Sharing Makes Us More Capable

HIKMAT ITU PEMBERIAN. Sahabat, apa yang kita minta kepada Tuhan dengan rendah hati dan ketulusan pasti akan kita dapatkan. Ungkapan tersebut menggambarkan apa yang dialami oleh raja Salomo. Dalam upaya memerintah kerajaannya, Salomo memiliki banyak tantangan untuk mempersatukan 10 suku yang ada di Utara dan 2 suku yang ada di Selatan. Bukan hanya itu, Israel juga memiliki ancaman dari kerajaan lain seperti Mesir dan Kerajaan yang ada di Timur. Tantangan dan ancaman tersebut mendorong Salomo sebagai raja untuk mengatasi hal tersebut. Oleh sebab itu ia harus memiliki karakter dan jiwa kepemimpinan yang mumpuni. Dalam dunia perjanjian Lama, Salomo dikenal sebagai raja yang bijak dan berhikmat, bahkan tidak ada yang mampu menandingi hikmat yang dimilikinya. Pertanyaan yang paling mendasar adalah dari mana Salomo mendapatkan hikmat tersebut? Kalau kita kembali mencermati 1 Raja-raja 3, di sana kita akan menemukan perjumpaan Salomo dengan Tuhan dalam sebuah mimpi. Pada saat itulah ia minta hikmat. Dengan demikian jelas bahwa hikmat Salomo diperoleh dari Allah melalui doanya. Apa yang dialami oleh Salomo bisa juga kta alami yaitu mendapatkan hikmat yang luar biasa. Ketika kita dengan kesungguhan datang kepada Tuhan dan mohon kepada-Nya,  pasti Dia akan memberikannya.  Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Raja-raja dengan topik: “Sharing Makes Us More Capable (Berbagi Membuat Kita Semakin Mumpuni)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Raja-raja 4:1-34. Sahabat, pada masa pemerintahan Raja Salomo, Israel mengalami zaman keemasan. Raja membuat pemerintahan yang lebih efisien. Maka, penulis Kitab 1 Raja-raja mencatat: “Orang Yahudi dan orang Israel jumlahnya seperti pasir di tepi laut. Mereka makan dan minum serta bersukaria” (Ayat 20). Negara dalam keadaan aman dan makmur. Penulis menyatakan untuk persedian makanan di istana, dibutuhkan 5.000 liter tepung halus dan 10.000 liter tepung kasar, belum lagi dengan kebutuhan daging per harinya.Tak sekadar makmur. Penulis kitab 1 Raja-raja  menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan di sekitar Israel menyampaikan upeti sebagai tanda ketaklukan kepada Salomo (Ayat 21). Itu berarti Israel pada masa Salomo dihormati, juga ditakuti banyak bangsa. Sungguh masuk akal jika melihat bahwa Salomo memiliki 40.000 kandang kuda untuk kereta-kereta perangnya. Jika satu kereta ditarik empat ekor kuda, maka Israel mempunyai 10.000 kereta kuda. Bandingkanlah itu dengan Indonesia yang saat ini memiliki 314 buah unit tank.Sahabat, namun, di atas semuanya itu, penulis kitab 1 Raja-raja mencatat bahwa Allah memberikan hikmat dan pengetahuan yang luar biasa kepada Salomo (Ayat 29). Hikmat itu yang membedakannya dari raja-raja yang ada pada masa itu, sehingga banyak orang datang untuk menimba ilmu darinya.Apa yang dapat kita pelajari dari bacaan kita pada hari ini? Pertama, betapa pun tinggi prestasi manusia, semua itu hanyalah anugerah Allah. Persoalannya memang ada yang mengakui, namun ada pula yang tidak. Pengakuan itu menjadi logis karena manusia tidak begitu saja muncul di muka bumi ini. Allah menciptakan dan memperlengkapi manusia dengan akal budi, sehingga kita pun dipanggil untuk memuliakan Allah. Kedua, kita dipanggil pula untuk tidak menikmati kepandaian itu seorang diri saja, namun mau membagikannya kepada orang lain. Uniknya, saat berbagi ilmu, kita tidak akan pernah kehabisan ilmu itu sendiri. Berbagi membuat kita makin mumpuni. Oleh karena itu, marilah kita berbagi ilmu agar dunia semakin dipenuhi dengan banyak orang yang berhikmat. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 29-30? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Hikmat dari Tuhan akan Dia berikan kepada kita yang meminta dengan kesungguhan hati tanpa terselip keraguan. (pg).

The Best and Most Beautiful Works

BAIT SUCI SALOMO. Sahabat, setelah memasuki Tanah Perjanjian di Kanaan, bangsa Israel tetap memakai Kemah Suci hingga masa pemerintahan Raja Salomo. Sepanjang awal masa pemerintahannya, Salomo menugaskan ribuan orang untuk ikut ambil bagian di dalam pembangunan Bait Suci. Pada tahun keempat pemerintahannya, dasar bangunan Bait Suci sudah diletakkan, lalu tujuh tahun kemudian seluruh bangunan Bait Suci selesai dibangun.  Pembangunan Bait Suci Salomo dimulai dari tahun 966 SM dan selesai pada tahun 960 SM, jadi lamanya proses pembangunan kurang lebih tujuh tahun. Bait Suci Salomo merupakan tempat ibadah pertama yang dibangun permanen. Lokasi pembangunan Bait Suci terletak di Gunung Moria, Yerusalem. Yang menjadi arsitek pembangunan Bait Suci ini adalah Huram seorang keturunan Fenesia dan suku Naftali. Adapun ukuran bangunan tersebut adalah panjang 60 hasta, lebar 20 hasta dan tinggi 30 hasta (1 Raja-raja  6:2).  Bait Suci memiliki area pelataran, yaitu tempat untuk korban bakaran dan pembasuhan kaki. Lalu terdapat ruang kudus yang di dalamnya terdapat tempat mazbah dupa, meja tempat roti sajian, kandil-kandil dan bermacam perlengkapan ibadah. Selanjutnya ruang mahakudus tempat Tabut Perjanjian diletakkan. Para imam masuk melalui serambi yang luas dan pilar-pilar besar berada di sisi yang menuntun ke ruang kudus. Ruang kudus mendapat pencahayaan dari lilin dan sinar yang berasal dari jendela yang terletak sangat tinggi, sementara ruang mahakudus sangat gelap gulita.  Bait Suci ini berdiri sejak tahun 960-586 SM, namun sangat disayangkan karena akhirnya hancur ketika Nebukadnezar (Raja Babilonia) menaklukan Yerusalem. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari 1 Raja-raja dengan topik: “The Best and Most Beatiful Works (Karya Terbaik dan Terindah). Bacaan Sabda diambil dari 1 Raja-raja 5:1-18. Sahabat, persiapan pembangunan Bait Suci menarik disimak. Salomo meminta kepada Hiram, raja Tirus, untuk mengirimkan pohon-pohon aras dari gunung Libanon (Ayat 6). Pada masa itu kayu aras terkenal sangat keras, tidak mudah lapuk, dan tahan rayap. Serat kayunya begitu padat sehingga bagus untuk ukir-ukiran dan baunya sungguh khas.Harganya pun tidak main-main. Salomo membayar dengan 322.500 kg gandum dan 4.400 liter minyak zaitun asli per tahunnya (Ayat 11). Jika harga gandum terbaik Rp 45 ribu per kg dan harga minyak zaitun terbaik Rp 300 ribu sekarang ini, maka setiap tahunnya Salomo mesti mengeluarkan sekitar Rp 16 miliar! Jika pembangunan Bait Suci itu memakan waktu 7 tahun, maka harganya menjadi sekitar Rp 112 miliar.Sahabat, harga yang lumrah mengingat kayu-kayu itu harus ditebang di pegunungan, dibawa ke Tirus, dan melalui Laut Tengah kayu-kayu itu dialirkan dalam bentuk rakit ke pelabuhan terdekat dengan Yerusalem (kemungkinan besar Yope), lalu dibawa kembali masuk ke pedalaman, dan ke dataran tinggi di Yerusalem (Ayat 9). Kita mungkin bertanya, mengapa Salomo mengimpor dan tidak menggunakan bahan bangunan lokal? Sepertinya Salomo ingin memberi yang terbaik bagi Allah. Untuk fondasinya, Salomo menggunakan batu-batuan pilihan dalam negeri sendiri (Ayat 17). Itu berarti Salomo tak hanya berorientasi impor.Karya terbaik dan terindah,  mesti dilakukan dengan cara baik. Itulah yang dilakukan Salomo. Dia tidak meminta kayu dari Tirus, tetapi sungguh-sungguh mau membayarnya dengan harga wajar dan tidak berutang.Sahabat, kita dapat belajar dari Raja Salomo. Saat mempunyai hajat membangun gedung gereja atau gedung pelayanan lainnya, adalah baik jika semua itu dibangun dengan semangat memberi yang terbaik. Namun, harus juga dengan cara yang terbaik. Jangan sampai belum apa-apa Panitia sudah minta diskon dari penyuplai dengan alasan untuk pekerjaan rohani. Kita perlu minta harga yang wajar. Tentu kita senang jika mereka turut berdonasi, namun jangan dipaksakan! Sehingga “gedung rohani” itu sungguh rohani dalam pengerjaannya. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami tentang ayat 17? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kita memang harus menghormati dan menyenangkan hati orang tua kita. Namun, yang terutama harus kita senangkan dengan bakti dan hormat kita adalah Allah Bapa kita. (pg).

SANG PEMULIH SEJATI

Saudaraku, salah satu penyakit tua yang memiliki dampak yang mampu menghancurkan hidup manusia adalah penyakit kusta.  Penyakit ini merusak fisik dan mental penderitanya.  Bagi si kusta, pulih seperti sediakala adalah anugerah yang luar biasa.   Mari kita  merenungkan Lukas 5:12-14. Dunia seakan runtuh saat seseorang didiagnosa menderita kusta, karena ia pasti akan terputus dari lingkungan sosial, kehilangan masa depan dan bahkan hilang kontak dengan Tuhan.   Orang-orang Yahudi melihat kusta sebagai hukuman karena hukum Taurat memandang sangat serius penyakit ini (Imamat 13 dan 14) dan juga fakta sejarah menunjukkan bahwa beberapa orang di masa lalu menderita penyakit ini setelah melakukan kesalahan yang fatal, misalnya Miriam (Bilangan 12:9-10), Raja Uzia (2 Tawarikh 26:19) dan bahkan Gehazi (2 Raja 5:26-27), pembantu nabi Elisa.  Tentunya sanksi sosial dan spiritual ini lebih menyakitkan dibandingkan penderitaan secara fisik yang harus mereka terima.  Pada umumnya orang-orang pada zaman itu percaya bahwa hanya Tuhan yang dapat menolong para penderita kusta.  Itulah sebabnya saat seorang yang penuh kusta bertemu dengan Yesus, ia memohon dengan sangat karena ia meyakini Yesus adalah utusan dari Allah.  Respon Yesus sungguh positif dan menguatkan, yaitu:  Menjamah orang kusta itu.   Para imam yang telah mengumumkan ke masyarakat tentang penyakit kusta itu, telah membuat semua orang tidak mau mendekat, apalagi menjamahnya (Imamat 13).   Maka tindakan Yesus yang mengulurkan tangan dan menjamah si kusta adalah luar biasa dan tidak lazim dilakukan oleh para guru pada zamannya.  Yesus menunjukkan penerimaan kepada orang itu, bahkan sebelum Ia menyembuhkannya. Menyembuhkan dan memulihkan kembali Kesembuhan bagi orang kusta adalah anugerah yang luar biasa karena ia bukan hanya disembuhkan secara fisik, namun juga akan dipulihkan secara sosial, spiritual dan mentalnya.  Yesus memulihkan seantero hidupnya bagaikan memberi kesempatan kedua.  Ya, kepulihan orang itu berarti terbukanya kembali masa depan bagi orang itu dan keluarganya.  Yesus yang menyembuhkan berarti Ia juga memulihkan orang itu secara keseluruhan: pemulihan sosial, pemulihan spiritual dan bahkan mentalnya. Saudaraku, zaman digital yang serba cepat membuat manusia makin lama makin rapuh.  Alih-alih menempa daya juang manusia, teknologi justru membuat mental manusia makin rapuh bagaikan orang berpenyakit kusta.   Kabar tentang pemuda pemudi yang putus asa dan melakukan bunuh diri, suami istri yang lekas lelah memperjuangkan pernikahan dan lebih memilih bercerai sebagai jalan keluarnya,  orang tua  ataupun anak yang enggan membicarakan masalah mereka dan memilih untuk saling tuntut atau bahkan saling bunuh untuk menyelesaikan masalah mereka, menunjukkan bahwa manusia masa kini harus waspada dengan kerapuhan mental.   Yesus adalah spesialis pemulihan yang sejati. Yesus sanggup memulihkan hati yang rapuh dan mental yang lemah. Mari datang dan meminta pemulihan kepada-Nya.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag).  

MENGHIDUPKAN AJARAN KRISTUS

Saudaraku, mari membaca dan merenungkan Lukas 6:46-49. Dalam dunia pendidikan,  melakukan atau mempraktikkan sebuah bahan ajar merupakan proses belajar yang menghasilkan tingkat pemahaman tertinggi.  Seorang tokoh pendidikan bernama Edgar Dale, membuat sebuah kerucut pengalaman belajar sebagai hasil dari penelitiannya;   Dale mengatakan hasil belajar seseorang akan jauh lebih banyak diperoleh dengan melalui praktik langsung dibandingkan dengan sekadar membaca, melihat atau mendengar saja.   Pengalaman belajar seseorang makin besar dan makin memiliki pengaruh bagi orang saat mereka mempraktikkan materi ajar.  Siswa dapat mengingat bahan ajar sebanyak 10%  dengan membaca,  20%  dengan mendengarkan, 30%  dengan melihat, 50%  dengan melihat dan mendengar, 70%  dengan menceritakan kembali  dan 90%  dengan melakukan. Itulah sebabnya praktik menjadi bagian dari proses belajar untuk para pembelajar memperoleh pengalaman yang aktif dengan harapan penyerapan materi makin maksimal. Yesus menutup ceramah etika dengan sindiran tajam: Mengapa kamu memanggil aku Tuhan tapi kamu tidak melakukan apa yang Kukatakan kepadamu? (Lukas 6:46). Hal ini dikarenakan Yesus melihat pentingnya perubahan sikap dan respons dari para pendengarnya setelah Ia menyampaikan materi/bahan ajarnya. Yesus mengharapkan praktik dari para pendengar agar mereka menghidupkan ajaran-Nya.    Yesus menggambarkan para pelaku atau orang yang berani mempraktikkan ajaran-Nya bagaikan orang yang membangun di atas batu yang menghasilkan bangunan yang kokoh kuat, tidak gampang terpengaruh dengan dunia.  Memang membangun di atas batu membutuhkan kerja keras, fokus kuat dan daya juang namun hasilnya akan dapat dinikmati dengan maksimal.   Melakukan ajaran Kristus juga membutuhkan keteguhan hati, daya juang yang besar dan fokus yang kuat, namun hasilnya akan memuaskan. Yesus hendak mengajak para pendengarnya untuk tidak hanya mengagumi ajaran Kristus yang baik dan indah, namun melakukannya agar keindahan itu sungguh menjadi kenyataan dan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Mahatma Gandhi pernah ditanya oleh misionaris Stanley Jones tentang alasannya menolak menjadi pengikut Kristus padahal Gandhi sering mengutip kata-kata Yesus.  Gandhi menjawab, ”Saya tidak pernah menolak Kristus. Saya suka Kristus anda tapi saya tidak suka dengan orang Kristen anda.  Jika orang Kristen benar-benar hidup menurut ajaran Kristus seperti yang ditemukan di dalam Alkitab, seluruh India sudah menjadi Kristen hari ini.”    Ketika ajaran hanya dikagumi tanpa dilakukan, ajaran itu hanya menjadi kata mutiara semata.  Kisah Gandhi menyatakan pentingnya praktik dalam proses belajar sehingga ajaran itu menjadi hidup dan mempengaruhi diri serta lingkungannya.  Mari belajar menjadi pembelajar yang aktif dengan mempraktikkan ajaran Kristus dan menghidupkannya dalam kehidupan sesehari sehingga terang itu bercahaya dan mereka melihat perbuatan baik itu sehingga memuliakan Bapa di Surga (Matius 5:16).  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)