SEPASANG TAPI TIDAK SEIMBANG

Saudaraku, diantara sekian banyak ajaran dan perintah Musa untuk kekudusan hidup orang Israel setelah keluar dari penjajahan Firaun, menurutku ada satu perintah yang kurang lazim : “Janganlah engkau membajak dengan lembu dan keledai bersama-sama.” (Ulangan 22:10) Mungkin saat itu orang Israel lebih paham beternak karena tinggal di tanah Gosyen yang cocok untuk peternakan. Bisa juga mereka sebagai budak kerja rodi untuk pembangunan di Mesir malahan sudah mendapatkan ransom harian. Jadi orang Israel kurang paham dalam membajak sawah atau ladang. Mengapa lembu atau sapi dan keledai tidak boleh dipasangkan kuk (luku) atau kayu pasangan yang ditaruh di pundak untuk membajak? Jelas, sapi berjalan dengan kecepatan rata-rata 3,2 km perjam, hewan memamah biak,  maka sepanjang jalan mulutnya akan komat-kamit mengolah kembali rumput yang sudah masuk ke perutnya. Sedangkan keledai rata-rata berjalan 5,6 km perjam dan keledai akan berjalan dengan menoleh kanan-kiri untuk melihat rumput yang langsung dimakan. Jadi keledai maunya jalan cepat maju ke depan mencari makanan, sedangkan sapi jalannya lambat sambil mengunyah, jadinya keledai akan marah-marah kepada sapi dan menyeret-nyeret agar berjalan maju lebih cepat. Selain itu dua kecepatan jalan sapi dan keledai yang digabungkan bukan menjadi (3,2+5,6)/ 2 = 4,4 km perjam, tapi malahan mungkin menjadi 50% nya atau sekitar 2,2 km perjam, akan sangat lambat, apalagi kalau ladangnya terendam air. Perhatikan pula, dalam satu rangkaian rantai besi yang bagus, jika di dalam rangkaiannya ternyata ada logam lain seperti kawat,  maka titik yang beda ini menjadi titik terlemah dan mudah putus. Ini memberikan pelajaran bahwa penggunaan binatang, mesin atau karyawan yang tidak seimbang keahlian dan kemampuannya malahan akan membuat proses produksi menjadi lambat. Saudaraku, ketika aku sedang merenungkan ayat di atas, aku diingatkan kepada pesan rasul Paulus kepada jemaat di Korintus: ““Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?” (2 Korintus 6:14-15) Paulus memberikan nasihat kepada orang percaya agar berhati-hati dalam memilih pasangan hidup atau mitra dalam berbagai konteks kehidupan, termasuk pernikahan. Ayat tersebut menekankan prinsip penting dalam menjalin hubungan, yaitu prinsip ketidakseimbangan antara kebenaran dan kedurhakaan.  Paulus menulis ini untuk mengingatkan jemaat tentang pentingnya memilih mitra atau pasangan yang memiliki nilai-nilai dan keyakinan yang sejalan dengan ajaran Kristen. Prinsipnya adalah bahwa orang percaya seharusnya tidak membentuk keterikatan yang erat dengan mereka yang tidak percaya atau hidup dalam kegelapan moral dan rohaniah. Kehidupan yang tidak seimbang dengan prinsip-prinsip kebenaran Kristen dapat memengaruhi iman dan kesetiaan orang percaya. Dalam konteks budaya dan keadaan masyarakat pada waktu itu, ada banyak godaan dan pengaruh dari lingkungan sekitar yang dapat membawa orang percaya ke jalan yang salah atau menggoyahkan iman mereka. Oleh karena itu, Paulus menekankan perlunya menjaga integritas spiritual dan moral dengan memilih pasangan atau mitra yang sejalan dengan nilai-nilai Kristiani. Prinsip yang terkandung dalam ayat tersebut relevan dalam konteks spiritual dan moral, dan bisa diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan personal dan profesional. Ide utamanya adalah agar orang percaya memilih mitra atau pasangan yang memperkuat dan mendukung iman dan kebenaran, bukan sebaliknya. (Surhert). 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Saudaraku, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), nama yang selalu disebut bila terjadi bencana, dibentuk sesuai UU No 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana. Melihat adanya potensi bencana-bencana yang dapat menimpa negara, sejak 20 Agustus 1945, 3 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, para pendiri Negara Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP), dan di tahun-tahun berikutnya badan ini lingkup tugasnya diperluas hingga adanya BNPB. Potensi penyebab bencana dapat dikelompokkan dalam tiga jenis bencana, yaitu: Satu, Bencana alam, termasuk wabah dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa yang menabrak bumi. Dua, Bencana Non Alam  yang disebabkan manusia, termasuk ledakan nuklir dan pencemaran lingkungan. Tiga, Bencana Sosial,  antara lain kerusuhan dan konflik sosial dalam masyarakat. Banyak bencana yang kejadiannya sering berulang dan lokasi kejadiannya di wilayah tertentu, seperti bencana Tsunami di pantai-pantai Jepang bagian timur, Tornado di wilayah Amerika Tengah, banjir di wilayah aliran sungai tertentu, dan lain-lain.  Banyak pemerintah di dunia yang dapat memperkirakan potensi bencana ini dan membuat aturan dan tindakan yang bisa meminimalisir kerugian, antara lain aturan tentang konstruksi bangunan tahan gempa, membuat waduk, tanggul dan mengatur aliran sungai, dan lain-lain, bahkan baru-baru ini pemerintah Turki mengadili para kontraktor yang gedung-gedung dibangunnya roboh karena salah konstruksi. Akhir-akhir ini terjadi berbagai bencana di beberapa wilayah di negara kita, oleh karena itu aku mengajak Saudara untuk merenungkan pesan rasul Paulus kepada jemaat di Galatia: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Galatia 6:2). Jika terjadi bencana di suatu wilayah, otomatis gereja-gereja yang ada di wilayah itu juga terdampak, entah itu rusak kena gempa atau kebanjiran, warga jemaat juga ikut menderita akibat bencana.  Perlu kita lakukan berbagai persiapan menghadapi bencana yang kemungkinan ada, atau tidak pernah ada, jadi kita juga dapat berpikir luas untuk membantu warga di tempat lain yang terdampak bencana sebagai kepanjangan tangan kasih Tuhan.  Sering kita tidak mempersiapkan sebelumnya, baru setelah ada bencana dibentuklah panitia untuk membantu, jadi tindakan pertolongan pertama baru dapat dilakukan beberapa hari,  bahkan beberapa minggu kemudian. Apakah karena tidak ada anggaran yang tersedia maka tidak dapat bergerak cepat? Saudaraku, mari dengan rendah hati dan kesadaran diri, kita meninjau bersama: Dalam satu tahun, Gereja mendapatkan kolekte dari jemaat dalam 52 kali Kebaktian Umum (KU) Minggu, ditambah 3 kali Kebaktian Hari Raya Gerejawi: Natal, Jumat Agung, Kenaikan Yesus dan 1 kali Kebaktian Tutup Tahun dan 1 kali Kebaktian Tahun Baru, total ada 57 Kebaktian Umum yang merupakan potensi penerimaan kolekte. Bahkan kalau dalam 1 hari Minggu ada beberapa KU ya penerimaan kolekte lebih banyak lagi.  Nah, dalam 1 tahun ada 4 kali hari Minggu kelima, aku usulkan bagaimana kalau dalam KU Minggu V  semua kolekte dialokasikan untuk “Kas Tanggul Bencana”.  Coba kita berhitung: 4KU/57KU, hanya 7%-10% dari penerimaan per tahun. Dana ini sebaiknya dimasukkan dalam rekening terpisah dari rekening operasional gereja lainnya. Juga sumbangan-sumbangan yang ditujukan untuk membantu aksi Tanggul Bencana dimasukan dalam kas khusus ini. Dengan demikian gereja dapat bergerak cepat untuk memberi pertolongan kepada para korban bencana,  khususnya yang berada di radius dekat dengan gereja kita. Selain itu tentunya Gereja perlu melatih para pemuda untuk menjadi kader Taruna Siaga Bencana (Tagana), Dengan demikian para pemuda gereja dapat turut aktif dalam penanggulangan bencana. Saat terjadi bencana Tuhan juga menolong anak-anak-Nya, pertolongan bukan datang dari langit, tapi melalui diri kita yang membuka diri dipakai oleh Tuhan. Saudaraku, dengan bertolong-tolongan dalam melewati berbagai tantangan hidup, kita dapat menolong untuk saling menguatkan dan mendukung satu sama lain di tengah masa-masa yang sulit. Melalui kepedulian dan kasih Kristus yang ditunjukkan kepada sesama, kesulitan, kesesakan, dan himpitan  hidup yang dialami sepatutnya mendekatkan kita kepada Kristus dan kepada satu sama lain, dan bukannya membuat kita terkucil sendirian di tengah penderitaan. (Surhert)

The Way To Life

RENDAH HATI. Sahabat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rendah hati adalah kata sifat yang berarti tidak sombong atau tidak angkuh. Secara umum arti rendah hati adalah orang yang memiliki sifat baik hati, suka menolong dan juga peduli terhadap sesama. Dikutip dari buku “Pengembangan Karakter untuk Anak” oleh John Garmo, kerendahan hati adalah kualitas karakter yang sengaja menempatkan diri pada kondisi yang lebih rendah. Dengan demikian, kita bisa memberikan penghargaan kualitas yang lebih kepada orang lain. Kata kerendahan hati (humility) berasal dari bahasa latin humalitas yang berarti garis terendah atau sikap tunduk. Sikap ini bisa kita dapatkan dengan cara berlatih dan terus belajar. Sahabat, menjadi rendah hati adalah mengenali dengan penuh syukur kebergantungan kita kepada Tuhan. Menyadari bahwa kita memiliki kebutuhan tetap akan dukungan Tuhan. Kerendahan hati adalah suatu pengakuan bahwa bakat-bakat dan kemampuan kita adalah karunia dari Tuhan.  Hal itu bukan tanda kelemahan, rasa malu, atau minder; itu merupakan pertanda bahwa kita mengetahui di mana letak kekuatan sejati. Kita dapat menjadi rendah hati dan tidak takut. Kita dapat menjadi rendah hati serta berani. Yesus Kristus adalah teladan kerendahan hati terbesar. Selama pelayanan-Nya di dunia,  Dia senantiasa mengenali bahwa kekuatan-Nya datang karena kebergantungan-Nya kepada Bapa-Nya. Dia berfirman: “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; …  Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yohanes 5:30). Tuhan akan menguatkan kita sewaktu kita merendahkan diri di hadapan-Nya. Yakobus mengingatkan:  “Allah menentang orang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu” (Yakobus 4:6, 10). Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Zefanya dengan topik: The Way to Life (Jalan Menuju Kehidupan)”. Bacaan Sabda diambil dari Zefanya 2:1-3. Sahabat, saat ini, sikap individualistis terasa sangat kuat, banyak orang cenderung mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan bersama. Keinginan untuk diakui, lebih kuat daripada keinginan untuk hidup bersama sebagai manusia yang setara.  Untuk mencapai hal tersebut, orang lain tidak lagi dipandang sebagai subyek yang juga patut untuk dihargai. Hidup yang demikian tentu tidak akan membawa ketenangan, tetapi justru kerisauan yang tidak berkesudahan. Kepada umat-Nya, nabi Zefanya menyerukan ajakan untuk bertobat. Uniknya, ajakannya ini diserukan kepada orang-orang yang rendah hati. Hal ini tentu bukan tanpa maksud, tetapi karena hanya orang-orang yang rendah hati sajalah yang dapat melihat kesalahan dan kekurangannya, sehingga mereka akan selalu mencari Tuhan dan mengarahkan hidupnya hanya kepada Tuhan.  Di sisi yang lain, nabi Zefanya juga menunjukkan, bahwa hanya orang-orang yang rendah hatilah yang dapat menemukan jalan menuju kehidupan yang sejati, yakni dengan senantiasa mengupayakan keadilan bagi sesama. Dengan demikian, maka Allah akan melindungi mereka, serta membebaskan mereka dari hukuman-Nya. Sahabat, nabi Zefanya mengajarkan bahwa dengan bersikap rendah hati, maka kita akan menjadi pribadi yang bijaksana. Artinya, kita dapat melihat dengan mata terbuka bahwa kita hanyalah manusia yang kecil, sehingga kita dapat menjalani kehidupan yang sejati dengan senantiasa berserah kepada Tuhan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami tentang rendah hati? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Hanya orang yang rendah hati yang dapat menemukan hidup yang sejati. (pg).