Amazed by God
TAKJUB. Sahabat, Liam dan Zoe, cucu kami, mendekati tanaman perdu “Putri Malu” karena bunga indahnya. Keduanya terpekik. Daun-daunnya menguncup saat mereka menyentuhnya. Hal itu terjadi tiap kali mereka menyentuh daun-daun yang lain. Seruan takjub pun tak henti terucap dari mulut mereka. Rasa takjub menguasai hati saat orang dicengkam kekaguman. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) saya mendapat informasi bahwa takjub adalah kagum atau heran akan kehebatan, keindahan, keelokan seseorang atau sesuatu. Rasa takjub adalah anugerah amat berharga. Hal itu membuat Pemazmur berseru, “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mazmur 19:2). Rasa takjub membuat kita tergetar oleh karya Allah, dan merasakan kasih-Nya. Rasa takjub menolong kita merasakan bahwa dibalik hal yang amat sederhana pun ada tangan Allah yang luar biasa. Rasa takjub menolong kita merasakan kehadiran Allah, dan mensyukurinya. Rasa takjub, yang menolong kita terhubung dengan Tuhan itu, menolong kita untuk tidak berhenti pada fakta, tetapi merasakan tangan Tuhan di balik fakta itu. Betapa gersang hidup ini jika rasa takjub tak lagi kita miliki. Kita patut mensyukuri rasa takjub itu, bukan merendahkan, apalagi mengingkarinya. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 2 Samuel dengan topik: “Amazed by God (Takjub akan Tuhan)” Bacaan Sabda diambil dari 2 Samuel 7:18-29 dengan penekanan pada ayat 18-20. Sahabat, Jika melihat hidup kita sekarang ini, apakah yang bisa kita katakan? Apakah kita akan merasa sedih dan kecewa? Apakah kita merasa biasa-biasa saja? Atau seperti Daud? TAKJUB dan heran (Ayat 18-20). Ketika berdoa, kita sedang berhadapan dan berkomunikasi dengan Dia yang Mahabesar, Mahakuasa, Mahamulia dan Mahakudus. Di hadapan Allah yang seperti itu, betapa kecil dan hinanya manusia. Dalam kesadaran seperti itu, selayaknya kita bersikap seperti Daud dalam doanya kepada Tuhan. Daud sangat hormat, khusyuk, sungguh-sungguh, sopan, tertib, penuh iman, dan taat kepada Tuhan. Sering kali manusia bersikap tidak pantas di hadapan Allah dan manusia, yaitu menyombongkan diri karena merasa kaya, kuat, pandai, berkedudukan tinggi. Bahkan menyombongkan kerohanian karena merasa telah tekun berbakti kepada Tuhan serta telah berusaha melakukan segala sesuatu berdasarkan firman Tuhan. Sahabat, Daud sebaliknya. Ia memberikan teladan kerendahan hati. Ia bersikap serendah-rendahnya di hadapan Allah yang Mahatinggi. Ia sadar akan keberadaannya. Daud TAKJUB kepada Allah (Ayat 19-22). Tidak ada yang seperti Allah (Ayat 22). Allah yang juga telah menyelamatkan umat-Nya (Ayat 23). Daud TAKJUB, bersyukur, dan dengan rendah hati berdoa kepada Allah memohon berkat-Nya (Ayat 24-29) Sikap rendah hati itu tidak hanya ditunjukkan dalam doa saja, tetapi juga dinyatakan dalam seluruh hidup kita. Sikap rendah hati harus mendasari dan mewarnai perilaku kita dalam hidup sehari-hari, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama, siapa pun dia dan apa pun latar belakang hidupnya. Ada pepatah yang mengatakan: “Kerendahan hati adalah kekuatan singa yang diwujudkan dalam lembutnya burung dara”. Marilah kita selalu berusaha bersikap rendah hati, baik kepada Tuhan maupun kepada sesama. Jauhkanlah diri kita dari sikap dan perilaku sombong yang selalu meninggikan diri sendiri di hadapan orang lain, terlebih di hadapan Tuhan. Tetaplah rendah hati dan berbuat yang terbaik dalam hidup ini dan bagi kehidupan ini. Sahabat, semoga kita, khususnya para Sahabat yang saat ini sudah berusia 60 tahun ke atas, yang sudah memasuki masa emeritus atau pensiun atau purna tugas, merasa TAKJUB dan bersyukur akan karya Tuhan dalam hidup kita beserta keluarga. Kita begitu TAKJUB, heran bahkan merasa begitu besar kasih Tuhan kepada kita dan keluarga. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah bebeberpa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 18-19? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Rasa takjub menolong kita untuk tidak berhenti pada fakta, tetapi merasakan tangan Sang Cinta dibalik fakta itu (O.S. Raille). (pg).