HANYA PERAN PENDUKUNG
Saudaraku, masih ingat lagu Sekolah Minggu yang syairnya berbunyi: Dia harus makin bertambah, ku harus makin berkurang, Nama Yesus saja disembah, ku di tempat paling b’lakang, dan seterusnya. Lagu tersebut menjadi awal untuk merenungkan Injil Markus 1:1-6. Markus membuka kisah Yesus dengan mengutip dua ayat dari Perjanjian Lama (Maleakhi 3:3 dan Yesaya 40:3) sebagai landasannya menceritakan tokoh pertamanya, si “nabi” populer pada zamannya yaitu Yohanes Pembaptis. Yohanes saat itu viral dengan pengajarannya dan jumlah pengikutnya pun banyak. Tetapi mengapa Markus menuliskan tentang Yohanes setelah nubuatan Maleakhi dan Yesaya tentang dirinya padahal tokoh utama yang akan diceritakan adalah Yesus? Mengapa Markus sengaja menuliskan kebesaran hati Yohanes dengan pengakuannya bahwa ia bukanlah Mesias yang dijanjikan dalam kitab itu (Markus 1:7)? Tidak ada yang menyangkal sisi kenabian Yohanes bin Zakharia di tengah kehausan orang Israel untuk mendengar suara Tuhan setelah sekian lama Ia berdiam diri. Yohanes pun menyadari kerinduan orang Israel tentang Mesias dan harapan yang besar dari orang Israel kepada-Nya. Ia bisa saja memanfaatkan situasi itu dengan mengklaim dirinya sebagai sang Mesias namun Markus mencatat sejak awal bahwa Yohanes menyadari posisinya sebagai pemeran pembantu dan bukan tokoh utama dalam sejarah keselamatan. Ada beberapa hal yang patut direnungkan dalam perikop ini : Markus hendak memperkenalkan siapa sejatinya Sang Tokoh Utama. Walaupun Yohanes diceritakan sebagai tokoh pertama dalam Injil Markus yang populer dan konsisten dalam pelayanannya, namun Markus menyatakan bahwa Mesias itu bukanlah Yohanes. Kepopuleran Yohanes tidak membuktikan bahwa ia adalah Mesias yang dijanjikan. Yohanes bukan tokoh utama, ia hanya pemeran pendukung saja. 2. Yohanes pembaptis menyadari posisinya. Markus menceritakan kerendah hatian Yohanes yang mengatakan bahwa ia hanya membuka jalan bagi Sang Mesias yang sesungguhnya. Yohanes menyadari posisinya sebagai pembuka jalan sehingga ia terus mengingatkan kepada siapa kemuliaan seharusnya diberikan. Saudaraku, sehebat-hebatnya seorang hamba Tuhan ia hanyalah pemeran pendukung saja dalam pekerjaan Tuhan dan Tokoh Utamanya adalah Kristus Yesus. Oleh karena itu kemuliaan Kristus harus terus dijaga dengan kesadaran para pemeran pendukung yang memperkenalkan dan meninggikan Sang Tokoh Utama dibandingkan dirinya sendiri. Para pemimpin dan hamba Tuhan perlu menyadari posisinya bahwa ia hanya utusan saja maka mereka perlu waspada untuk tidak menggeser Kristus sebagai fokus dalam pelayanan. Jemaat awam pun perlu belajar untuk tidak mengidolakan siapa pun kecuali Kristus sebagai Kepala Gereja dan fokus dalam kehidupan. Tetaplah waspada untuk tidak jatuh dalam peng-idola-an para hamba Tuhan dan para hamba Tuhan tidak merampas kemuliaan Allah. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag).
Bring It All to God
KITAB 1 SAMUEL. Sahabat, kitab 1 Samuel (akronim 1Sam.) merupakan salah satu kitab yang termasuk dalam kitab-kitab sejarah pada Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Penulis tidak diketahui. Adapun tema : Kerajaan Teokratis. Tanggal penulisan: Akhir abad ke-10 SM. Nama Samuel merujuk pada tokoh Samuel bin Elkana, hakim Israel terakhir dan nabi yang mengurapi Raja Saul dan Raja Daud. KItab Samuel berisi sejarah Israel dalam masa peralihan dari zaman Hakim-Hakim kepada zaman Raja-Raja. Perubahan dalam kehidupan nasional di Israel itu khususnya berkisar pada tiga orang: Nabi Samuel, Raja Saul, dan Raja Daud. Pengalaman-pengalaman Daud pada masa mudanya sebelum ia menjabat raja, terjalin erat dengan kisah Samuel dan Saul. Kitab ini dimulai dengan kelahiran nabi Samuel dan panggilan Allah kepadanya ketika masih kecil. Kisah Tabut Perjanjian kemudian memuat sejarah penindasan orang Israel oleh orang Filistin, yang menyebabkan Samuel mengurapi Saul sebagai raja pertama Kerajaan Israel. Namun, Saul terbukti tidak layak sebagai raja dan Allah beralih memilih Daud, yang mengalahkan musuh-musuh Israel, serta akhirnya membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem dalam kItab 2 Samuel. Allah kemudian menjanjikan Daud dan penerusnya suatu dinasti yang tidak berkesudahan. Kitab 1 Samuel menguraikan titik peralihan yang kritis dalam sejarah Israel dari kepemimpinan para hakim kepada pemerintahan seorang raja. Kitab ini menyatakan ketegangan di antara pengharapan bangsa itu akan seorang raja (1 Samuel 8:5) dan pola teokratis Allah, dengan Allah sebagai Raja mereka. Mulai hari ini kita akan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Bring It All to God! (Bawa Semuanya Kepada Tuhan)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 1:1-28. Sahabat, poligami merupakan hal yang lazim di kalangan Israel. Biasanya itu terjadi karena istri pertama tidak dapat memberikan keturunan. Sekalipun lazim, poligami membawa masalah: Kekecewaan yang mendalam bagi istri pertama dan hubungan suami istri menjadi kurang serasi. Sahabat, masalah poligami dialami oleh Hana, istri Elkana. Dia menderita penghinaan karena kemandulannya, dari Penina, istri kedua Elkana. Kemandulan memang sering dianggap sebagai aib, bahkan hukuman Tuhan. Penderitaan Hana terasa bertambah karena suaminya tidak memahami perasaannya (Ayat 6-8). Maka ketika berada di rumah Tuhan, Hana memohon kepada Allah agar ia dianugerahi seorang putera. Ia bernazar bahwa anak itu akan dipersembahkan kepada Allah, sejak masa kanak-kanaknya (Ayat 9-11). Kepedihan hatinya membuat dia begitu lama berdoa tanpa bersuara sehingga Imam Eli menganggapnya sedang mabuk (Ayat 13-14). Lalu ia menjelaskan persoalannya kepada Imam Eli (Ayat 15-16). Eli berkata bahwa doa Hana akan dikabulkan Tuhan (Ayat 17). Benar saja, Tuhan membuat Hana mengandung lalu melahirkan Samuel (Ayat 19-20). Hana memandang putranya sebagai karunia indah dari Allah. Sebab itu ia memenuhi janjinya untuk mempersembahkan Samuel kepada Tuhan (Ayat 21-28). Sahabat, melalui kisah Hana, kita dapat melihat bahwa orang beriman tidak luput dari berbagai situasi sulit yang harus dihadapi. Dalam situasi demikian, bisa saja kita merasa sedih atau gusar. Namun janganlah putus asa, apalagi mundur dari Tuhan. Pada saat seperti itu, kita harus datang kepada Allah dengan membawa segenap masalah atau pergumulan kita. Serahkanlah diri kita sepenuhnya kepada Allah, melalui doa-doa kita. Namun yang kita cari di dalam doa kita adalah agar kehendak-Nya dinyatakan di dalam diri kita (bdk. Matius 6:9-10). Karena doa dimaksudkan untuk memampukan kita melaksanakan maksud-maksud Allah dan bukan hanya meminta Allah melakukan apa yang kita inginkan saja. Selain itu, kita harus berdoa dengan bersungguh-sungguh. Niscaya Allah akan memampukan kita mengalami damai sejahtera dalam setiap pergumulan kita (Filipi 4:6-7). Haleluya. Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari Filipi 4:6-7? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Apa pun yang diizinkan Tuhan terjadi dalam kehidupan kita, hendaklah kita bawa dalam doa kita kepada-Nya. (pg).
Teach your Children
MENDIDIK ANAK. Sahabat, sesungguhnya mendidik anak menjadi pekerjaan utama setiap orang tua. Pendidikan anak dimulai dari rumah. Mendidik anak yang baik dengan disiplin yang baik, yang penuh kasih sayang, akan membawa dampak dan manfaat bagi keluarga itu sendiri. Didikan yang baik akan menjadi pola hidup anak, baik di keluarga, di tengah-tengah masyarakat, pekerjaan, studi dan juga gereja. Anak adalah manusia ciptaan Tuhan yang luar biasa. Anak pertama-tama meniru apa yang dilihatnya di rumah. Jika ayah dan ibunya bertingkah laku baik, maka anak pun akan meniru kebaikan itu dalam dirinya dan melakukannya untuk dirinya dan orang lain. Karena itu kita harus mengajar anak dari apa yang kita lakukan sehari-hari di rumah. Intinya adalah apa yang kita didik di rumah akan ditiru anak di dalam pergaulannya sehari-hari baik di sekolah, kampus, pekerjaan, masyarakat dan gereja. Soal mendidik anak, terutama zaman sekarang, bukanlah hal yang mudah. Kemajuan teknologi, pengaruh pergaulan yang semakin besar, belum lagi waktu orang tua yang semakin sedikit untuk anak-anaknya, akibat harus mencari nafkah buat keluarga. Pendidikan anak, harus dimulai dari keluarga, orang tua yang tidak menjadi contoh yang baik dan benar, tidak menjadi teladan bagi anak-anaknya, nasihat dan ajarannya tidak akan diikuti oleh anak-anaknya. Jika kita mendidik anak dengan baik dan benar, maka pengamsal berkata kita akan menerima faedahnya, “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu” (Amsal 29:17). Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “Teach your Children (Didiklah Anakmu)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 2:27-36. Sahabat, Charles Williams, seorang pakar di bidang anak, mengatakan: “Anak yang berusia 2 tahun adalah majikan Anda, pada usia 10 tahun adalah budak Anda, pada usia 15 tahun adalah kembaran Anda, dan setelah itu akan menjadi kawan Anda atau musuh Anda, tergantung bagaimana Anda membesarkannya.” Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa bila orang tua salah dalam mendidik anak mendatangkan kesusahan, bahkan malapetaka bagi segenap keluarga. Kasus salah didik juga terlihat dalam keluarga Imam Eli, Ketidaktegasannya dalam mendisiplin anak-anaknya berujung pada penghukuman Tuhan bagi segenap keluarga dan keturunannya. Imam Eli sendiri mendapat hukuman berat karena ia tidak mendidik anak-anaknya dengan tegas. Eli membiarkan anak-anaknya memandang rendah korban sembelihan umat kepada Tuhan (Ayat 29). Apalagi, “Eli mengetahui dosa-dosa mereka itu, tetapi mereka tidak dimarahinya” (1Samuel 3:13). Sikap lemah seperti itu membuat Hofni dan Pinehas tidak bisa lagi dikendalikan sehingga mereka menjadi anak-anak yang tidak mengindahkan Tuhan (1Samuel 2:12). Sahabat, akibatnya Imam Eli tidak dapat lagi disebut melayani Tuhan. Ia disebut tamak (Ayat 29a). Dalam dosa keserakahan itu, wajarlah jika ia lebih menghormati anak-anaknya dari pada menghormati Tuhan. Dosa itulah yang menyebabkan Tuhan membatalkan janji-Nya sehingga keluarga Eli tidak dapat lagi melayani Tuhan (Ayat 30). Tuhan mengutuk keluarga itu turun-temurun sehingga tidak berumur panjang (Ayat 31). Jika ada yang hidup sekalipun, maka ia akan meminta-minta untuk menjabat sebagai imam, demi perutnya yang lapar (Ayat 36). Sungguh tragis. Maka sangat benar apa yang dinyatakan oleh Pengamsal, “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu” (Amsal 29:17). Ingatlah bahwa Tuhan memberi otoritas kepada orang tua untuk mendidik anak dengan penuh kasih, dan dengan tujuan agar hidupnya memuliakan Tuhan. Maka gagal mendisiplin anak berarti lalai dalam mengasihi mereka. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari Amsal 29:17? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Mengasihi anak sudah selayaknya, tetapi jangan menomorduakan Tuhan. (pg).