LAKI-LAKI PEMBAWA KENDI YANG MISTERIUS

Saudaraku, selalu ada orang di balik layar untuk sebuah acara.  Ia tidak terlihat, tidak tercatat dan bahkan tidak sempat menjadi fokus perhatian namun memegang peranan yang penting.  Ada seorang laki-laki misterius yang mengambil peranan penting dalam peristiwa Perjamuan Terakhir yang terkenal itu dan mari renungkan peranannya dalam Lukas 22:7-13. Pesan Yesus untuk Petrus dan Yohanes menemui dan mengikuti seorang laki-laki yang membawa kendi berisi air sudah terlihat janggal karena biasanya perempuanlah yang memanggul kendi.  Hari itu menjadi luar biasa untuk para murid.  Laki-laki itu sendiri membawa kendi entah untuk keperluan apa, namun saat Petrus mengatakan bahwa Sang Guru ingin memakai rumahnya untuk makan perjamuan Paskah, laki-laki itu memperbolehkan rumahnya untuk dipakai dan bahkan ia memperlengkapi lantai atas rumahnya dengan perabot dan peralatan untuk  Perjamuan Paskah.   Ia menyambut ramah para murid sebagaimana orang Yahudi yang lain.  Memang di kalangan orang Yahudi  tradisi menerima tamu adalah sebuah kewajiban  dan bahkan bisa disebut dengan kehormatan.  Menyambut tamu bagaikan menyambut Malaikat seperti kisah Abraham yang menerima para malaikat di rumahnya (Kejadian 18:1-5).   Ia hanya menyambut para murid dan menyediakan keperluan Perjamuan Paskah untuk Yesus dan rombongannya.  Namun perannya penting karena di ruangan atas rumah orang itulah terjadi peristiwa pembasuhan kaki, pemberian perintah baru untuk mengasihi dan bahkan  pengkhianatan Yudas kepada Yesus terungkap di sini.  Nama lak9i-laki pembawa kendi itu tetap tidak disebutkan namun ia memberi sumbangsih yang besar dalam rangkaian Kisah Paskah yang akan diingat sepanjang zaman. Menjadi orang di belakang layar bukanlah hal yang mudah.  Setiap orang ingin disadari eksistensinya dan berusaha menampilkan diri agar dikenal dengan mengangkat segala kebaikan dan karyanya di depan banyak orang.  Setidaknya namanya tercantum dalam daftar yang bisa dilihat orang, itulah yang banyak diperjuangkan.  Namun dalam kisah yang menjadi perenungan ini, Lukas menuliskan bahwa di balik berbagai peristiwa besar ada peran dari laki-laki misterius pembawa kendi  sekaligus pemilik rumah yang lantai atasnya dipakai oleh rombongan Yesus.   Mengerjakan segala tugas dengan sepenuh hati, rela dan tulus menjadi kunci untuk menjadi pribadi di balik layar.  Tidak perlu minder dengan situasi ini karena biasanya orang seperti ini justru memegang peranan penting dalam sebuah peristiwa atau keberhasilan seseorang.   Saudaraku, kerjakan saja tugas dan kewajiban seperti untuk Tuhan, besar ataupun kecil sebagaimana nasihat Paulus kepada para hamba di Kolose: “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3:23).   Mari lakukan semua dengan sepenuh hati walau tak seorang pun mengingatnya. Tuhan melihat dan akan mencatatnya dalam Buku Kehidupan.  Lakukanlah semua untuk Tuhan, bukan untuk manusia. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

SIAPAKAH SESAMAKU?

Ini kisah dari rumah sakit, pasien satu kamar di bangsal 6 bed. Kemarin malam ada pasien dalam keadaan tidak sadar diangkut ke kamar, dari bagian UGD sudah dipasangi oksigen. Siangnya ada seorang bapak tua datang dengan wajah letih, dari Cilacap. Ternyata yang dirawat anaknya, jadi sopir travel borongan ke Jakarta.  Nyetir beberapa jam nonstop tanpa digantikan, setelah antar penumpang, sangat capai, tidur di mobil pakai AC hampir semalam. Nah tahu-tahu ditemukan sudah pingsan. Oleh teman-teman di pangkalan dibawa ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadar, bapaknya ditelepon supaya datang. Ayahnya datang seorang diri, kebingungan, anaknya digoyang-goyang diteriakin tidak menjawab. Ini anak pertamanya, usia 21 tahun. Di Jakarta tidak punya siapa-siapa.  Anaknya 2 orang, yang kedua seorang anak perempuan, sedang belajar di SMK.  Anak pertamanya sudah memberikan cucu 2 orang. Cucunya kembar, perempuan dan laki-laki, berusia 3 tahun. Pasien dari sejak masuk sampai sekarang pakai oksigen, tidak ada pergerakan sama sekali, kata ayahnya tidak  ada respons, jantung bermasalah. Semakin siang, Sang Ayah semakin nampak bingung. Seorang ibu yang menjaga suaminya di bangsal mendengar cerita Sang Ayah, tergerak memberikan sejumlah uang sambil menyeka mata. Sang Ayah menerima uang dengan tangan sangat bergetar, namun tidak terucap kata-kata dari mulutnya, karena Sang Ibu yang memberikan uang dari etnik berbeda dan sama sekali tidak dikenalnya. Lalu ada beberapa keluarga pasien lainnya yang turut memberikan uang. Sang Ayah nampak semakin menangis, beberapa kali tangannya ditengadahkan ke langit, berdoa … Si ibu kembali kepada suami yang dijaganya, masih menangis, anak kembar Pak Sopir masih kecil-kecil, bagaimanamana nantinya? Suaminya yang sedang sakit menepuk-nepuk tangannya, dan berujar lirih, “Pemberianmu sangat berarti bagi Pak Sopir dan keluarganya.”  Si Ibu tadi mengusulkan ke Sang Ayah agar anaknya dibawa pulang ke desa saja sebab perawatan di RS akan sangat mahal dan kondisi pasien tidak sadarkan diri, mungkin dirawat di desa bisa cepat siuman. Sang Ayah lalu diajak seorang keluarga pasien lainnya ke bagian admin, dan bilang minta keluar dari RS dengan ambulan disewa sendiri. Suster datang ke kamar melihat kondisi pasien, tidak ada perubahan. Kemudian ada seseorang dari bagian admin yang membawa dokumen, menjelaskan SOP pasien pulang. Dia berkata cukup keras, semua dengar: “Bapak, ini pasien masuk dalam kondisi tidak sadar, koma, sekarang akan dibawa dengan ambulan sendiri ke Cilacap atas permintaan keluarga. Ada risiko kekurangan oksigen di jalan atau meninggal dunia, jadi ini di luar pelayanan rumah sakit dan menjadi risiko sendiri. Silakan bapak tandatangan di surat pernyataan ini”  Entah pakai meterai atau ndak. Kemudian admin memberikan surat keterangan untuk pengurusan pembayaran di kasir. Ambulan datang jam 10 malam, beberapa rekan sopir ikutan datang, menghibur Sang Ayah yang beberapa kali menunjukkan gestur berdoa. Entah jam berapa nantinya baru tiba di desa, kondisi anaknya juga tidak tahu lagi. Menyusuri jalan tol dan jalan negara yang gelap. Entah berapa ratus kilometer dari Jakarta ke Cilacap, segala kemungkinan bisa terjadi. Saudaraku, inilah kenyataan hidup, sesuatu yang tidak diinginkan bisa terjadi mendadak. Ketika aku sedang menggumuli hal tersebut, ada suara lembut berbisik di hatiku: “Sur, renungkanlah perumpamaan Orang Samaria Yang  Murah Hati”. Maka segera aku membaca dan merenungkan Injil Lukas 10:25-37.  Saudaraku, Tuhan Yesus Kristus menunjukkan melalui sebuah perumpamaan, bahwa orang yang darinya kita butuh perbuatan baik mereka dan yang siap membantu kita dengan perbuatan baiknya, tidak bisa tidak harus kita anggap sebagai sesama manusia kita.  Sama halnya juga, kita harus memandang sebagai sesama kita, semua orang yang memerlukan perbuatan baik kita dan yang perlu kita bantu dengan kebaikan hati kita, meskipun mereka bukan seetnik, bukan sebangsa dan bukan seagama dengan kita. Saudaraku, bagaimana dengan kita di Zaman Now:  Siapakah sesamaku manusia? Jawabannya jelas adalah semua orang, semua manusia. Tetapi Tuhan Yesus tentu hendak mengingatkan kepada si ahli Taurat, sekaligus kini mengajarkan kepada kita  bahwa orang-orang Samaria bukan orang kafir, melainkan jauh lebih luhur daripada para ahli taurat, imam dan pemuka Yahudi lainnya dalam konteks perumpamaan tersebut. Inti perumpamaan tersebut adalah: Tiap-tiap orang yang melihat orang lain dalam kesusahan, harus merasa dirinya sebagai sesama-manusianya dan wajib menolong dia, bahkan walaupun ia dipandang sebagai musuh. Konfirmasi kebenaran firman ini, kita tarik dari jawaban si ahli Taurat sendiri:  “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.”  (Ayat 37).  Saudaraku, mari mengasihi Allah dan mengasihi sesama kita manusia. Siapakah sesamaku manusia itu? Sekarang pasti kita sudah bisa lebih mantap menjawab dan melakukan dalam perbuatan nyata. (Surhert).