The Journey of Life

TRAGEDI DAN KOMEDI. Sahabat, mana yang membuat kita tertawa, tragedi atau komedi? Semua orang, kecuali mereka para penikmat derita (masokis), hampir pasti akan memilih komedi. Tragedi dan komedi adalah dua tema besar yang dikotomi di atas kanvas kehidupan kita. Tragedi dan komedi adalah bentuk sastra yang paling tersebar luas dalam teater Yunani Kuno. Terdapat beberapa karya sastra dalam genre ini bahkan hingga saat ini, namun karya-karya yang ditulis oleh para penulis Yunani Kuno adalah yang paling berharga. Dari artikel di Kompasiana  saya mendapat informasi bahwa secara etimologis, tragedi berangkat dari kata Yunani tragoidia, terbagi dari kata tragos, artinya kambing dan aeidein yang berarti nyanyian. Menggambarkan nyanyian yang mengiringi nasib seekor kambing yang dikorbankan pada acara ritual dalam budaya Yunani kuno. Sedangkan komedi berasal dari bahasa Yunani komoida berarti suatu karya lucu yang semata bertujuan untuk menghibur dan menimbulkan tawa. Sastra Yunani mengenal yang namanya tragedi dan komedi. Tragedi artinya perjalanan hidup seseorang yang sedang merosot sampai ke titik nadir (paling rendah). Sedangkan dari komedi sebaliknya, perjalanan seseorang yang menanjak sampai ke puncak. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “The Journey of Life (Perjalanan Hidup)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 19:1-24. Sahabat, berbarengan dengan kisah hidup Saul yang merosot terus dalam berbagai aspek kehidupannya (tragedi), Daud dikisahkan sedang menanjak oleh anugerah Tuhan menuju posisi puncak, yaitu menjadi raja atas Israel (komedi). Saul telah terobsesi untuk membunuh Daud. Namun karena teguran Yonatan, putranya, Saul urung membunuh Daud. Bahkan sikapnya itu dikuatkan dengan suatu sumpah yang berat (Ayat 6). Ternyata sumpahnya hanya bertahan di bibir. Saat Daud kembali menang perang, kedengkian Saul terhadap Daud menggelora kembali. Mari kita sejenak kembali mengamati 1 Samuel 18, untuk menyingkirkan Daud, Saul menggunakan berbagai cara. Cara yang satu tidak berhasil (Ayat 9-10), cara lain digunakan (Ayat 11-17; 20-24). Sahabat, hidup Saul semakin merosot. Perhatiannya sekarang bukan pada bagaimana memerintah bangsanya, tetapi bagaimana membinasakan Daud. Di satu sisi, jelas kekalapan Saul merupakan akibat dari ketidaktundukannya pada kehendak Tuhan, dan sekaligus penghukuman Tuhan atas kedegilan hatinya. Namun di sisi lain, Saul sendiri menolak bertobat dari dosanya. Bagi Daud, perjalanan menuju puncak sepertinya masih harus melewati jalan yang landai. Berulang kali dalam pasal ini, dan masih akan terjadi di pasal-pasal berikut, ia harus melarikan diri dari rencana keji Saul untuk menyingkirkannya. Syukur kepada Tuhan, dalam salah satu pelariannya ia dapat berjumpa dengan Samuel. Samuel secara jabatan sebagai nabi sudah emeritus, tetapi hatinya tetap penuh kasih dan peduli. Penyertaan Samuel pada Daud pasti menguatkan Daud yang sedang galau. Sahabat, mungkin saat ini, dalam perjalanan hidup kita, ada diantara kita yang merasa galau seperti Daud. Ada sosok “Saul” yang membayangi kita. Ingat, kita tidak sendirian. Tuhan siap menyediakan “Samuel” untuk mendampingi dan menguatkan kita. Percayalah dan tetap bersandar kepada-Nya. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Usaha apa saja yang telah dilakukan Saul untuk membunuh Daud? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Allah menginginkan kita menjauhkan diri dari niat dan perbuatan jahat. (pg).

YAIRUS MELAWAN ARUS

Saudaraku, orang tua yang menghadapi anak sakit parah bukanlah akan menempuh segala cara agar anaknya pulih kembali.  Gelisah, putus asa, merasa bersalah dan takut kehilangan, akan berkecamuk, sehingga bisa membuat mereka menjadi pribadi yang pemberani untuk mencari solusi.  Mari kita merenungkan Markus 5:21-24. Profesi Yairus menuntutnya selalu berada di sinagoge (rumah ibadat Yahudi) untuk memastikan semua kegiatan peribadatan berlangsung baik dan teratur.  Karena pekerjaannya, ia memiliki hubungan baik dengan para Imam, kaum Farisi dan bahkan para ahli Taurat. Ia terbiasa dengan suasana rohani dan situasi khusyuk saat berdoa. Namun anehnya saat menghadapi anaknya sekarat, Yairus  malah mencari Yesus yang saat itu banyak dibicarakan dengan nada negatif oleh para rohaniawan.  Yairus melihat Yesus sebagai jalan keluarnya, maka  itulah yang menyebabkan ia rela berdesakan dengan banyak orang yang mengerumuni Yesus dan bahkan berlutut di kaki-Nya di hadapan orang banyak itu.  Yairus benar-benar merasa putus asa karena tekanan pikiran gara-gara anaknya dan ia tahu bahwa satu-satunya yang bisa menolong adalah Yesus, walaupun  Yairus tahu bagaimana lingkungan sekitarnya bersikap.  Yairus melawan arus para rohaniawan yang menjadi rekan dan atasannya,  ia bahkan mempertaruhkan reputasinya dengan tanpa malu berlutut di kaki Yesus sebagai lambang penundukan dan sekaligus ekspresi keputus asaan Yairus sendiri.  Yairus tidak peduli dengan penilaian orang banyak yang pasti mengenali dirinya dan profesinya.  Baginya yang penting anaknya tertolong.  Ia bahkan rela menunduk dan memohon kepada Yesus, guru muda yang masuk dalam pengawasan para rohaniawan.  Ia bertaruh dengan pekerjaan dan masa depan keluarganya.  Yairus tidak peduli. Setiap manusia memiliki hal yang berharga dalam hidupnya, yang bila itu akan hilang maka akan diperjuangkan mati-matian bahkan ia rela untuk melawan orang di sekitarnya demi mempertahankan apa yang berharga.  Bagi setiap pengikut Kristus, tidak ada yang lebih berharga selain Kristus sendiri.  Alkitab mencatat para pejuang iman yang gigih dan rela untuk memberikan apapun demi tetap memegang Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Salah satunya adalah  Rasul Paulus yang rela melupakan masa lalunya  (Filipi3:13)  dan bahkan rela menanggung segala derita demi Kristus (2 Korintus 4:8-9 ;  11:23-28). Kisah pejuang iman akan terus dilanjutkan sampai saat ini.  Mungkin sekarang para pembacalah yang sedang menorehkan nama masing-masing di Buku Kehidupan sebagai pejuang iman.  Selama Kristus masih menjadi yang paling berharga, orang Kristen akan terus memperjuangkan imannya.  Di masa sekarang orang Kristen menghadapi tantangan yang berat dan kompleks.  Arus dunia sedang mengarah jauh dari Tuhan dengan kemunculan ajaran-ajaran yang menyimpang, kehidupan yang makin bebas, penyimpangan seksual yang terekspos dengan bebas, kekerasan yang menjadi info sehari-hari ataupun pertengkaran yang memecah belah gereja dan pekerjaan Tuhan.  Di zaman ini  orang yang benar-benar memegang Sang Kristus akan terus berjuang walau harus melawan arus.  Inilah zaman seleksi iman yang ketat,  maka jadilah pejuang iman yang bergantung pada Allah.  Jangan takut melawan arus selama engkau disertai Sang Kristus. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag).

DO NOT ENVY !!!

DENGKI. Sahabat ada cukup banyak orang yang berpendapat bahwa dengki itu sama dengan iri atau dengki itu sinonim dari iri. Coba kita simak definisi dari dengki dan iri yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). DENGKI adalah  menaruh perasaan marah (benci, tidak suka) karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain. Sedangkan IRI adalah merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain (beruntung dan sebagainya). Maka dapat kita simpulkan bahwa iri adalah keinginan untuk menjadi sebaik orang lain, sedangkan  dengki adalah  keinginan untuk merampas apa yang dimiliki orang lain. Orang yang dengki tidak hanya kesal karena apa yang orang lain miliki atau capai tetapi juga ingin mengambilnya. Sesungguhnya rasa dengki bisa menjangkiti siapa saja, tidak soal betapa berkuasa dia, betapa kaya dia, betapa pandai dia, betapa sukses dia, dan betapa beken dia. Coba simak apa yang disampaikan oleh Bertrand Russell, seorang filsuf dari Inggris: ”Napoleon dengki terhadap Caesar, Caesar dengki terhadap Aleksander Agung, dan Aleksander, saya berani bilang, dengki terhadap Herkules, yang tidak pernah ada.” Sahabat, ternyata Napoleon Bonaparte, Julius Caesar, dan Aleksander Agung menjadi korban dari dengki. Meskipun  sangat berkuasa dan termasyhur, mereka memendam sifat yang dapat meracuni pikiran. Ketiganya menyimpan dengki di dalam hatinya. Sahabat, Pengamsal mengingatkan kita bahwa hati merupakan sumber kehidupan, dari dalam hati terpancar kehidupan (Amsal 4:23). Karena itu jangan izinkan dengki bercokol lama-lama di dalam diri kita. Dengki timbul dari hati yang sudah tercemar. Dengki adalah perasaan marah (tersinggung) melihat orang lain lebih hebat dari dirinya dan bila dengki  dibiarkan hidup di dalam hati kita akan beranak pinak tindakan-tindakan yang destruktif.. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Do Not Envy !!! (Jangan Dengki !!!)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 18:1-30 dengan penekanan pada ayat 9. Sahabat, awalnya Raja Saul sangat terkesan dengan Daud setelah ia mengalahkan Goliat, pahlawan orang Filistin. Ia pun menunjuk Daud menjadi kepala prajurit dan menugaskannya memerangi musuh-musuh Israel, dan selalu menang. Ketika rakyat mulai menyanjung Daud melebihi Saul, sang raja merasa takhtanya terancam (Ayat  7-8). Sejak saat itu, Saul selalu MENDENGKI Daud. Artinya, ia selalu memandang Daud dengan mata yang cemburu dan hati yang iri. Hatinya dirasuki kejahatan, hingga ia berusaha membunuh Daud, berkali-kali. Karena upaya itu gagal, Saul mengangkat Daud menjadi kepala pasukan seribu, agar ia menjadi yang terdepan dalam segala gerakan tentara, agar ia terbunuh di medan perang. Tetapi penyertaan Tuhan membuat Daud selalu berhasil. Sahabat, Saul menghidupi dan memelihara sifat dengki  seumur hidupnya (Ayat 29-b). Hal itu merongrong jiwanya. Membuatnya jatuh dalam berbagai dosa hingga ia makin terpuruk. Sekalipun ia tahu bahwa Allah telah mengurapi Daud menggantikannya menjadi raja Israel, ia makin berusaha mempertahankan kekuasaannya. Akibatnya ia makin menderita. Benarlah kata Pengamsal: “… iri hati membusukkan tulang” (Amsal 14:30-b). Sesungguhnya sifat DENGKI muncul ketika kita tidak rela menerima kenyataan, serta karena tidak mensyukuri apa yang kita punya. Kita merasa terancam karena keberadaan orang lain, lalu kita merancang berbagai kejahatan. Tanpa sadar, kita sedang menghancurkan diri sendiri. Karena itu jangan menyimpan, apalagi memelihara DENGKI di dalam hati kita.  Jangan dengki !!! Berhentilah mendengki !!! Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Menurut Sahabat, hal apa yang menyebabkan Saul menaruh dengki kepada Daud? Selamat sejenak merenung.  Simpan dalam-dalam di hati kita: Sifat dengki menyeret kita ke dalam kehancuran, sikap ikhlas menuntun kita memahami kehendak Tuhan. (pg).

Deadly Trivial

PESIMIS. Sahabat, pesimis merupakan suatu sikap ketika seseorang memiliki pandangan negatif terhadap situasi atau peristiwa tertentu. Pesimis diidentikkan dengan sikap seseorang yang mudah menyerah, tidak percaya diri, dan sudah menyerah sebelum mencoba. Perasaan tersebut biasanya akan muncul ketika seseorang menghadapi berbagai tantangan di dalam hidupnya. Mereka terlalu takut sehingga bersikap negatif terhadap sesuatu yang akan terjadi. Pesimis adalah sikap yang ditunjukkan saat seseorang berpandangan negatif dan tidak memiliki harapan yang baik. Hal tersebut tidak termasuk ke dalam penyakit mental, tetapi sifat di mana seseorang memiliki pandangan hidup yang lebih negatif. Beberapa orang mungkin mengatakan sikap pesimis merupakan sikap yang lebih realistis. Seorang pesimis biasanya akan berpikir bahwa segala sesuatu tidak akan menciptakan hasil yang menyenangkan dan seringkali curiga ketika sesuatu tampak berjalan dengan baik. Sikap pesimis adalah kebalikan dari sikap optimis. Ketika seseorang memiliki sikap yang optimis, maka orang tersebut akan berpandangan positif dan mempunyai harapan yang baik di segala hal. Sikap optimis maupun pesimis yang kita tunjukkan ternyata akan berpengaruh terhadap kehidupan kita. Sikap diri yang selalu pesimis juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental serta fisik. Dilansir dari laman “Very Well Mind”, seseorang yang memiliki sikap pesimistis cenderung memiliki lebih sedikit dukungan sosial. Selain itu, mereka juga akan lebih mudah menyerah ketika menjalankan suatu hal sehingga hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Deadly Trivial (Hal Sepele yang Mematikan)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 17:40-58. Sahabat, sikap pesimis sering kali terlihat sebagai  hal yang sepele tetapi sesungguhnya mematikan. Mengapa? Karena sikap pesimis itu ibarat orang yang kalah sebelum bertanding. Sikap pesimis lebih melihat dan mengandalkan kemampuan diri sendiri, mereka lupa bahwa ada Allah yang Mahakuasa yang beserta dengan kita. Mereka hidup karena melihat bukan karena percaya. Dalam pertarungan Daud dan Goliat, ungkapan spontan “Tidak mungkin …!” Muncul dari setiap mulut para tentara Filistin ketika melihat Daud yang muda. Orang Filistin meyakini kemenangan pasti ada di pihak mereka karena memiliki seorang prajurit tinggi dan besar, membawa lembing dan tombak (Ayat 45), berperisai dan berbaju perang (Ayat 41). Di pihak Israel, mereka hanya diwakili seorang anak muda (Ayat 42), dan belum pengalaman dalam peperangan, hanya bersenjata tongkat dan umban batu (Ayat 43). Karena itulah, Goliat menghina Daud (Ayat 41). Di sini kita melihat perbandingan yang tidak seimbang dalam postur tubuh, pengalaman perang, kelengkapan, dan kualitas senjata. Namun, Daud meletakkan kekuatannya bukan pada keahlian mengumban batu dan melumpuhkan binatang buas, tetapi kepada Allah Sang Pencipta dan Pemelihara semesta (Ayat 45-47). Umban batu, yang diremehkan dan ditertawakan Goliat dan banyak orang, membawa kemenangan besar bagi Daud dan Israel. Apa yang dihina Goliat menjadi kehinaan bagi dirinya sendiri. Ini menegaskan bahwa Allah, Sang Mahakuasa, telah menyatakan kebesaran-Nya melalui hal-hal kecil yang dianggap sepele oleh banyak orang. Hal yang kecil di tangan Allah telah menjadi perkara yang sangat besar dalam sejarah Israel. Daud dianggap kecil, tetapi mempunyai iman yang sangat besar kepada Allah. Allah dapat memakai yang tampaknya tidak mungkin menjadi mungkin. Sahabat, mari belajar dari Daud yang hidup karena PERCAYA bukan karena melihat. Fokus dan pandangan Daud bukan kepada Goliat, Sang Raksasa, tapi kepada Allah yang Mahakuasa yang menyertainya. Daud dengan optimis meju menghadapi  Goliat karena dia berpijak pada pengalamannya bersama Allah ketika dia menjalani hidup sebagai seorang gembala domba. Karena penyertaan Allah, kita menjalani hidup dengan optimis. Bersama dengan Allah  kita berani menghadapi masalah apa pun yang ada di depan kita. Inilah yang menjadi moto hidup kita: Tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Selanjutnya, izinkan Allah yang mengerjakan perkara besar-Nya bagi kita. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 45? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kalau dulu Tuhan menolong Daud, sekarang pun kita percaya Tuhan pasti akan menolong kita, karena Dia adalah Tuhan yang tidak berubah! (pg).