MEMBUAT BUTA MATA

Hukuman dengan membuat mata menjadi buta tercatat di kitab 2 Raja-raja 25:5-7. Tentara Kasdim mengejar raja dari belakang dan mencapai dia di dataran Yerikho; segala tentaranya telah berserak-serak meninggalkan dia. Mereka menangkap raja dan membawa dia kepada raja Babel di Ribla, yang menjatuhkan hukuman atas dia.  Sebelum mata Raja Zedekia dibutakan atau dibuat buta, kita membaca Zedekia berumur 21 tahun dan menjadi raja di Yerusalem selama 11 tahun. Setelah dikepung tentara Nebukadnezar hampir selama 2 tahun, kelaparan merajalela dan tidak ada lagi makanan, rakyat membelah tembok kota dan melarikan diri, termasuk Zedekia.  Ternyata Zedekia tertangkap, dia harus melihat anak-anaknya disembelih tentara Nebukadnezar, kemudian matanya dibuat buta.   Di akhir hidhupnya,  Zedekia  hanya menyaksikan rakyat kelaparan, kepiluan anak-anaknya disembelih, dan kemudian dia tidak bisa melihat apa pun, karena matanya dibuat buta, dibelenggu dan digelandang ke Babel dengan rantai tembaga yang berat. Saudaraku, hukuman membuat mata buta juga dialami Simson (Hakim-Hakim 16). Setelah dibuat mabuk asmara oleh Delila, diajak tidur, ternyata Simson digunduli hingga lambang kekuatannya lenyap. Ketika terbangun Simson tidak sadar bahwa Tuhan telah meninggalkan dia, dengan mudah ditangkap orang Filistin, mencungkil kedua matanya dan diborgol dengan dua rantai tembaga, kemudian dalam kondisi buta dimasukkan penjara dan memutar kilangan gandum yang biasa dilakukan oleh sapi. .  Memang membuat mata seseorang menjadi buta merupakan suatu kebiasaan yang sering dilakukan para penguasa terhadap musuh-musuhnya. Bukan saja di zaman Filistin, Babel, bahkan di zaman Kerajaan Yunani dan Romawi hukuman yang kejam ini dilaksanakan.  Di Google kita membaca, dalam pertempuran Kleidon tahun 1014, Kaisar Bizantium Basil II menangkap beberapa ribu tentara Bulgaria, dikelompokkan per 100 orang dan membutakan 99 orang di setiap kelompok. Satu orang tawanan terakhir hanya memiliki satu mata yang dicungkil, dan diperintahkan untuk memimpin teman-teman mereka yang buta kembali ke asal kota kerajaannya. Belum seratus tahun lalu Hitler dan komandan-komandannya yang tidak berperikemanusiaan menyembelih jutaan tawanan di kamp-kamp konsentrasi dengan cara dijadikan sebagai berbagai percobaan, penggunaan gas racun, zat kimia berbahaya, uji coba peluru, juga tubuh yang dipretelin hidup-hidup untuk diteliti. Saudaraku, setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945 mulailah negara-negara membahas tentang perlakuan terhadap tawanan perang. Pada tanggal 12 Agustus 1949 menghasilkan “Konvensi Jenewa mengenai Perlakuan terhadap Tawanan Perang”, dalam Bagian II GENERAL PROTECTION OF PRISONERS OF WAR Artikel 13 menyebutkan tawanan perang harus selalu diperlakukan secara manusiawi …. Secara khusus, tawanan perang tidak boleh dijadikan sasaran mutilasi fisik atau percobaan medis atau ilmiah dalam bentuk apa pun yang tidak dibenarkan … dan seterusnya. Ada kesepakatan oleh PBB, tapi dalam kurun 50 tahun sesudahnya, bahkan hingga kini, terjadi berbagai perang, kerusuhan rasial, dan lain-lain dan tetap ada perlakuan yang sangat kejam terhadap musuh dan para tawanan. Saudaraku, Festo Kivengere, seorang pemimpin Anglikan Uganda pernah ditanya oleh seorang wartawan, “Apa yang akan Anda lakukan seandainya Anda duduk di hadapan Idi Amin, sang diktator kejam itu, dengan sepucuk senjata di dekat Anda?” Jawaban yang muncul kemudian sungguh mengejutkan, karena Festo berkata bahwa ia akan memberikan senjata itu kepada Idi Amin, sambil berujar, “Saya rasa senjata ini seharusnya milik Anda. Senjata saya adalah KASIH.” Tuhan berbicara kepadaku melalui surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, yang terdapat di surat Roma 12:17-21. Khususnya surat Roma 12:17 dan 21 sangat kuat menggema di hatiku:  “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” Kejahatan tampak menarik pada awalnya, bahkan memuaskan jiwa manusia yang melakukannya. Namun, dampak yang dihasilkan oleh TINDAKAN KASIH  jauh melebihi kesenangan atau kepuasan semu yang dihasilkan oleh perbuatan jahat. Orang yang bijak tak hanya memahami perkara ini, tetapi sanggup memutuskan untuk MENJAUHI KEJAHATAN  dari hidupnya.  Saudaraku, ketika kita harus memilih berbuat jahat atau mengasihi, PILIHLAH MENGASIHI ORANG LAIN! (Surhert).

Oh … PRIDE

Saudaraku karena sesuatu hal, aku mesti dirawat di rumah sakit selama 3 hari. Kamar semuanya penuh dan aku mendapat ranjang yang kosong  di ruang yang berisi  6 orang. Pasien di sebelahku berumur sekitar 50 tahun,  sudah koma dan ngorok. keluarganya nangis-nangis sepanjang hari, terutama istrinya, jelas terdengar isak tangisnya dari balik sekat gorden. Saat dia tidak menangis, aku bisa bertanya siapa yang sakit. Suaminya mantan manajer bank asing terkemuka. Nah bank ini diakuisisi bank lain, dia pindah ke bank asing lainnya. Eeeh ternyata beberapa waktu kemudian juga diakuisisi bank lain. Berhubung usianya sudah mendekati 50 tahun, pengalamannya di bank lama tidak bisa dipakai di tempat baru, ya dia kena  PHK. Jadi manajer bank asing sedemikian lama tentu berlimpah segala fasilitasnya, ikutan main golf dibayarin kantor, fasiltas mobil SUV, pride (kebanggaan) akan pekerjaan dan lingkungan kantor sangat tinggi, hingga mungkin waktunya untuk keluarga sangat sedikit.  Anak laki-laki tunggalnya ternyata menjadi musuh dalam selimut, eeh musuh keluarga. Sesuatu yang diharap-harapkan berbeda dengan kenyataan. Dengan orangtuanya yang sepuh juga tidak akrab, apalagi hormat, mungkin karena terlalu sibuk di pekerjaan hingga tidak sempat menengok papa mamanya. Juga mungkin istri kurang diperhatikan, sehingga istri memelihara 3 kucing impor, 2 ras Persia dan 1 ras dari UK. Dia selalu bercerita bagaimana lucu-lucunya si tiga kucingnya, yang mesti makan makanan khusus untuk kucing impor,  dan sering dibawa ke dokter hewan. Oh …  Pride yang tinggi, mendadak hilang saat PHK. Sementara di rumah tidak ada orang dekat yang memerhatikan. Maka mulailah segala penyakit timbul: Diabetes, ginjal, jantung, jatuh di kamar mandi sehingga kuku kaki berdarah-darah dan kuku yang menjadi biru hitam mesti dikelupas dokter. Masuk RS dalam kondisi setengah sadar, lalu ngorok, obat dan  makanan mesti dimasukan pakai alat selang nasogastrik atau Nasogastric Tube (NGT), biasa dikenal dengan istilah sonde, yang mesti diplester di sisi wajah dekat dengan hidung. Dokter jaga bilang dia koma, karena saat diteriakin namanya tidak ada reaksi. Laki-laki hampir 50 tahun, kebanggaannya  sedemikian tinggi, maka bagaikan bintang di langit mendadak jatuh ke bumi seperti meteor dan hilang lenyap di malam gelap. Stress, dan penyakit bertubi-tubi datang, cepat atau lambat, satu demi satu selama 6 bulan terakhir. Tuhan dengan kasih-Nya selalu mengingatkan kita: Kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (Yakobus 4:14).  Ada pride yang sedemikian tinggi, mendadak menjadi uap yang sebentar saja lenyap. Manajer HRD di kantor hanya ikutan perintah atasan untuk memberikan pesangon, dan jabatan yang ditinggalkan segera diganti orang baru, sebab antrian jabatan posisi bagus pasti diincar dan ditunggu-tunggu oleh puluhan orang, dan semuanya berlomba untuk mendapatkannya, dengan berbagai cara. Orang yang bekerja memang ada batas usianya. Orang Lewi di PL bertugas mulai usia 30 tahun hingga berhenti di usia 50 tahun. Di pemerintahan umumnya pensiun umur 55 tahun, jadi pas umur ke-55 justru hadiah HUT-nya berupa surat ucapan terima kasih alias pemberhentian. Juga yang jadi pendeta, di usia sekitar 60 tahun malahan menerima penghargaan dan upacara untuk menjadi pendeta emiritus, artinya lepas dari semua jabatan struktural di gereja.  Hidup yang sebenarnya mesti gimana ya. Kerja keras tiap hari mesti mendapatkan prestasi, tapi juga tidak boleh melupakan keluarga apalagi istri dan anak. Bukan itu saja, mesti harus bisa ikutan pelayanan di gereja agar bisa melihat kasih Allah kepada jemaat-Nya, apalagi bisa ikutan tim perkunjungan ke orang sakit, orang susah, orang tua yang kesepian karena anak-anaknya  tidak memerhatikan lagi. Saudaraku, sejenak aku tertunduk, di hatiku terdengar suara lembut berbisik:   “Karena siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia, yang ditempuhnya seperti bayangan? Siapakah yang dapat mengatakan kepada manusia apa yang akan terjadi di bawah matahari sesudah dia?” (Pengkhotbah 6:12)  Saudaraku, kisah-kisah pride seperti pasien di sebelahku itu sering dikhotbahkan di gereja. Tuhan izinkan aku benar-benar melihat dan mendengarnya langsung di rumah sakit, hari ini. Semoga kita bisa mengambil hikmatnya dan mempersembahkan waktu,  tenaga, dan harta terbaik yang kita miliki untuk Tuhan. Mumpung masih ada kesempatan. (Surhert).