Don’t Delay!

MENUNDA, Sahabat,  menunda-nunda merupakan bentuk sabotase terhadap diri sendiri. Saat menunda-nunda melaksanakan tugas atau tanggung jawab yang lebih prioritas, kita memang mendapatkan kelegaan sesaat, tetapi telah menghilangkan keuntungan yang lebih besar di masa depan. Sebagai manusia biasa, kita  pasti pernah malas dan menunda-nunda pekerjaan sampai mendekati batas waktu atau bahkan melewatinya. Meskipun pada awalnya kebiasan tersebut terlihat tidak berbahaya, namun mengulangi kebiasaan tersebut dapat menjadi batu sandungan bagi siapa pun dalam mewujudkan ambisi dan cita-citanya di masa depan.  Ia tidak hanya merugikan secara psikologis, tetapi juga dapat berdampak pada kehidupan sosial dan finansial. Oleh karena itu, kebiasaan menunda-nunda tersebut seharusnya kita tinggalkan demi meningkatkan produktivitas dan kualitas pribadi sehingga dapat membawa dampak positif yang berkelanjutan.  Selain itu menunda-nunda pekerjaan dapat merusak rencanamu kedepannya.  Banyak penyebab orang menunda-nunda dalam mengerjakan sesuatu, salah satunya karena merasa malas atau tidak memiliki motivasi. Selain itu, seseorang yang tidak memiliki tujuan yang jelas juga dapat lebih mudah menunda  karena tidak memiliki tolok ukur dan capaian yang pasti. Di satu sisi, menghilangkan kebiasaan tersebut memang bukan merupakan sesuatu yang mudah. Namun, tentu saja mengatasi kebiasan tersebut harus dilakukan agar dapat membawa kita pada kesuksesan dan kepuasan yang lebih besar dalam hidup. Namun, dengan kesadaran dan usaha, kita dapat mengatasi penundaan dan mengembangkan kebiasaan untuk mengambil tindakan menuju tujuan kita. Dengan menetapkan tujuan yang spesifik, membuat jadwal, menghilangkan gangguan, mendapatkan dukungan, dan mengambil tindakan yang konsisten, kita dapat memutus siklus penundaan dan mencapai kesuksesan dan kepuasan yang lebih besar dalam hidup kita. Ingat, tidak ada kata terlambat untuk mulai mengambil tindakan untuk mencapai tujuan kita, dan setiap langkah kecil sangat berarti untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi diri kita sendiri. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 2 Samuel dengan topik: “Don’t Delay! (Jangan Menunda!). Bacaan Sabda diambil dari 2 Samuel 20:1-26 dengan penekanan pada ayat 5. Sahabat, Amasa mendapat tugas dari Daud untuk mengejar dan membunuh Seba bin Bikri yang telah menghasut orang-orang Israel untuk tidak menjadi pengikut Daud. Akibat hasutan Seba, hanya orang Yehuda yang tetap setia dan mengikuti Daud. Apa yang dilakukan sangat berbahaya bagi Daud. Oleh karenanya, Amasa diberi waktu tiga hari lamanya untuk membunuh Seba. Tetapi Amasa menunda-nunda tugas yang diberikan Daud. Mengetahui hal tersebut, Daud kemudian memerintahkan Yoab dan yang lainnya untuk melakukan tugas tersebut. Yoab tanpa menunda-nunda lagi bergerak melakukan perintah Daud dan Yoab tidak ragu-ragu juga untuk membunuh Amasa yang dinilainya gagal melakukan tugas yang diberikan. Sahabat, kunci kesuksesan seseorang adalah karena bisa mengatur waktu dengan baik dan tepat waktu. Kita harus bisa mengatur  waktu dengan baik. Setiap pekerjaan yang tertunda akan membawa dampak kepada yang lainnya menjadi tertunda dan batas waktu  menjadi mundur. Haleluya! Tunda itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 6? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Jangan menunda sampai hari esok, apa yang dapat kamu kerjakan pada hari ini. (pg).

Sowing Kindness

MENABUR KEBAIKAN. Sahabat, ada cukup banyak orang percaya yang terperangkap dalam pemikiran MEMBERI dan MENERIMA. Orang tergoda untuk memikirkan apa yang akan ia peroleh jika melakukan suatu kebaikan kepada orang lain. Akibatnya, jika ia tidak melihat adanya keuntungan yang akan ia dapatkan, ia urung bertindak. Ia menahan kebaikan dari orang yang memerlukan. Padahal Pengamsal jelas-jelas mengingatkan kita agar jangan menahan kebaikan bagi orang-orang yang berhak menerimanya  (Amsal 3:27) Menabur kebaikan tidak sama dengan berinvestasi dalam dunia bisnis. Kita tidak selalu menerima balasan dari orang yang kita bantu, namun tidak jarang kita MENUAI kebaikan dari pihak lain. Tidak dapat diprediksi, dan karena itu malah berpotensi mendatangkan kejutan yang menyenangkan. Sahabat, rasul Paulus mendorong jemaat di Galatia untuk saling menolong dan saling menanggung beban. Itu suatu cara praktis bagi orang percaya untuk menggenapi hukum Kristus, yaitu hukum kasih. Kasih seharusnya memancar kepada semua orang. Apakah kita tergoda menahan kasih dari orang yang memerlukannya, hanya karena mereka berbeda dengan kita? Atau, karena kita merasa tak akan mendapatkan keuntungan dari perbuatan baik itu? Penuhilah hukum Kristus dengan menabur kebaikan kepada semua orang. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 2 Samuel dengan topik: “Sowing Kindness (Menabur Kebaikan)”. Bacaan Sabda diambil dari 2 Samuel 21:1-14. Sahabat, bangsa Israel pernah berjanji, bahwa mereka tidak akan membunuh dan mengusir orang Gibeon (Yosua  9:3-15). Sejak saat Yosua ini, penduduk Gibeon, yang sebenarnya adalah orang asing, diperbolehkan hidup bersama bangsa Israel. Bahkan di dalam kitab Tawarikh penduduk Gibeon didaftarkan sebagai penduduk tetap Israel. Oleh karena itu keberadaan penduduk Gibeon sudah dianggap sebagai bagian dari bangsa Israel. Dalam kerangka kepentingan politisnya, Saul menghalalkan segala cara dengan mencoba menghabisi etnis Gibeon dari bumi Israel. Banyak orang Gibeon yang mati terbunuh oleh Saul dan keluarganya. Penduduk Gibeon, yang sebenarnya sudah menjadi bagian keluarga Israel, tidak dapat melawan perbuatan Saul yang tidak adil terhadap mereka, karena mereka lemah dan minoritas. Mereka hanya dapat menunggu keadilan. Saul tidak menaburkan benih kebaikan kepada sesamanya, malah. menaburkan benih kebencian. Meski hanya dapat berdiam diri memohon keadilan dari Tuhan, tentu secara manusiawi di dalam hati mereka terdapat rasa benci dan prasangka buruk terhadap bangsa Israel. Sahabat, Tuhan melihat ketidakadilan itu sehingga Dia mengizinkan terjadinya kelaparan melanda bumi Israel selama tiga tahun. Setelah Daud meneliti dengan saksama, dia tahu bahwa hal tersebut disebabkan oleh kesalahan besar yang telah diperbuat Saul, raja pendahulunya. Untuk itulah Daud memberi perintah agar perkara ini diselesaikan. Di dalam hidup bermasyarakat dan bergereja, kita hendaknya MENABUR KEBAIKAN. Biarlah kita dikenang oleh karena kebaikan-kebaikan yang kita taburkan kepada orang lain. Tuhan Yesus sudah memberikan perintah kepada kita untuk dapat menjadi terang dengan menaburkan kebaikan bagi sesama. Janganlah kita menaburkan benih kebencian seperti yang telah diperbuat Saul. Sahabat, teruslah menabur  kebaikan  tanpa pilih kasih. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari Amsal 3:27? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Teruslah menabur benih kebaikan, karena itulah investasi terbaik selagi kita masih punya waktu dan kesempatan. (pg).

KEAJAIBAN MENDENGARKAN

Saudaraku, seumur hidup manusia perlu untuk terus belajar mendengarkan.  Mendengar dan mendengarkan memiliki makna yang sedikit berbeda walau melibatkan indera fisik yang sama, yaitu telinga.  Mendengar merupakan proses pasif yang tidak membutuhkan perhatian, sedangkan mendengarkan merupakan proses aktif yang disengaja yang melibatkan emosi.  Yesus adalah pribadi yang mendengarkan.  Mari kita merenungkan Lukas 2 : 41-51. Saat Yesus ditemukan kembali oleh orangtuanya, Ia sedang duduk bersama para orang dewasa di halaman Bait Allah tempat para lelaki biasa berdiskusi tentang hal agama bersama para imam.   Minat-Nya kepada hal rohani cukup besar.  Kalau kebanyakan anak lelaki remaja yang pertama kali ke Yerusalem cukup puas untuk mengikuti ritual dan ibadah bersama para lelaki dewasa lainnya, Yesus tidak.  Yesus  bahkan sengaja berkumpul untuk mendengarkan dan bertanya.  Yesus adalah pembelajar yang aktif dan cerdas (Lukas 2 : 47).  Ada dua hal yang menarik dari Yesus saat ia ‘hilang’ di Bait Allah, yaitu : Yesus ditemukan sedang MENDENGARKAN para ulama Karena Yesus juga pribadi yang Ilahi, Yesus yang masih remaja bisa saja menyerang pendapat para ulama itu.  Namun Yesus mendengarkan dan memberi sikap positif kepada mereka.  Walau Yesus cerdas, ia tidak merendahkan para ulama dan bahkan belajar dari mereka.  Tidak banyak orang cerdas yang mau mendengarkan pendapat orang lain apalagi dari mereka yang memiliki tingkat intelektual yang lebih rendah.  Yesus mendengarkan dengan baik. Yesus MENDENGARKAN teguran orangtuanya Saat Yesus ditemukan kembali, Bu Maria menegur Anaknya dan menyatakan kekhawatirannya.  Yesus remaja mendengarkan orangtuanya dan meninggalkan kesukaan-Nya untuk berdiskusi lalu kembali ke Nazaret (Lukas 2 :51).  Walau Yesus sempat menyatakan komentar namun Yesus mengikuti orangtua-Nya dengan taat.  Yesus memilih untuk mendengarkan dan tunduk kepada mereka. MENDENGARKAN  memang membutuhkan kerendah hatian dan Yesus adalah figur sempurna dalam hal ini. Mendengarkan menunjukkan kualitas sebuah hubungan dari dua pihak yang berbeda karena tindakan ini muncul dari sikap respek.  Mereka yang tidak pernah mau mendengarkan, sebenarnya ia sedang dalam krisis respek kepada orang lain.  Keengganan seseorang untuk mendengarkan membuat hubungan dengan pribadi yang lain menjadi buruk dan berimbas kepada kesehatan mental. Demikian juga hubungan antara Allah dengan umat-Nya. Ketika umat krisis respek, mereka mulai tidak mendengarkan.  Tuhan menegur mereka yang tidak mau mendengarkan sebagaimana Kitab Maleakhi 2:2 berkata “Jika kamu tidak mendengarkan dan jika  kamu tidak memberi perhatian untuk menghormati namaKu, maka aku akan mengirimkan kutuk diantaramu … “ Betapa penting seseorang untuk mendengarkan Allah dan sesamanya.  Mendengarkan berguna untuk orang lain dan terlebih untuk diri sendiri.  Mari terus belajar untuk melakukannya.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

Don’t Let the Grief Spoil You!

SANGAT SULIT MENENTUKAN PILIHAN. Sahabat, sebagian besar dari kita mungkin sudah sering mendengar atau membaca peribahasa lama yang sudah sangat memasyarakat: “Bagai makan buah simalakama, dimakan ibu mati, tidak dimakan ayah mati”.  Peribahasa tersebut   menggambarkan situasi yang sangat sulit yang sedang dihadapi seseorang. Tidak ada pilihan yang mendatangkan bahagia, yang menggembirakan atau yang menguntungkan.  Situasi sangat sulit yang dihadapi seseorang untuk menentukan pilihan, karena semua pilihan yang ada mendatangkan duka dan lara, “dimakan ibu mati” dan sebaliknya “tidak dimakan ayah mati”. Peribahasa tersebut menggambarkan seseorang yang dihadapkan pada pilihan berat karena semua membawa celaka. Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu hubungan seorang perempuan dengan ibu mertuanya yang tidak akur dalam satu rumah. Apabila hal tersebut terjadi yang dibuat repot adalah suami perempuan tersebut karena istri dan ibu sama-sama memiliki posisi penting dalam hidupnya. Membela ibunya akan membuat istrinya marah, begitu pula sebaliknya. Sahabat, raja Daud menghadapi situasi seperti tersebut di atas dalam renungan kita pada hari ini. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 2 Samuel dengan topik: “Don’t Let the Grief Spoil You! (Jangan Biarkan Kedukaan Memanjakanmu!)”. Bacaan Sabda diambil dari 2 Samuel 18:1 – 19:8. Sahabat, bagai makan buah simalakama. Serba salah. Baik kalah atau menang, TETAP KALAH. Itulah pertempuran yang harus dilakukan Daud melawan anak kandungnya sendiri, Absalom. Perang saudara di antara orang Israel. Yoab melarang Daud memimpin langsung pertempuran itu karena kematiannya dapat menyebabkan kekacauan negara. Daud memerintahkan untuk mempertahankan nyawa Absalom, demi dirinya. Perintah ini menjadi permohonannya. Permohonan seorang ayah supaya anaknya jangan dibunuh. Daud sadar, perang saudara ini terjadi karena kesalahannya sebagai ayah dan raja. Anak dan sebagian rakyatnya memberontak terhadap pemerintahannya. Peristiwa tersebut  merupakan penggenapan nubuatan Natan (2 Samuel 12:10-12). Sahabat, raja Daud tengah dirundung duka sangat menyayat. Kabar kematian Absalom menjadi penyebabnya. Raja menangis dan berkabung: “Anakku Absalom!… Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, … anakku!” (2 Samuel 18:33). Cinta kasih Daud pada Absalom begitu besar. Cinta kasih yang berubah menjadi duka. Mula-mula Absalom memberontak dan menghendaki takhta. Situasi yang tak mudah bagi Daud. Orang yang begitu dikasihi, orang yang menjadi tumpuan harapan, justru bangkit melawannya. Situasi ini membuat Daud merasa putus asa. Perasaan ini makin menjadi ketika Daud mendapat kabar tentang kematian Absalom. Segera terlihat betapa kedukaan memanjakannya. Daud tenggelam dalam lautan kesedihan hati dan ratapan perkabungan. Praktis, para pengikut setianya kehilangan pegangan. Untung Yoab segera mengingatkan Raja Daud (2 Samuel 19:5-8). Kedukaan harus dihadapi, jangan biarkan kedukaan memanjakanmu. Kedukaan membutuhkan penghiburan dan bukan pembiaran, bahkan pengaburan fakta. Daud tidak boleh mengaburkan fakta akan adanya orang-orang yang setia kepadanya. Walaupun Absalom telah memberontak kepada raja Daud, ada orang-orang yang siap berjuang hingga mati demi menjaga martabat raja yang diurapi Tuhan. Daud tidak boleh terus-menerus dibelenggu oleh kedukaan. Untunglah, Daud bergegas duduk di pintu gerbang. Sadar bahwa dia adalah raja yang menjadi tumpuan banyak orang. Ada tanggung jawab yang mesti diemban dengan sikap terhormat. Sahabat, inilah intinya, jangan biarkan kedukaan menghancurkan hidup kita. Hadirnya sanak keluarga, gembala jemaat, teman-teman dari komunitas orang percaya, para tetangga, dan lain-lain  di tengah peristiwa kedukaan tentu sangat penting, demi menolong kita yang sedang berduka  bangkit lagi untuk melanjutkan tanggung jawab yang masih dipercayakan Tuhan kepada kita.  Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari 2 Samuel 19:5-8? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: MIntalah pertolongan kepada Tuhan agar duka tidak tinggal terlalu lama di hati. (pg).

God’s Help in Difficult Times

PERTOLONGAN TUHAN. Sahabat, mungkin ada diantara kita yang  berpikir bahwa pertolongan Tuhan paling nyata kita rasakan ketika hidup kita berjalan dengan lancar, mulus, tanpa rintangan. Namun, pengalaman hidup kita justru bercerita bahwa kita biasanya lebih merasakan pertolongan Tuhan  ketika kita sedang mengalami kesulitan. Pada saat yang demikian kita begitu bergantung penuh kepada pertolongan Tuhan dan karenanya lebih dapat melihat dan menghargai ketika pertolongan Tuhan itu datang. Saya yakin setiap  orang pasti pernah mengalami masalah atau kesulitan dalam hidup dan berharap mendapatkan pertolongan atau jalan keluar. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah terlambat memberikan pertolongan. Hanya saja kita yang terkadang mengharapkan segala sesuatu terjadi harus seperti yang kita harapkan dan terjadi di waktu yang kita inginkan. Saat memerlukan sesuatu kita berharap bisa langsung terwujud sesuai dengan waktu kita. Begitu juga saat ada masalah atau kesulitan, sakit penyakit, dan lain-lain, kita berharap segera ada jalan keluarnya. Tuhan menolong kita berdasarkan kuasa, kekayaan dan kemuliaan-Nya.  Karena itu jangan pernah mereka-reka jalan Tuhan.   Pertolongan dan janji pemulihan Tuhan pasti akan terjadi sesuai waktu-Nya.  Karena itu dalam menantikan pertolongan Tuhan kita diminta untuk bersabar dan berserah penuh kepada-Nya;  dan yang pasti, pertolongan Tuhan itu selalu mendidik dan mendewasakan kita. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 2 Samuel dengan topik: “God’s Help in Difficult Times (Pertolongan Tuhan dalam Kesulitan)”. Bacaan Sabda diambil dari 2 Samuel 17:1-29. Sahabat, seperti yang direncanakan Daud, Husai berpura-pura berpihak kepada Absalom dan dalam kedaulatan Tuhan, nasihat Ahitofel yang baik tidak diterima (Ayat 14). Sesuai rencana, Husai harus mengirimkan kabar kepada Daud lewat kedua anak imam Zadok dan Abyatar, yaitu Ahimaas dan Yonatan (2 Samuel 15:27-29). Sahabat, rencana tersebut hampir saja gagal karena keduanya ketahuan. Hanya karena kedaulatan Tuhan, mereka selamat dari orang-orangnya Absalom. Mereka pun dapat menyampaikan berita kepada Daud (Ayat 21), sehingga Daud dan pasukannya dapat mengambil tindakan dengan cepat dan tepat (Ayat 22). Daud luput dari upaya Absalom membinasakannya (Ayat 23). Di pihak Absalom, kecerobohan dan kesalahan yang dilakukannya dengan menolak nasihat Ahitofel, membuat posisi Absalom melemah. Ditinggal oleh Ahitofel yang bunuh diri karena merasa gagal, Absalom tidak lagi mendapatkan nasihat yang kualitasnya seolah dari Tuhan sendiri (2 Samuel 16:23). Dengan demikian kekalahan Absalom hanya tinggal menunggu waktu. Pertolongan Tuhan ternyata tidak hanya sampai disini. Ketika Daud tiba di Mahanaim, ternyata sudah ada sahabat-sahabat lama yang mendukung Daud dan pasukannya dengan berbagai kebutuhan praktis sehari-hari (Ayat 27-28). Pertolongan Tuhan dalam berbagai aspek dalam masa kesulitan Daud ini merupakan pertolongan yang pasti sangat mengharukan Daud. Sahabat, yakinlah  bahwa Tuhan akan memberikan pertolongan dan jalan keluar   kepada kita jika kita mau  bergantung hanya kepada-Nya. Marilah kita membuka mata kita sehingga dapat melihat pertolongan Tuhan yang begitu berlimpah dalam hidup kita, terutama ketika kita dalam kesulitan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 14? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tuhan selalu punya cara tersendiri untuk menolong dan memulihkan kita, karena itu tetaplah berharap dan percaya kepada-Nya! (pg).