FLEKSING KESALEHAN

Saudaraku, mendengar kata fleksing (memamerkan) pada masa sekarang seakan menjadi sesuatu yang biasa didengar dan dilakukan oleh para pengguna gawai. Pada prinsipnya fleksing bertujuan mendapatkan pengakuan dari orang lain. Banyak kebiasaan di kalangan elit rohani masyarakat Yahudi yang dikecam oleh Yesus, salah satunya adalah kebiasaan fleksing. Mari kita merenungkan Matius 23 : 5-12. Setiap orang Yahudi tahu betapa radikal kerohanian golongan Farisi. Namun sayangnya mereka cenderung lebay (berlebihan) sehingga memuakkan orang lain. Mereka memakai tali sembahyang yang lebih lebar dari yang dipakai masyarakat, lebih suka duduk di depan dalam pertemuan dan bangga dengan sebutan; Rabi, pemimpin dan sebutan lain yang sejenis dengan itu. Mereka melakukan fleksing kesalehan dengan tujuan mendapatkan penghormatan, penghargaan dan keistimewaan dari orang sekitarnya. Yesus muak dengan perilaku ini dan mengecamnya habis-habisan. Mari belajar apa yang Yesus inginkan dari mereka yaitu :Kerendahan hatiYesus menekankan bahwa orang yang mau menjadi pemimpin maka ia harus melayani orang lain (Matius 23:11), bukan pamer kesalehan di depan orang banyak. Memperlihatkan kesalehan berarti sombong rohani.Terus berjuang meraih penghargaan tertinggi dari Allah.Kebanggaan sejati bukanlah pengakuan dari manusia, melainkan dari Allah sendiri. Percuma mencari pengakuan dari manusia karena apa yang terbaik dan tertinggi adalah Allah. Saudaraku, sejatinya manusia memang cenderung mencari pengakuan dari orang lain untuk menyatakan keberadaaan dirinya. Manusia jenis ini selalu berusaha untuk mendapatkan perhatian untuk kepuasan ego. Ketika seorang sudah bertemu dengan Kristus, sesungguhnya manusia itu harus memandang kepada Kristus sebagai model yang utama dan terutama dalam kehidupan. Kerendahan hati Yesus yang sudah meninggalkan tahta-Nya dan menjalani kehidupan yang fana hingga mati di kayu salib (Filipi 2:5-7) menunjukkan kualitas yang berbeda dengan para Farisi. Maka boleh dikatakan makin mengenal Kristus, seseorang seharusnya makin rendah hati dan makin tersembunyi di belakang Kristus sebagaimana Yohanes Pembaptis mengatakan, Ia (Yesus) harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil. (Yohanes 3:30). Masih perlukah fleksing kesalehan di depan orang, di status media sosial atau terus menceritakannya di depan banyak orang? Masih perlukah mengejar pengakuan orang lain untuk diri sendiri? Bukankah Yesus selalu mengingatkan agar umat-Nya selalu memusatkan kemuliaan kepada Allah saja? Biarlah Roh Kudus mengingatkan agar umat selalu menjaga diri dari kesombongan dan tetap rendah hati. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

MEMBANGGAKAN KEFANAAN

Saudaraku, apa yang menjadi kebanggaan manusia? Rumah? Tempat usaha? Uang? Semua yang disebutkan di depan dan yang ada dalam pikiran manusia tentang kesuksesan adalah fana semata. Fana berarti sementara, rentan rusak dan lenyap dalam sekejap. Yesus mengingatkan kefanaan sebuah mahakarya dalam Matius 24:1-2. Mari kita renungkan bersama. Tidak ada yang menyangkal keindahan Bait Allah buatan Herodes Agung saat itu. Puncak Bukit Sion digali dan diratakan untuk menyambung bangunan asli Bait Allah. Dindingnya dilapisi emas yang berkilauan ditimpa sinar matahari. Tiangnya besar-besar dan pembangunan memakan waktu yang lama, bahkan pada zaman Yesus semua masih berlangsung. Sebuah proyek spektakuler. Pembangunan Bait Allah saat itu bukan sekadar pembangunan rumah ibadah biasa namun juga sebuah fleksing (pameran) dominasi politik Herodes dan Kerajaan Romawi atas Yehuda. Indahnya bangunan, megahnya ornamen dan besarnya material yang akan dipakai, membuat siapa pun pengunjung Bait Allah takjub. Namun bagi Yesus itu tidak berpengaruh sama sekali. Yesus dengan terus terang mengatakan bahwa semua akan hancur dan tidak tersisa. Nubuatan ter terjadi empat dekade selanjutnya karena Jenderal Titus menghancurkan Bait Allah megah itu hingga tak bersisa. Manusia seringkali takjub dengan apa yang nampaknya spektakuler dan hebat, baik berupa bangunan, pencapaian, finansial bahkan manusia. Ketakjuban itu menggiring manusia mendewakan apa yang dianggapnya hebat. Namun bagi Allah semua itu tidak berarti karena di dunia ini tidak ada yang kekal. Pengkhotbah mengatakan apa yang ada di bawah matahari adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin semata (Pengkhotbah 1:14). Andai manusia selalu mengingat hal itu, manusia tidak akan mudah untuk terpana dan mengagumi segala sesuatu yang spektakuler. Ucapan Yesus mengomentari para murid-Nya menunjukkan bahwa semegah bagaimanapun sebuah bangunan bisa hancur suatu saat nanti, maka lebih baik mempersiapkan diri untuk hal yang kekal, yaitu iman yang teguh. Saudaraku, berjalan sesuai dengan kehendak Allah akan membawa kepada kekekalan. Apa pun yang membanggakan manusia, semua akan berakhir. Waktu akan mengakhiri kebanggan itu. Oleh sebab itu mari belajar untuk mengarahkan diri kepada apa yang kekal dan menghargainya lebih dari apa yang fana, sebagaimana Nabi Yeremia mengatakan, Siapa mau berbangga tentang sesuatu, haruslah ia berbangga bahwa ia mengenal dan mengerti Aku, bahwa ia tahu bahwa Aku mengasihi untuk selama-lamanya dan Aku menegakkan hukum dan keadilan di dunia. Semuanya itu menyenangkan hati-Ku. ” (Yeremia 9:24, BIS). Berbanggalah karena mengenal Sang Penguasa Semesta dan menikmati kasih karunia-Nya. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)