tidak memiliki pompa air Sanyo, tapi tetap memakai pompa air engkol Dragon yang dipompa setelah memasukkan air pancingan, dan air dialirkan ke tangki atas. Sering kekurangan air kalau pas hari Minggu, dan toiletnya, maaf, mirip toilet di tempat-tempat umum pada umumnya. Suatu ketika seorang rohaniwan memasukkan persembahan dan menulis di amplop sebagai perpuluhan, nilainya Rp 12.500. Itu berarti honor rohaniwan sebesar Rp 125.000. Kontrakannya di gang sempit dan kendaraan dinasnya sepeda merk Butterfly. Aku lihat saat itu beberapa orang anggota jemaat agak marah mengapa kondisi SDM gereja kok begitu. Gaji terlalu mepet, tentu tidak bisa membeli buku-buku referensi untuk bahan khotbah. Namun Tuhan rupanya juga menjaga gedung gereja-Nya, hingga jarang terjadi adanya bocor atap ataupun cat tembok yang terkelupas, tapi pencuri masuk pernah ada dan speaker gereja lenyap. Aku perhatikan lagi, jika ada anggota jemaat yang berkecukupan dan dia memberikan persembahan bagi gereja untuk renovasi atau pembangunan, eh ternyata gerakan dari perseorangan ini segera didukung anggota-anggota lainnya, jadi potensi dana sebenarnya ada. Aku perhatikan lagi, ternyata anggota-anggota jemaat yang mau mempersembahkan uangnya untuk gereja malahan nampak usaha bisnisnya semakin maju, jadi benarlah visi di prasasti bahwa siapa yang membawa kayu dan membangun Rumah Tuhan, maka Tuhan akan berkenan kepadanya dan berkat dicurahkan. Dahulu aku masih muda, duduk di kelas Sekolah Minggu, Remaja dan kemudian Pemuda, namun aku bisa melihat upaya-upaya anggota jemaat dalam menjaga kelangsungan gereja di situ. Namun setelah puluhan tahun kemudian aku bisa melihat bagaimana janji Firman Tuhan digenapkan khusus bagi orang-orang anggota jemaat di situ yang percaya dan mau melaksanakan mandat Firman Tuhan yang ditulis di Kitab Hagai 1:8, hingga hari ini. Saudaraku, Firman Tuhan adalah kekal. Kitab Hagai ditulis sekitar tahun 520 SM sesaat setelah orang-orang Israel kembali dari pembuangan di Babel. Saat itu Tuhan menghendaki adanya Pembangunan Bait Allah, dan Firman ini disampaikan kepada Zerubabel dan Iman Besar Yosua yang menjadi pemimpin orang Israel. Mereka taat untuk membangun kembali Bait Allah. Ribuan tahun kemudian, hingga tahun 1960 amanat pembangunan itu dipilih dan ditulis dalam prasasti pembangunan gereja, dan JANJI TUHAN TETAP BERLAKU bagi jemaat-Nya hingga kini. (Surhert).