MENJAGA IKATAN SUCI
Saudaraku, perceraian menjadi hal yang sering dan bahkan lazim dilakukan dalam masa digital ini. Bahkan sekarang perceraian dapat terjadi karena masalah sepele. Ternyata perceraian sejak masa Yesus sudah menjadi pembicaraan yang hangat. Mari kita merenungkan Markus 10:1-12. Pembahasan tentang perceraian merupakan topik yang seru untuk dibicarakan pada masa Yesus sekaligus menjadi topik yang sensitif dan memiliki muatan politis. Maka ketika para Farisi mengangkat topik perceraian, tujuannya memang satu yaitu menguji pemikiran Yesus yang bisa saja jawaban-Nya menjerumuskan diri-Nya sendiri. Para guru Yahudi sudah membuat aturan berdasar pada Ulangan 24:1 yang mengatakan “Apabila seorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya,” untuk menghalalkan perceraian. Namun berdasar ayat tersebut yang Yesus menyatakan pandangan-Nya sendiri, yaitu: Pernikahan adalah tanggung jawab bersama Aturan pernikahan yang mendasarkan dari Ulangan 24:1 menunjukkan dominasi laki-laki dan menjadikan perempuan sebagai benda yang bisa dikembalikan ke rumah orangtuanya kapan saja. Bagi Yesus laki-laki atau perempuan diciptakan segambar dengan Allah (Kejadian 1:27, Markus 10:6) dan ketika menikah mereka menjadi pasangan yang bertanggung jawab dengan keputusan mereka sendiri (Kejadian 2:24, Markus 10: 7 dan 8). Yesus menyatakan bahwa aturan yang berlaku saat itu berasal dari hukum Musa yang kondisional (Markus 10:5), sehingga banyak penyimpangan yang terjadi karena dominasi kaum laki-laki makin menjadi. Yesus membela posisi perempuan dengan menempatkan pernikahan pada tempat yang sebenarnya. Menjaga pernikahan adalah penghormatan kepada Tuhan Pernikahan merupakan karya Allah ketika manusia menyatukan diri dalam sebuah komitmen dengan pasangannya (Markus 10 : 9), maka seorang laki-laki yang menceraikan istrinya adalah orang yang tidak menghargai pekerjaan Tuhan. Tuhan tidak pernah gagal dalam karya-Nya, termasuk menjodohkan manusia. Egosentris manusialah yang membuat pekerjaan suci-Nya gagal dan terjadi perceraian. Oleh karena itu setiap manusia yang menikah harus selalu sadar bahwa ada Tuhan dibalik perjodohan itu dan mempertahankan ikatan suci itu adalah bentuk penghargaan tertinggi kepada apa yang sudah dikerjakan Tuhan dalam hidup mereka. Pandangan Yesus tentang perceraian memang berbeda dari pandangan para guru sezamannya dan bahkan hingga saat ini. Bagi Yesus pernikahan bukan hanya berlangsung untuk kesenangan, transaksi atau berbagai motivasi yang egois. Pernikahan itu kudus dan harus diperjuangkan bersama karena memiliki muatan yang holistis. Pernikahan bukanlah kehendak satu orang, namun kehendak tiga orang: Laki-laki, perempuan dan Tuhan. Siapa pun yang menikah mereka harus menyadari bahwa sejak pertemuan hingga menikah, semua terjadi karena izin dan pekerjaan Allah saja. Kehadiran dan campur tangan Allah-lah yang membuat pernikahan memiliki nilai kekudusan. Selain memiliki muatan penghargaan antara laki-laki dan perempuan, pernikahan juga menampilkan wajah Allah di dalamnya. Maka pernikahan harus diperjuangkan keutuhannya dan tidak gampang diceraikan karena egosentris manusia. Karena menjaga komitmen pernikahan adalah penghormatan terhadap karya Allah sekaligus penghormatan kepada Pribadi-Nya maka suami istri harus berjuang bersama mempertahankan ikatan itu. Semua hanya untuk Tuhan saja. Ya, untuk Tuhan. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)
Pengikut Kristus Harus Teraniaya
PENGANTAR: Dalam Kitab Kisah Para Rasul Bab 8 kita melihat Saulus tampil sebagai pemimpin penganiayaan besar pertama dan sangat hebat terhadap jemaat pengikut Kristus (Gereja). Coba kita bayangkan kehebatan penganiayaan yang terjadi: Laki-laki dan perempuan dimasukkan ke penjara, disesah, dihukum mati. Terpujilah Tuhan, Dia memakai penganiayaan itu untuk memulai pekerjaan pekabaran Injil yang besar dari gereja Tuhan. Kisah Para Rasul 8:4: “Mereka yang tersebar itu menjelajah seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil”. Diawali oleh kisah keberhasilan Filipus yang digerakkan oleh Roh Kudus. Pemberitaan tentang Injil terus disampaikan dengan terang-terangan. Para pengikut Kristus tidak takut menderita, bahkan mereka bangga menderita demi Kristus, mereka pun berpencar ke mana-mana. Tokoh Filipus adalah salah seorang dari tujuh diaken yang dipilih oleh rasul-rasul. Tempat yang dipilih Filipus adalah kota Samaria. Filipus melayani di kota itu diutus untuk memberikan kesembuhan dan pemulihan. Ajaran Filipus, setelah terbuktikan, diterima di Samaria. Mukjizat yang dilakukan Filipus melalui kuasa dari Tuhan adalah jalan pembuka untuk bisa mengedukasi orang Samaria lebih dalam lagi tentang Injil Yesus Kristus. APA MAKNA JEMAAT KRISTUS HARUS TERANIAYA? Penduduk kota Samaria itu dengan bulat hati, bahwa ajaran Injil layak dicermati dan didengarkan tanpa rasa curiga. Orang Samaria itu puas dalam memerhatikan dan mendengarkan khotbah Filipus, dan pekerjaan baik yang dikerjakan oleh Filipus. Hasil dari pemberitaan, pengajaran dan pelayanan yang dilakukan Filipus hingga tanpa ragu penduduk Samaria bersedia dibaptis. Tentu saja apa yang dilakukan oleh Filipus itu tersebar ke mana-mana. Injil tidak membuat orang menjadi murung, tapi malah bersukacita. Walau begitu, mempelajari yang baik itu sulit. KESIMPULAN. Dalam Kisah Para Rasul bab 8 ini, khususnya Kisah 8:4-13, bahwa orang-orang Samaria itu, walau bukan penyembah berhala seperi bangsa non-Yahudi, ternyata tertarik untuk mengikuti Simon, seorang tukang sihir yang membuat kegaduhan di antara mereka. Dari sini bisa kita pelajari betapa kuatnya tipu daya iblis yang menggerakkan mereka untuk melayani kepentingan Simon. Simon, menganggap dirinya luar biasa. Simon sebenarnya tidak berniat memperbarui hidup mereka, atau memperbaiki ibadah dan kesalehan mereka. Bagi mereka, Simon menyatakan dirinya sebagai Mesias. Intinya dia ingin dianggap sangat penting. Dan ternyata penduduk kota itu banyak mengakui kehebatan Simon. Meski begitu, Simon si tukang sihir ini punya pengaruh atas mereka, dan penduduk kota ini percaya kepada Simon, tapi ketika mereka melihat perbedaan antara Simon dan Filipus, penduduk kota itu meninggalkan Simon dan beralih mendengarkan Filipus. Lalu Simon pun juga mau mendengarkan Filipus dan akhirnya mau dibaptis. Dalam Kisah 8 Yesus adalah orang Yahudi dan agamanya pun agama Yahudi. Ia setia datang ke Bait Suci, begitu juga 12 murid-Nya. Setelah Yesus naik ke surga, murid-murid tetap melanjutkan kebiasaan ini selama beberapa bulan ataupun beberapa tahun. Dari catatan kitab Kisah Para Rasul dan beberapa surat-surat Paulus terlihat di situ pengikut Kristus tetap beribadah dengan orang Yahudi yang lain di sinagoge. Gereja lahir ke dunia ini sewaktu pengikut Tuhan Yesus perlahan-lahan mulai merasakan bahwa ada satu hal yang secara mendasar membedakan mereka dengan agama Yahudi. Yang membedakannya adalah pengakuan pengikut Kristus bahwa Ia adalah Tuhan dan Juruselamat. Pengakuan ini jadi pemberitaan yang mendasar. Oleh karena itu pengakuan perlu dijelaskan sampai kepada dampaknya di dalam kehidupan. Pengakuan akhirnya dalam wujud pengajaran baik secara lisan, tertulis, doa, nyanyian, pengakuan iman dan doktrin. Perlahan-lahan pengikut Kristus memisahkan diri dari sinagoge, lalu muncullah gereja. Gereja-gereja Kristen pertama bentuknya gereja rumah. Ada dugaan, kegiatan utama gereja rumah ini adalah belajar. Siapa yang mengajar? Para rasul, yang kemudian disebut guru. Gereja bukan hanya gedung, persoalan administrasi atau organisasi, gereja adalah tubuh Kristus. Gereja adalah pilihan Tuhan, hasil penebusan Tuhan. Gereja adalah bangsa yang kudus dan imam-imam raja. Gereja adalah garam dan terang dunia. Gereja adalah saksi Kristus di dunia ditengah-tengah orang berdosa. Gereja harus berani teraniaya seperti Kristus demi pelebaran Kerajaan-Nya. Berdasarkan hasil perenungan pendalaman kita Kisah bab 8, mari kita jawab pertanyaan: Pesan apa yang kita peroleh pada pemahaman kita hari ini? Jelaskan apa makna “Jemaat Kristus Harus Teraniaya”? Jelaskan, bahwa gereja adalah Tubuh Kristus Selamat sejenak merenung dan mengaplikasikannya dalam hidup hari ini. Simpan dalam-dalam di hati: Kita bersukacita, karena Nama Yesus, kita layak menderita. Amin. (sp).
In A Dilemmatic Position
DILEMA. Sahabat, dari beberapa sumber saya mendapat penjelasan bahwa dilema adalah situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan, situasi yang benar-benar sulit dan membingungkan. Sesungguhnya dilema adalah istilah umum yang merujuk kepada suatu kondisi yang menyulitkan yaitu munculnya sebuah masalah yang menawarkan dua kemungkinan, di mana keduanya sama-sama sulit untuk diterima. Dilema dapat terjadi dalam semua aspek kehidupan manusia, misalnya dalam keluarga, dalam hubungan percintaan, dalam hubungan persahabatan, dalam studi, dalam bekerja, dan lain-lainnya; yang semuanya menyebabkan seseorang sulit mengambil keputusan. Sahabat, dalam kehidupan, kita pasti pernah berada dalam suatu dilema. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena semua yang akan kita lakukan dapat berakibat tidak baik, tidak menyenangkan dan tidak menguntungkan. Hal tersebut bisa terjadi ketika kita salah mengambil keputusan sehingga posisi kita dalam posisi yang sangat sulit. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “In A Dilemmatic Position (Dalam Posisi Dilematik)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 29:1-11 dengan penekanan pada ayat 9. Sahabat, apa yang Daud hadapi sebenarnya dilematis. Di satu sisi, ia sudah menunjukkan loyalitasnya kepada Akhis. Raja Akhis sangat percaya pada kesetiaan Daud. Di sisi lain, Saul adalah raja Israel, seorang yang diurapi Allah. Daud tahu, ia tidak berhak menjamah Saul. Namun sekarang ia harus menghadapi Saul sebagai musuh Filistin, negeri yang sedang ia bela. Dilema ini sebenarnya terjadi karena hikmat manusianya yang mengendalikan keputusannya, bukan mengandalkan Tuhan. Dalam posisi yang dilematis, tentu sangat sulit untuk memilih tindakan yang harus dilakukan. Daud hanya bisa mengalir mengikuti keadaan. Syukur, Tuhan tidak membiarkan Daud berlama-lama dalam kebingungan dan kecemasan. Tuhan memberi pertolongan kepada Daud. Dia memberikan jalan keluar kepada Daud. Tuhan membuat para panglima Filistin tidak suka dengan Daud. Mereka minta raja Akhis untuk menyuruh Daud pulang dan tidak ikut berperang. Perintah Akhis untuk menyuruh Daud pulang, merupakan jalan keluar yang Tuhan berikan kepada Daud di saat Daud dalam posisi dilematik dalam memilih dan bertindak. Di saat Daud tidak tahu apa yang harus dilakukan, Tuhan menyatakan jalan-Nya. Sahabat, walau kita kadang, bahkan mungkin sering, bikin ulah sendiri dalam hidup kita dan akibat ulah itu kita berada dalam dilema tertentu, Allah tetap mengasihi kita. Dia bisa meluputkan kita dari dilema tersebut karena Dia memiliki rancangan tertentu dalam hidup kita, yang tidak akan Ia biarkan dikacaukan oleh karena kelemahan dan keteledoran kita. Namun ingat, jangan sampai kita berpikir: Kita boleh hidup sembarangan, nanti Tuhan yang membereskannya! Mari kita belajar dari pengalaman Daud, untuk tidak membiarkan kekhawatiran yang tidak beralasan membelenggu kita, sehingga kita mengambil langkah yang salah dan menyulitkan kita sendiri. Kita belajar untuk lebih memercayakan diri pada Tuhan dan cara-Nya mengatur hidup kita. Sahabat, sesulit bagaimanapun kondisi dan posisi kita, dan kita tidak tahu tindakan yang harus kita lakukan, serta dalam posisi dilematik, semua tindakan yang akan kita lakukan terlihat semuanya serba tidak baik dan serba salah. Tetap percayalah kepada Tuhan, sesungguhnya Tuhan tidak tinggal diam dan membiarkan kita dalam posisi tersebut. Kalau Tuhan belum menyatakan sesuatu, artinya belum waktunya Tuhan. Tetap berjalan dengan iman sampai waktunya Tuhan dinyatakan; sampai Tuhan membukakan jalan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dengan dilema? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Percayalah kepada Tuhan, sesungguhnya Tuhan tidak tinggal diam dan membiarkan kita dalam posisi dilematik. (pg).
MEMILIH KEMBALI BEKERJA
Saudaraku, siapa pun membutuhkan dan akan menikmati liburan. Namun orang yang liburan harus sadar bahwa itu hanya sementara dan harus kembali ke rutinitas semula. Liburan tidak bisa menjadi alasan untuk menghindari tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh orang itu. Mari renungkan ‘liburan rohani’ ala Yesus dan bagaimana Ia akhirnya kembali kepada para murid sebagaimana dituliskan dalam Markus 9:2-13. Yesus mengajak tiga orang murid untuk liburan sejenak ke gunung. Di situlah terjadi transfigurasi (perubahan bentuk) Yesus secara fisik dan bahkan mereka bertiga bisa melihat Musa dan Elia hadir di sana. Tentunya karena zaman Musa dan Elia sudah berlalu, para murid memastikannya dari ciri-ciri fisik seperti yang dikisahkan kepada mereka di sekolah mereka dulu (setiap laki-laki Yahudi bersekolah di sinagoga sejak usia 6 atau 7 tahun hingga 12 tahun). Itulah liburan ala Yesus yang menakjubkan, mempesona sekaligus menakutkan tiga murid Yesus hingga bahkan Petrus ingin membuat kemah untuk menikmati suasana yang ngeri-ngeri sedap bagi mereka (Markus 9:5-6). Untunglah itu tidak terjadi dan setelah liburan selesai maka Yesus mengajak mereka turun gunung untuk menyambut dunia nyata yang penuh kedengkian dan permasalahan. Mereka kembali berhadapan dengan para ahli Taurat dan orang-orang yang membutuhkan pemulihan secara utuh. Sangat menarik untuk merenungkan mengapa Yesus memilih turun gunung dan tidak mengabulkan ide Petrus yang terasa begitu rohani. Walau takut, Petrus ingin mengabadikan momen yang super langka itu dan memperpanjang waktu surgawi yang dahsyat itu. Namun Yesus menyadari benar misi kedatangan-Nya di dunia dan Ia harus menuntaskannya sampai selesai dibandingkan menikmati surga di atas gunung. Misi Yesus untuk memperkenalkan dan menyebarkan Kerajaan Allah masih menjadi prioritas dibanding suasana surga yang ada di atas gunung. Kedisiplinan Yesus menjaga misi kedatangan-Nya mendorong Ia kembali ke para murid yang ditinggalkan. Yesus memberikan contoh tentang pentingnya konsistensi dalam bekerja menuntaskan tugas dibandingkan berlama-lama menikmati suasana surgawi. Menikmati hadirat Tuhan memang dirindukan oleh semua orang percaya Kristus, namun umat Allah memiliki tugas yang harus diselesaikan yaitu menjadi garam dan terang dunia (Matius 5 : 13-16) dan menjadikan semua bangsa murid Tuhan (Matius 28:19-20). Itu berarti semua orang percaya tidak boleh memakai keinginan untuk berada dalam hadirat Tuhan sebagai alasan untuk menghindari tugas yang sudah diberikan oleh-Nya. Ladang pelayanan Yesus sulit dan penuh pertentangan karena baru saja Ia turun gunung, Ia harus berhadapan dengan para ahli Taurat yang saat itu sedang “ribut” dengan murid-murid-Nya. Namun Yesus menuntaskan pekerjaan-Nya dan tanpa mengeluh Ia menyelesaikannya sampai Ia kehilangan nyawa karenanya. Di zaman ini makin banyak ladang yang harus digarap. Seperti kata Yesus bahwa tuaian banyak tetapi pekerja sedikit, maka setiap orang percaya harus menyadari panggilannya sebagai pekerja di ladang Tuhan. Ibadah dan merasakan hadirat Tuhan memang penting dan menjadi bahan bakar untuk mengasihi Dia. Namun karena Tuhan Yesus menginginkan lebih dari sekadar menikmati kehadiran-Nya melainkan lebih kepada melakukan kehendak Bapa (Matius 7:21) maka umat perlu merespons keinginan Yesus. Mari berjuang terus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia dan melakukan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)
Far Away from God’s Grace
TITIK NADIR. Sahabat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nadir adalah titik yang paling rendah dari bulatan cakrawala (bola langit) yang terletak tepat di bawah kaki pengamat. Sedangkan titik nadir kehidupan ialah kondisi terendah dalam kehidupan seseorang. Kondisi yang banyak orang tak menginginkannya. Titik nadir dalam kehidupan adalah saat-saat yang paling sulit atau terendah dalam kehidupan seseorang. Hal itu bisa terjadi karena berbagai alasan seperti kehilangan orang yang dicintai, kegagalan dalam karir, masalah keuangan, masalah kesehatan, depresi, dan lain-lain. Hari ini kita akan melanjutkan untuk belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Far Away from God’s Grace (Jauh dari Kasih Karunia Tuhan)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 28:1-25 dengan penekanan pada ayat 6. Sahabat, Tuhan menyediakan berkat dan pemulihan bagi anak-anak-Nya, dan secara terperinci berkat-berkat itu bisa kita baca dalam Ulangan 28:1-14, dan yang paling banyak diingat dan dipegang oleh orang percaya yaitu: “Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, …” (Ulangan 28:13). Cukup banyak orang percaya yang mengklaim janji Tuhan ini tanpa memperhatikan lebih dahulu kelanjutan dari ayat tersebut: “… apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya.” (Ulangan 28:13-14). Saul merupakan salah satu contoh orang yang justru menglami kemunduran atau kemerosotan atau penurunan dalam hidupnya sampai titik nadir. Kisah Saul dalam bacaan kita pada hari ini sungguh-sungguh menyedihkan. Ia sungguh-sungguh menyangkali imannya. Kepercayaannya yang paling mendasar kepada Tuhan telah ditinggalkan. Apa yang menjadi salah satu larangan penting dari Taurat (Ulangan 18:9-14), yang Saul sendiri pada masa permulaan pemerintahannya menaatinya (Ayat 3), telah dilanggarnya sendiri. Percaya pada peramal berarti percaya kepada roh-roh lain di luar Tuhan. Hal itu sama saja dengan menduakan Tuhan, alias menyembah berhala. Ketaatan Saul benar-benar telah memudar. Sahabat, itulah yang terjadi pada Saul. Dalam keadaan kepepet oleh pasukan Filistin, Saul berusaha mencari petunjuk dari Tuhan. Ketika Tuhan tak kunjung menjawab, ia pun nekat mencari pemanggil arwah agar dapat memberi jawaban atas pergumulannya (Ayat 7). Ternyata di Israel masih ada orang dengan profesi semacam itu, yang jelas-jelas bertentangan dengan Taurat Tuhan. Tidak heran, rajanya sendiri pun kemudian terjebak pada dosa tersebut. Apakah yang muncul benar-benar roh Samuel atau roh “Samuel”, itu merupakan isu kontroversial dalam dunia penafsiran Alkitab. Kalau benar itu roh Samuel, maka itu merupakan kasus khusus yang Tuhan izinkan untuk meneguhkan penghukuman-Nya atas Saul karena jawaban roh Samuel jelas sekali (Ayat 16-19). Kalau itu bukan roh Samuel, maka jelas roh jahat berperan dibalik sang pemanggil arwah untuk menipu Saul. Isi jawaban yang senada dengan berita penghukuman Allah melalui Samuel pada masa lalu tidak perlu diartikan bahwa roh jahat memiliki pengetahuan Ilahi, tetapi bahwa roh jahat akan memakai apa saja untuk menjerat orang semakin jauh dari Tuhan dan terpuruk sampai titik nadir. Sahabat, kita sudah mengikuti perjalanan iman Saul dari permulaan, dan mendapatkan bahwa saat Saul tidak bersedia dikoreksi oleh Tuhan. Ia semakin jauh dari kasih karunia Tuhan. Puncaknya, ia menyangkali Tuhan dengan mencari pertolongan dari yang bukan Tuhan. Sayang sekali teguran Tuhan sama sekali tidak direspons dengan bertobat dan mau belajar menaati kehendak-Nya. Semoga kita belajar dari kisah Saul ini untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami tentang titik nadir kehidupan? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Mari kita sabar menantikan jawaban dari Tuhan dan jangan mengambil jalan pintas dengan mencari pertolongan kepada allah-allah yang lain. (pg).
Buah kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya. Meme Firman Hari Ini.
Layanilah Tuhan. Meme Firman Hari Ini.
Break the Worry Shackles
KEKHAWATIRAN DAN KECEMASAN. Sahabat, ada cukup banyak orang sering menggunakan istilah kekhawatiran untuk menunjuk kondisi kecemasan dan begitu juga sebaliknya. Kekhawatiran sering dianggap sinonim dari kecemasan. Namun, dari beberapa literatur yang saya baca, sesungguhnya kekhawatiran dan kecemasan itu tidak sama, selain itu kekahwatiran dan kecemasan memberikan dampak yang berbeda terhadap emosi dan kesehatan psikologis kita. Kekhawatiran berbicara tentang segi kognitif atau berpikir tentang masalah atau ketakutan yang menyebabkan rasa takut itu. Khawatir adalah berpikir tentang hal-hal di depan yang menciptakan perasaan cemas. Khawatir merupakan proses berpikir. Berpikir hal-hal yang membangunkan ketakutan dan akan mencuri sukacita kita. Sedangkan kecemasan merupakan antisipasi terhadap ancaman-ancaman ke depan ditandai dengan kegelisahan mendalam. Misalnya, apakah kemarau kering di Indonesia benar-benar akan berakhir pada awal November 2023? Ketika kecemasan membelenggu kita, dia akan mencuri damai kita. Kekhawatiran memicu pengidapnya untuk menyelesaikan masalah, sedangkan kecemasan tidak. Kekhawatiran dapat membuat kita berpikir untuk mencari solusi dan strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan kecemasan, ibarat roda hamster yang hanya membuat kita berputar-putar tanpa membawa ke solusi yang produktif. Hal ini karena sifat kecemasan yang meluas membuat seseorang yang mengalaminya menjadi lemah dan tidak bisa mencari penyelesaian masalah. Rasa khawatir menyebabkan tekanan emosional ringan, sedangkan kecemasan memberi tekanan emosional yang parah. Kecemasan merupakan kondisi psikologis yang jauh lebih kuat daripada kekhawatiran. Itulah sebabnya kecemasan dapat lebih mengganggu dan menimbulkan masalah pada pengidapnya. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Break the Worry Shackles (Patahkan Belenggu Kekhawatiran)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 27:1-12 dengan penekanan pada ayat 1-2. Sahabat, Alkitab mencatat bahwa sejak Daud mampu mengalahkan Goliat timbullah kebencian dan iri hati dalam diri Saul terhadapnya. Berbagai upaya dilakukan Saul untuk dapat menghabisi nyawa Daud, tapi selalu berujung pada kegagalan. Sebaliknya Daud punya kesempatan sebanyak 2 kali untuk membunuh Saul, tapi tak dilakukannya, sehingga berkatalah Saul kepada Daud, “Diberkatilah kiranya engkau, anakku Daud. Apa jua pun yang kauperbuat, pastilah engkau sanggup melakukannya.” Lalu pergilah Daud meneruskan perjalanannya dan pulanglah Saul ke tempatnya. (1 Samuel 26:25). Daud sangat percaya bahwa Tuhan tak pernah melepaskan tangan-Nya untuk selalu menopang hidupnya, dan Ia berkuasa untuk melepaskannya dari tangan Saul. Namun ayat 1 mengindikasikan bahwa Daud sedang mengalami keruntuhan iman sehingga kekhawatiran membayangi langkahnya. Ia pun memutuskan untuk lari ke negeri orang Filistin. Sahabat, Daud terus membayangkan hal-hal yang buruk itu akan terjadi. Akibatnya Daud lupa akan kedahsyatan kuasa Tuhan yang berulangkali sanggup melepaskannya dari rancangan-rancangan jahat manusia dan juga melepaskannya dari binatang buas, saat ia masih menggembalakan kambing domba. Demikian pula dalam hidup ini, seringkali kita mengkhawatirkan sesuatu yang buruk terjadi. Kita membiarkan hati dan pikiran kita dibelenggu oleh kekhawatiran yang sedemikian menyiksa. Ahli kejiwaan meneliti dan mendeskripsikan tetang kekhawatiran: 40% kekhawatiran manusia adalah mengenai hal-hal yang tidak terjadi, 30% mengenai hal yang sudah terjadi, 12% mengenai kesehatan, dan 10% mengenai keresahan sehari-hari. Jadi 92% kekhawatiran kita sesungguhnya tidak berdasar pada alasan yang kuat. Sahabat, kekhawatiran itu ibarat kursi goyang yang tidak akan membawa kita ke mana-mana dan tidak akan mengubah keadaan kita. Belenggu kekhawatiran itulah yang membawa Daud kehilangan akal sehatnya dengan mencari pertolongan ke negeri orang Filistin. Karena itu kita perlu mematahkan belenggu kekhawatiran yang melilit kita. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan Apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang sahabat pahami tentang kekhawatiran? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Mari belajar untuk tidak mengulang kesalahan Daud. Kita belajar memercayakan diri sepenuhnya kepadapemeliharaan Tuhan. (pg).