Choose Life

GENGSI. Sahabat, saya sangat setuju dengan ungkapan: “Gengsi itu tidak membuat kita menjadi kaya, tapi akan membuat kita menderita dan merana. Kehidupan manusia memang banyak sekali dinamikanya, ada yang butuh pengakuan agar status sosialnya diakui oleh khalayak. Apalagi menyangkut status sosial yang menjadi sebuah tolok ukur kehidupan di masyarakat. Memang tidak dapat dimungkiri dengan semakin merebaknya gaya hidup yang  kekinian,  setiap orang semakin membutuhkan eksistensi dalam hidupnya sehingga banyak orang yang ingin disanjung dan bahkan merasa bahwa saya lebih dari yang lain. Gengsi, sebuah kata yang menjadi ciri kesuksesan, keberhasilan, dan bahkan sebuah gaya hidup yang dimiliki sebagian orang untuk eksistensi dirinya. Tak ayal, banyak yang mengedepankan gengsi semata, tetapi ternyata di sisi lain malah hidupnya merana. Hidup bagai cangkang yang ingin terlihat bagus, tetapi isinya malah tidak sebagus cangkangnya. Sahabat, pernahkah kita menyadari  bahwa hidup menjaga gengsi akan membuat kita menderita dan merana? Maka hiduplah sesuai dengan kemampuan diri. Jika kita terus  hidup demi gengsi untuk sebuah status sosial, tetapi kita tidak berkemampuan secara finansial, maka percayalah sikap tersebut akan membuat kita semakin tertekan, mempunyai banyak masalah, tidak tenang, dan menderita. Mencapai sesuatu yang tak bisa kita capai karena tidak mampu merupakan hal yang sangat berat. Tidak hanya itu, percayalah menabung kebohongan yang setiap hari kita lakukan akan menjadi beban hidup yang tak akan pernah usai. Jadi, mari kita menikmati hidup dengan cara  hidup sesuai dengan batas kemampuan kita masing-masing. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Choose Life (Pilihlah Hidup)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 6:1-7:1. Sahabat, ada peribahasa lama berbunyi: “Besar pasak daripada tiang.” Peribahasa tersebut hendak  menggambarkan orang yang pengeluarannya lebih besar daripada pemasukannya. Bisa saja hal itu terjadi karena pendapatannya tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, sangat mungkin juga hal itu terjadi karena keinginan untuk memuaskan rasa bangga diri (gengsi) yang sangat besar. Orang itu merasa gengsi jika rumah, pakaian, kendaraan, atau barang lainnya kurang mewah jika dibandingkan dengan barang tetangga atau temannya. Segala macam cara dilakukannya supaya tidak kalah dibanding orang lain. Menjalani hidup semacam itu sama halnya dengan tidak hidup. Orang itu hanya mengejar gengsi dan tidak menikmati hidupnya. Sahabat, Raja-raja orang Filistin boleh berbangga diri karena mengalahkan orang Israel, bahkan berhasil merebut tabut Tuhan. Namun, mereka kemudian ditimpa kemalangan karena tulah dari Tuhan. Akhirnya mereka harus memilih: Kebanggaan atau hidup mereka. Berdasarkan nasihat yang bijaksana, mereka kemudian memilih hidup. Tak masalah kebanggaan mereka berkurang karena harus mengembalikan tabut Tuhan, asalkan hidup mereka kembali bisa dinikmati. Dalam hidup pribadi, bergereja, berbangsa, kadang kita juga harus memilih antara hidup dan kebanggaan diri. Pilihlah hidup agar karunia Tuhan ini bisa sungguh-sungguh dinikmati dalam segala kepenuhannya. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat yang peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami tentang gengsi? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati:  Anugerah dan perjanjian menuntut hidup umat serasi dengan Allah. Baik serasi dalam pengenalan maupun dalam tindakan. (pg). 

BERAWAL DARI AJAKAN

Saudaraku, tiap orang yang membaca Injil pasti akan mengenal nama Matius, penulis Injil urutan pertama dalam Alkitab.  Tulisan Matius rapi, urut dan enak dibaca karena ia adalah saksi dari pelayanan Yesus.  Siapa Matius? Mari kita merenungkan Markus 2:13-17. Lewi alias Matius sedang bekerja ketika Yesus mengajaknya: Ikutlah Aku!  Bagi seorang pemungut cukai sepertinya, ajakan untuk menjadi murid dari seorang yang guru muda seperti Yesus sungguh istimewa.  Profesi dan kebiasaan Lewi membuatnya terasing dari bangsanya sendiri karena : Pemungut cukai dikenal tega kepada bangsa sendiri.  Mereka suka memungut pajak dengan jumlah lebih banyak daripada yang diharuskan sehingga golongan pemungut cukai dikenal sebagai golongan yang korup dan rakus.  Seorang penulis Yunani mengatakan bahwa pemungut cukai segolongan dengan kaum pezinah, para perayu, para penjilat dan para calo.  Sehina itulah nilai profesi ini. Lewi bekerja pada Raja Herodes Antipas, yang merupakan keturunan orang Edom, musuh bebuyutan orang Israel.  Dengan kondisi ini maka Lewi dianggap antek musuh. Walaupun profesi ini memberikan harta yang melimpah keluarga, namun Lewi menyadari bahwa ia disingkirkan.  Oleh karena itu ajakan Yesus kepada orang seperti Lewi, bagaikan air yang menyiram tanah yang kering kerontang.  Lewi merespons cepat ajakan Yesus dan segera meninggalkan dunianya :   Pekerjaan, komunitas, karir dan jaminan hidupnya lalu mengikut Yesus.  Respons itu menujukkan penghormatan kepada Yesus sekaligus menunjukkan kegelisahan hati Lewi dengan hidupnya sendiri.  Panggilan Yesus membuat Lewi melihat masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan hidupnya saat itu.  Memang secara finansial jauh berbeda, namun Lewi menemukan jalan hidup yang lebih baik. Lewi alias Matius memperkenalkan Kristus lewat tulisannya.  Jutaan orang turun temurun membaca kesaksiannya, menikmati karyanya dan masuk dalam anugerah keselamatan.  Allah memakai Matius untuk mewartakan Injil dengan apa yang dia miliki.  Dialah penulis Injil Matius. Panggilan Allah mengubah hidup manusia, dari pecundang menjadi pemenang kehidupan.  Maka mereka yang sudah dimenangkan seharusnya juga merangkul mereka yang masih tersingkir karena sesungguhnya tidak ada seorang pun yang mau menjadi pecundang terus menerus.  Mari ikuti semangat transformasi Yesus yang mengatakan Ia datang untuk memanggil orang berdosa supaya bertobat (Markus 2:17).  Bila berharap perubahan dalam lingkungan, mulailah dengan menerima mereka yang dianggap pecundang.  Bukan untuk memaklumi sisi pecundang mereka, namun mengajak mereka datang kepada Kristus.  Percayalah seorang pecundang yang menemukan Kristus dan dimenangkan, ia akan menjadi berkat untuk sesamanya.  Seperti Matius.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag).

Let There Be No Amulets Between Us

JIMAT. Pertama, kata jimat berasal dari bahasa Portugis: Fetitico, dan berasal dari kata latin: Factitius yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan magis atau sesuatu yang ada pengaruh dan efeknya. Jimat juga digunakan untuk memberikan kekebalan dan perlindungan, kekuatan dengan tujuan mempertahankan kekuasaan dan hidup agar disegani manusia dan aman dari gangguan iblis.  Kedua, kata jimat berasal dari bahasa Arab Adzimat artinya yang dimuliakan. Jimat adalah suatu benda atau sejenisnya yang disakralkan oleh pembuatnya atau pemakainya. Jimat ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, batu, air yang mengkristal, hewan, manusia dan bahkan lainnya yang sengaja dibuat oleh manusia atau tercipta oleh proses alam bahkan ada juga dari alam gaib dan perhiasan yang disebut amulet ini biasa dipakai dalam praktik okultisme.    Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Let There Be No Amulets Between Us (Jangan Ada Jimat Diantara Kita)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 4:1-22. Sahabat, kekalahan Israel terjadi karena mereka berdosa terhadap Tuhan. Para pemimpin mereka telah melecehkan Tuhan dengan menajiskan ritual kurban di rumah Tuhan. Mereka memang kemudian menyadari bahwa kekalahan mereka disebabkan Tuhan tidak menyertai mereka (Ayat 2-3). Mereka berpikir jika tabut perjanjian Allah dibawa ke medan perang, pasti Allah akan memenangkan mereka (Ayat 3). Sesungguhnya dengan mengusung Tabut Perjanjian ke medan perang, mereka sudah merendahkan lambang kehadiran Allah itu. Mereka menyamakan Tabut Perjanjian dengan berhala bangsa bangsa sekitar mereka yang biasa diusung untuk ikut berperang. Bangsa tadi memang percaya bahwa saat mereka berperang, dewa mereka pun ikut berperang melawan dewa musuh. Kalau dewa mereka menang perang, berarti mereka pun akan menang. Sahabat, dari perspektif teologi Perjanjian Lama, hal pemberian kemenangan bagi Israel dalam peperangan bersangkut paut dengan kedaulatan dan kekudusan Allah sendiri, serta ketaatan umat. Kekalahan adalah hukuman Tuhan. Kekalahan Israel yang dahsyat menjadi bukti ketidakberkenanan Allah (Ayat 10-11). Melalui peristiwa itu pula firman Tuhan mengenai penghukuman terhadap Eli dan keluarganya digenapi (ayat 11-22). Istri Pinehas memberikan kesimpulan yang tepat: Dengan berbuat demikian, justru Israel kehilangan kemuliaan (Ayat 21- 22). Kita perlu terus mengingat bahwa Allah tidak dapat diatur-atur, apalagi dipermainkan. Menurut laporan yang disampaikan oleh seorang prajurit yang selamat dari pertempuran kepada Imam Eli: “Orang Israel melarikan diri…, kekalahan yang besar telah diderita…, kedua anakmu Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah sudah dirampas” (Ayat 17). Tepat sekali  kalau kekalahan Israel terjadi karena Ikabod (Telah lenyap kemuliaan Allah dari Israel) Apa yang dilakukan Israel mirip dengan apa yang sering dilakukan orang percaya masa kini. Kadang klaim akan janji Tuhan berubah menjadi pemerasan terhadap Allah: Kita menjebak Allah dengan menaruh janji firman tertentu untuk menghadapi masalah kita. Kita anggap Allah pasti tidak mau dipermalukan karena janji-Nya tidak digenapi. Padahal, upaya jebak-paksa rohani ini sering berakar dari salah pengertian kita tentang janji atau firman tersebut. Seharusnya orang percaya selalu ingat bahwa Allah tidak bisa dipaksa. Di lingkungan komunitas orang percaya masa kini masih ada kepercayaan-kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap berkuasa. Masih ada orang percaya yang melakukan penyembahan berhala, masih mempunyai pegangan jimat, dan percaya takhayul. Ada bentuk takhayul yang sepertinya sangat rohani misalnya percaya adanya kuasa di dalam benda yang digunakannya, seperti Alkitab,  hiasan salib, kalung salib, serta roti dan anggur Perjamuan Kudus. Sahabat, jangan menjadikan benda-benda tersebut dan “aksesori Kristen” lainnya sebagai jimat. Benda benda tersebut tidak ada apa-apanya, atau bahkan kalau itu diilahikan kita sudah melanggar Hukum Kedua. Jangan ada jimat diantara kita. Wujudkan hidup kudus dimana segenap dosa cepat diselesaikan. Itu merupakan hidup yang berkenan kepada Tuhan sehingga tidak ada halangan Tuhan menyertai perjalanan hidup dan mencurahkan berkat-Nya atas kita. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami tentang jimat? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tanpa kehadiran dan penyertaan Tuhan, hidup kita takkan berarti apa-apa. (pg).

Don’t Compare God to Dagon!

TABUT PERJANJIAN. Sahabat, dari Program Layanan Digital Lembaga Alkitab Indonesia saya mendapat informasi bahwa Tabut Perjanjian merupakan artefak yang berharga bagi bangsa Israel. Berbentuk peti persegi panjang yang terbuat dari kayu penaga dengan ukuran 1,3x1x1m. Semua bagian tabut dilapisi dengan emas dan didalamnya tersimpan loh hukum Allah, buli-buli berisi manna, tongkat Harun (Ibrani  9:4). Tabut Perjanjian memiliki penutup yang disebut tutup pendamaian terbuat dari emas (Keluaran 25:17) serta terdapat dua kerub emas yang saling berhadapan dengan sayap terkembang (Keluaran 25:19-20). Tabut tersebut memiliki empat gelang pada setiap penjurunya agar kaum Lewi dapat mengangkatnya ketika bangsa Israel berpindah tempat. Untuk mengangkat tabut digunakan tongkat kayu yang dimasukkan ke lubang gelang-gelang pada keempat penjurunya. Tabut dibuat di Sinai oleh Bezaleel menurut pola yang disampaikan kepada Musa (Keluaran 25:10-22). Tabut Perjanjian dianggap takhta kehadiran Allah yang tidak tampak di bumi dan siapa yang menajiskannya akan dibinasakan (1 Samuel 6:19). Dari Gilgal tabut dipindahkan ke Betel (Hakim-Hakim 2:1; 20:27), lalu dibawa ke Silo pada zaman hakim-hakim (1 Samuel 1:3; 3:3), dan di sana terus hingga dirampas oleh orang Filistin di medan pertempuran di Eben-Haezer (1 Samuel 4). Kehadiran tabut di kota-kota Filistin menimbulkan wabah di kota-kota itu (1 Samuel 5), karena itu orang Filistin mengembalikan tabut itu ke Kiryat-Yearim (1 Samuel 6). Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Don’t Compare God to Dagon! (Jangan Bandingkan Allah dengan Dagon!)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 5:1-12. Sahabat, sesungguhnya, orang Filistin sudah mendengar tentang perbuatan besar Allah terhadap bangsa Mesir dan sempat membuat mereka gentar (1 Samuel 4:8). Kini, melalui tabut perjanjian yang mereka rampas, mereka menyaksikan sendiri kuasa Allah Israel yang dahsyat itu. Bangsa Filistin mengira bahwa tabut perjanjian yang mereka rampas dapat disejajarkan dengan berhala biasa yang mereka anggap hebat. Mereka meletakkan tabut Allah itu di dalam kuil Dagon, allah orang Asdod (Ayat 2). Allah tidak tinggal diam. Allah menunjukkan kuasa-Nya dengan membuat patung Dagon jatuh hancur di hadapan tabut Allah (Ayat 4). Sahabat, tidak hanya itu, Allah juga menyatakan kuasa-Nya dengan mengirimkan borok-borok ke Asdod dan sekitarnya (Ayat 6-7). Lalu mereka memindahkan tabut Allah ke Gat karena mengira itu dapat menyelesaikan masalah. Kenyataannya, borok yang sama terjadi di Gat. Lalu tabut Allah dipindahkan lagi dari Gat ke Ekron, tetapi orang-orang Ekron sudah mendengar apa yang telah terjadi dan mereka ketakutan (Ayat 10). Mereka menyadari dan dapat merasakan kemarahan Allah Israel. Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk mengembalikan tabut perjanjian ke tempat yang seharusnya, yakni kepada bangsa Israel (Ayat 11). Allah tidak bisa disejajarkan dengan berhala apa pun. Allah tidak mau disandingkan dengan Dagon. Allah tidak mau dibandingkan dengan Dagon.  Allah adalah satu-satunya yang berkuasa dan berdaulat atas seluruh semesta. Demikian pula, di dalam kehidupan orang percaya saat ini, Allah adalah satu-satunya yang berkuasa dan berdaulat. Dialah yang tertinggi dari segala yang ada. Tidak ada yang sama seperti Dia. Sahabat, kuasa dan kedaulatan Allah terus dinyatakan di dalam dan melalui hidup kita. Melawan kuasa dan kedaulatan Allah hanya akan mendatangkan hukuman bagi kita. Marilah kita belajar tunduk di bawah kuasa dan kedaulatan Allah. Sampai akhirnya, semua suku bangsa dan bahasa tidak hanya mendengar, tetapi juga menyaksikan dan mengalami kuasa Allah yang besar itu. Marilah nyatakan kuasa-Nya! Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat  4? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tanpa kehadiran dan penyertaan Tuhan,  kita  bukan siapa-siapa dan tidak akan bisa berbuat apa-apa. (pg). 

Become More Sensitive to Hearing God’s Voice

ARTI SEBUAH NAMA.  Sahabat, William Shakespeare, Sastrawan terkenal asal Inggris berkata: “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi,”  James Gibson “Gip” Hardin, seorang pengkhotbah Gereja Methodis, memberi nama anak laki-lakinya:  John Wesley, mengikuti nama sang pengkhotbah terkenal. Nama itu mencerminkan harapan Gip atas anak laki-lakinya. Namun tragis, John Wesley Hardin kemudian memilih jalan yang menyimpang jauh dari tokoh iman yang agung itu. Hardin mengaku pernah membunuh 42 orang sehingga ia menjadi salah seorang penjahat bersenjata dan buronan paling terkenal di wilayah barat Amerika pada akhir abad ke-19. Di Alkitab, sama seperti berbagai budaya di zaman sekarang, nama memiliki makna yang istimewa. Ketika membawa berita kelahiran Anak Allah, seorang malaikat memerintahkan Yusuf untuk memberi nama anak Maria itu:  “Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Matius 1:21). Arti nama Yesus: “Allah yang menyelamatkan”. Itu menegaskan misi-Nya untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Sahabat, tidak seperti Hardin, Yesus sepenuhnya hidup sesuai dengan arti nama-Nya. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia menggenapi misi penyelamatan-Nya. Yohanes menegaskan kuasa nama Yesus yang memberikan hidup: “ … semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yohanes 20:31). Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: Become More Sensitive to Hearing God’s Voice (Semakin Peka Mendengar Suara Tuhan)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 3:1-21. Sahabat, nama Samuel merupakan ekspresi dari bahasa Ibrani yang berarti  TUHAN MENDENGAR.  Itu merupakan ekspresi sukacita Hana karena Tuhan mendengar pergumulan doanya:  “…Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: ‘Aku telah memintanya dari pada TUHAN.’”  (1 Samuel 1:20).  Samuel merupakan jawaban doa Hana yang terus-menerus dinaikkan kepada Tuhan di tengah kesusahan hati yang mendalam.  Ia dahulu tertutup kandungannya, mustahil punya keturunan, namun tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan.   Samuel mulai pelayanannya sejak masih kecil sesuai janji ibunya untuk menyerahkan anaknya ke dalam pengasuhan imam Eli:  “Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN.”  (1 Samuel 1:28).  Sejak itulah Samuel berada di lingkungan pastori dan belajar melayani Tuhan di bawah pengawasan imam Eli.  Setiap hari Samuel muda dibimbing imam Eli untuk tugas sucinya dan dilatih belajar mendengarkan suara Tuhan.  Karena keterbatasan pengetahuannya, pada awalnya Samuel tidak mengenal suara yang berbicara kepadanya.  Penulis kitab 1 Samuel mencatat bahwa Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali namun ia belum menanggapinya karena belum mengenali suara Tuhan.  Imam Eli terus membimbing dan mengajari Samuel bagaimana memiliki kepekaan mendengar suara Tuhan,  “Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar. …”  (Ayat 9).  Ketika Tuhan memanggil Samuel lagi untuk ketiga kalinya ia pun menjawab,  “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.”  (Ayat 10). Seiring berjalannya waktu  “…Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satupun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur.”  (Ayat 19).  Akhirnya Tuhan memercayakan tanggung jawab pelayanan yang lebih besar kepada Samuel karena ia semakin memiliki kepekaan akan suara Tuhan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Apa pesan yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 18? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Untuk memiliki kepekaan terhadap suara Tuhan tidak bisa terjadi secara instan, tapi perlu melalui proses bergaul karib dengan Tuhan setiap waktu. (pg).