Knowing GOD Completely

MENGENAL TUHAN. Sahabat, ada sebuah ungkapan lama yang  mengatakan, “Tak kenal, maka tak sayang.” Artinya, proses mengenal menjadi sesuatu yang sangat penting. Hanya lewat pengenalan sebuah relasi menjadi berkualitas. Hal itu ditandai dengan munculnya rasa sayang. Dalam diri setiap orang percaya sering kali ada kerinduan untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi seiring pengenalan-Nya akan Kristus. Namun sayangnya, tak jarang pengenalan yang diharapkan itu cenderung terfokus pada hal-hal yang baik, lewat kenyamanan hidup atau doa-doa yang dijawab sesuai keinginan. Padahal, ada sisi lain dari pengenalan akan Tuhan  yang dapat kita pelajari dalam perjalanan kita mengiring-Nya. Ada cukup banyak orang orang percaya yang  merasa dirinya sudah mengenal Tuhan dengan baik. Itu dibuktikan dengan dia rajin beribadah dan terlibat dalam pelayanan. Padahal itu tidak menjamin  sepenuhnya seseorang memiliki pengenalan yang benar akan Tuhan.  Yang dimaksud  mengenal  bukanlah sekadar tahu, tapi lebih dari itu, yaitu memiliki hati yang melekat pada Tuhan, dan ada persekutuan yang karib dengan-Nya yang terjadi secara terus-menerus.  Bila hanya sekadar tahu saja, maka orang tidak akan tahu isi hati-Nya. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Hosea dengan topik: “Knowing God Completely (Mengenal Tuhan  Seutuhnya)” . Bacaan Sabda diambil dari Hosea 2:1-22. Sahabat, ternyata untuk mencapai relasi yang berkualitas tidak selalu mudah. Itulah yang dialami umat Israel pada zaman nabi Hosea. Umat Israel justru lebih mengenal dewa Kanaan, yaitu Baal (Ayat 4, 6). Parahnya,  mereka beranggapan bahwa kelimpahan hasil pertanian dan peternakan berasal dari dewa itu. Akibatnya, umat Israel tidak dapat merasakan kasih sayang Tuhan. Padahal, Tuhan selalu digambarkan sebagai Suami yang setia. Sahabat, Tuhan pun menghukum mereka dengan mengambil semua berkat yang diberikan kepada umat Israel (Ayat 8-12). Penghukuman dimaksudkan agar Israel sadar bahwa Tuhan adalah satu-satunya sumber kelimpahan. Untunglah, Tuhan berkenan untuk memulihkan kembali hubungan-Nya dengan bangsa Israel seperti sedia kala (Ayat 15, 17-19). Setiap orang beriman tidak bisa mengabaikan proses mengenal Tuhan. Melalui proses tersebut, orang dapat merasakan kasih dan sayang-Nya yang abadi. Dengan demikian, relasi kita dengan-Nya menjadi makin berkualitas. Sahabat, siapakah Tuhan yang layak dikenali untuk disayangi itu? Tuhan yang dalam Alkitab dipahami sebagai Yang Mahakuasa atau omnipotent dan Mahatahu atau omniscient. Tuhan yang penuh kasih, tetapi tidak segan untuk menghukum jika umat-Nya berbuat dosa. Tuhan mengenal betul setiap umat-Nya, apa yang diperbuat, baik atau buruk. Ketika Tuhan menghukum, walau tampak kejam, tindakan-Nya bertujuan agar umat yang dikasihi itu benar-benar mengenal-Nya secara mendalam, sehingga kasih sayang-Nya akan abadi bersemayam di dalam hati. Sementara itu, pengenalan selalu muncul lewat pengalaman. Dengan berbagai pengalaman bersama Tuhan itu, tidak ada alasan bagi umat yang dikasihi-Nya untuk tidak mengenal tindakan Tuhan yang penuh belas kasih. Oleh karena itu marilah kita semakin bersungguh-sungguh di dalam Tuhan, lebih dan lebih lagi.  Mengenal Tuhan berarti mengerti isi hati-Nya, mengerti kehendak-Nya, mengerti rencana-Nya, menyelaraskan setiap langkah hidup seturut dengan firman-Nya, serta berusaha untuk tidak menyakiti atau mengecewakan Tuhan dengan ketidaktaatan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang  Sahabat pahami dari ayat 15? Mari sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Dalam masa hidup yang paling kelam  sekali pun, pengenalan akan Tuhan dapat bertumbuh jika kita merespons kehidupan dengan tepat. (pg).

A Filled Longing Search

BAHASA KASIH TUHAN. Sahabat, ada saatnya kata-kata sudah tak mempan lagi. Ucapan tak bertuah lagi. Ludah telah berbuih di bibir, namun tetap tak mengubah apa pun. Tuhan memakai nabi Hosea untuk berbicara atas nama Diri-Nya. Namun, bangsa Israel rupanya sudah tak peduli pada ucapan sang nabi. Itu sebabnya diperlukan “bahasa” kenabian yang lain, bukan lagi perkataan melainkan tindakan kenabian. Tindakan simbolis yang bagi kita aneh, namun pada zaman Hosea sungguh tajam pesannya. Sang nabi harus mencintai dan menikahi seorang pelacur, sebagai gambaran bagaimana hati TUHAN terhadap Israel. Tuhan itu Sang Komunikator Agung. Walau kita sering mengabaikan firman-Nya, Dia tak pernah kehilangan cara untuk berbicara kepada kita. Melalui: Dirus hujan,  ngopi bareng,  aroma kembang, insiden kebetulan, lukisan di dinding, mimpi, dorongan hati yang kuat, celoteh seorang anak, tembang kenangan, dan lain-lain. Apa saja dapat Tuhan pakai sebagai pembawa kabar dari-Nya. Demi mencapai kita, bahasa kasih Tuhan mampu bergema melalui sejuta wahana. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Hosea dengan topik: “A Filled Longing Search (Pencarian yang Penuh Kerinduan)”. Bacaan Sabda diambil dari Hosea 3:1-5 dengan penekanan pada ayat 1. Sahabat, salah satu alasan yang sering dipakai dalam perceraian adalah terjadinya perselingkuhan. Apalagi bila salah seorang dari pasangan tersebut telah melakukannya berulang-ulang dan tanpa penyesalan. Upaya rujuk dan menerima kembali menjadi hal yang amat sangat sulit. Dibutuhkan kasih yang sangat dalam dan luas untuk menerima pasangan yang seperti itu. Kasih yang semacam itu rasanya memang sukar ditemukan. Sahabat, relasi suami istri itu unik, karena mereka telah menjadi satu daging. Ini alasannya, penulis Alkitab sering merujuk sebagai gambaran hubungan Tuhan dengan umat-Nya. Bahasa Jawa punya istilah yang sangat tepat untuk melukiskan relasi unik tersebut: Sigaraning nyawa, artinya separuh jiwa. Masing-masing kehilangan separuh jiwa sehingga mereka saling mencari dengan balutan rasa rindu. Sahabat, begitulah Kitab Suci melukiskan hubungan Tuhan dengan umat-Nya bagaikan relasi suami istri. Sayangnya, Israel berkhianat dengan mencederai kesetiaan-Nya, seperti yang dilakukan Gomer, istri Hosea yang berselingkuh. Sebenarnya, wajar kalau Hosea menceraikan Gomer. Namun, Hosea justru bertindak sebaliknya. Bukannya menceraikan, Hosea malah mencari dan menebus Gomer. Hosea membeli kembali Gomer dengan harga 15 syikal perak dan satu setengah homer jelai (Ayat 2). Suatu tindakan yang sangat tidak lazim. Kemungkinan, Gomer dibeli atau ditebus dari seorang majikan yang mempekerjakannya sebagai pelacur bakti. Pada zaman itu, jenis pelacuran seperti itu sangat marak. Tujuannya untuk merangsang kegiatan dewi kesuburan dalam menurunkan hujan. Jadi, pelacuran semacam itu memiliki rantai kegiatan bisnis yang saling terkait. Pelacuran berbungkus agama berpadu mesra dengan kepentingan ekonomi. Akibatnya, tindakan untuk mengeluarkan Gomer dari situasi demikian menjadi tidak mudah. Ada harga mahal yang harus dibayar oleh Hosea. Penebusan yang dilakukan Hosea menunjukkan dalamnya cinta kasihnya kepada Gomer. Berapa pun harganya akan dibayar. Cinta Hosea ini melukiskan cinta Tuhan kepada Israel, yaitu cinta tanpa syarat yang menebus dan menyelamatkan. Cinta yang tidak pernah pudar walau diwarnai perselingkuhan. Sahabat, cinta tanpa syarat ini pantas kita renungkan. Buah perenungannya harus membawa kita berbalik dan mencari Tuhan. Pencarian yang penuh dengan kerinduan, bagaikan istri yang menginginkan suaminya berada di sampingnya. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami tentang bahasa kasih Tuhan? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kasih yang Dia tunjukkan dan kesempatan yang Dia berikan sepatutnya kita syukuri dan kita manfaatkan untuk memperbaiki diri. (pg).

ANAK KECIL

Saudaraku,  kehidupan masa kecil selalu dirindukan oleh orang dewasa.  Masa kecil adalah masa yang murni dan masa merdeka yang sejati yang jauh dari ambisi.  Betapa indahnya masa kecil.  Mari sedikit bernostalgia sekaligus merenung. Renungan akan diambil Matius 18:1-5. Yesus menyatakan keprihatinan dengan pertanyaan khas orang dewasa yang sangat mementingkan otoritas.  Menyadari sisi ke-Mesias-an Yesus membuat para murid mulai memikirkan dan berhitung dengan masa depannya.  Investasi waktu untuk mengikut Yesus mulai dipikirkan dengan imbalan yang akan mereka terima kelak.  Tidak perlu muluk, hanya janji tentang masa depan saja sudah cukup bagi mereka.  Namun Yesus  justru menempelak mereka dengan jawaban yang bertolak belakang dengan harapan mereka. Ada beberapa hal yang bisa direnungkan dari jawaban Yesus terhadap pertanyaan para murid : Menjadi seorang anak kecil Seorang anak pada masa itu hidup murni dan tidak memiliki ambisi selain bermain dan menikmati masa kecilnya semaksimal mungkin. Mereka bersukacita dalam masa kecilnya.  Kedudukan dan penghormatan jauh dari pemikiran mereka.  Seorang anak tumbuh dalam sukacita karena menerima perlindungan dari orang dewasa di sekitarnya.  Menjadi seorang anak menjadi syarat untuk masuk kerajaan surga, menjadi jawaban yang menohok.  Yesus meminta mereka menjadi pengikut-Nya yang penuh sukacita menjalani masa belajarnya dan  mempercayakan diri pada Kristus sepenuhnya.  Mereka perlu membatasi apa yang mereka pikirkan, karena masa depan mereka ada di tangan Kristus.  Jalani saja masa belajar dengan Kristus dengan gembira dan penuh penyerahan kepada-Nya.  Merendahkan diri untuk menjadi yang terbesar Lebih lanjut lagi Yesus menekankan bahwa untuk menjadi yang terbesar mereka harus merendahkan diri.   Kata merendahkan diri bukan berarti mereka menjadi lugu dan polos.  Merendahkan diri berarti memilih untuk tidak membanggakan diri walaupun mereka memiliki semua yang layak untuk dibanggakan.  Mereka memilih untuk bersukacita belajar dengan Kristus makin matang dan dewasa dalam iman dibandingkan menerima rasa kagum dari orang lain.  Menyangkal diri dan memilih untuk belajar dengan Kristus itulah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Saudaraku, saat ini adalah  Zaman dimana orang makin mengejar harga diri dan penghargaan untuk dirinya termasuk dalam pertumbuhan imannya.  Namun mari kembali memikirkan beberapa hal: Untuk siapa saya menjadi pengikut Kristus ? Pemberian apa yang saya harapkan dari Kristus saat saya sudah menjadi pengikut-Nya? Masihkah keberhasilan menjadi kebanggaan buat saya? Ingatlah untuk menjadi anggota Kerajaan Surga, seorang harus mengikuti proses yang sudah dikatakan Yesus.  Ambisi, keinginan dan kepentingan perlu ditundukkan dengan otoritas Kristus dan ambillah sukacita untuk menjadi bekal untuk belajar tentang kehidupan kepada-Nya.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

The Fruit of Obedience

NABI HOSEA. Sahabat, bagaimana respons kita seandainya berada dalam posisi nabi Hosea? Ia diperintahkan Allah untuk mengawini Gomer, si perempuan sundal (Hosea 1:2-3). Lalu, ketika Gomer lari darinya untuk berzinah dengan lelaki lain, dan akhirnya dijual sebagai budak, Hosea harus menebusnya kembali dan membawanya pulang (Hosea 3:1-3).  Terhadap anak-anak yang dilahirkan Gomer untuknya, Hosea harus memberikan nama yang berkonotasi buruk. Bagi putra sulung: “Yizreel” (Allah menabur). Menabur berkat? Bukan. Sama sekali bukan. Bukan berkat yang Dia tabur, melainkan amarah-Nya kepada bani Israel karena dosa Yehu dan keturunannya, para raja Israel Utara (Hosea 1:4,  2 Raja-Raja 10:29, 31). Bagi putri kedua: “Lo-Ruhama” (Tiada belas kasih). Allah berhenti menyayangi umat-Nya? Tidak juga. Sebab, setelah menghukum Israel, Dia akan kembali mengasihi mereka meskipun mereka berulang kali melawan Dia (Hosea 1:10-12, 2:21-22, dan 11:8-9). Bagi putra bungsu: “Lo-Ami” (Bukan umat-Ku). Bagaimana jika Allah memutuskan perjanjian-Nya dengan umat-Nya? Adakah hukuman yang lebih mengerikan selain terpisah dari Dia, seperti yang pernah dialami Yesus di kayu salib (Matius 27:46)?  Kehidupan Hosea memang amat tragis. Sangat sulit sekali untuk dipahami mengapa Allah menyuruhnya menjalani kepahitan seperti itu. Bagi banyak orang, mungkin ia dianggap gagal. Tetapi, bagi Allah, ia hamba yang taat, yang telah berhasil menjadikan hidupnya sebagai lambang kasih Allah yang abadi pada manusia yang cenderung memberontak. Hari ini kita akan mulai belajar dari kitab Hosea dengan topik: “The Fruit of Obedience (Buah Ketaatan)”. Bacaan Sabda diambil dari Hosea 1:10 -12. Sahabat, menjadi taat tidak selalu mudah. Namun, Hosea berhasil menunjukkan ketaatan dan berbuah berkat. Berkat itu tidak hanya secara personal, tetapi juga nasional. Pasalnya, bangsa Israel pun mendapatkan janji keselamatannya kembali. Itu semua tak lepas dari Hosea yang memilih taat kepada Tuhan, walau ia harus menderita. Hosea, sebagai seorang nabi, harus menjadi suami dari perempuan sundal. Ia menjadi ayah Yizreel, Lo-Ruhama dan Lo-Ami. Ketiganya adalah anak-anak sundal. Syukur kepada Allah, pengorbanan Hosea tidak sia-sia. Cahaya pengharapan bagi Israel pun terbit bak fajar di pagi hari. Sahabat, sebelumnya, Tuhan menolak Israel. Namun, setelah itu mereka disebut sebagai “anak-anak Allah yang hidup” (Ayat 10). Allah juga mengatakan bahwa kelak mereka akan menjadi bertambah banyak jumlahnya. Lebih mengagumkan lagi, orang Yehuda dan Israel, yaitu dua kerajaan yang telah terpecah itu akan bersatu kembali di bawah satu pimpinan (Ayat 11). Sahabat, kemasyhuran Israel dan Yehuda pun dinyatakan kepada Hosea. Firman Tuhan menegaskan supaya Hosea menyebut saudara-saudaranya laki-laki dengan “Ami!”, artinya “bangsa”. Sementara, panggilan kepada saudara-saudaranya perempuan adalah “Ruhama!”, artinya “kasih” (Ayat 12). Ketaatan Hosea kepada Tuhan dengan segala pengorbanan dan keberaniannya layak untuk kita renungkan. Ketaatan kepada Tuhan memerlukan keberanian, kerelaan, ketekunan, pengorbanan, dan keinginan untuk memuliakan Allah. Melalui kisah Hosea, kita menjadi mengerti alasan Tuhan meminta ketaatan dari umat-Nya. Tuhan tidak pernah mengecewakan umat yang taat kepada-Nya. Memang untuk menjadi taat, kita tidak serta-merta mendapatkan kemudahan. Satu prinsip yang perlu kita pegang erat-erat:  Tidak ada pengorbanan yang mudah. Sahabat, kalau serba gampang, itu bukan pengorbanan. Nilai pengorbanan justru sering terletak pada tingkat kesulitan yang dihadapi. Namun saat kita memilih untuk menjadikan ketaatan sebagai bagian penting dalam hidup kita, maka ketaatan tersebut akan berbuahkan kebaikan. Yakinlah! Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dengan istilah: “Pengorbanan”? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Ketaatan pada Tuhan lebih penting daripada keberhasilan hidup. (pg).

RESPONS SESAAT

Saudaraku, respons bisa menjadi ukuran seberapa dalam dan seberapa penting  pengaruh sebuah pesan yang didengar seseorang.  Mari renungkan respons para murid Kristus tentang nubuatan-Nya sebagaimana yang tersurat dalam Matius 17:22-23. Tanggapan  berbeda para murid saat mendengar pemberitaan kedua tentang penderitaan Kristus, sungguh menarik. Kalau dalam pemberitahuan pertama direspons dengan agresif terutama oleh Petrus, yang kedua tidak ada tanggapan yang menyolok.  Para murid tidak lagi mengekspresikan keterkejutan secara eksplisit.  Bila dilihat kisah paralel dari cerita ini dalam Markus 9:30-32 ataupun Lukas 9:43-45, maka diketahui bahwa respons para murid memang tidak heboh dan bahkan cenderung takut mempertanyakan.  Menariknya, dari ketiga Injil Sinoptis itu sama-sama memberikan narasi bahwa setelah menanggapi dengan pasif, tidak ada sikap nyata dari pesan yang penting ini.  Matius sendiri hanya menuliskan perasaan para murid dengan dua kata: Sedih sekali.  Seakan pesan ini hanya dikisahkan dan direspons sambil lalu dan segera dilupakan karena banyak kegiatan perjalanan, mukjizat dan pengajaran yang Yesus lakukan.  Matius menceritakan respons yang hanya sebatas sedih namun jauh dari perenungan dan refleksi.  Hasilnya terbukti dalam kisah paskah yang menuliskan betapa gagapnya para murid saat Yesus ditangkap, diadili dan dieksekusi.  Hal itu menunjukkan bahwa pemberitaan tentang pemderitan yang berkali-kali disampaikan tidak dipahami.  Setelah bangkit, Yesus bahkan sampai harus menemui mereka berkali-kali untuk memberi pengertian ekstra agar para murid paham misi-Nya datang ke dunia. Saudaraku, saat ini Firman Tuhan bukanlah sesuatu yang mahal.  Media sosial dan gawai mempermudah dan membantu orang Kristen mendengarkan renungan dan khotbah dari para pengkhotbah pilihannya.  Responsnya pun beragam, ada yang terharu atau mengangguk-angguk mantap ataupun memuji isi khotbah setelah mendengarnya. Namun kesibukan yang luar biasa membuat orang Kristen tidak memiliki waktu untuk memikirkan Firman itu dengan sungguh.  Memang respons yang baik belum tentu membuat firman mampu mengubah orang tersebut.  Semua  tergantung dari sejauh mana seorang Kristen mampu mengolah dan menerapkan firman itu dalam kehidupannya sesehari. Firman perlu untuk direnungkan dan dipahami  agar menghasilkan buah (Mazmur 1:2), yaitu sikap dan kehidupan yang sesuai dengan jalan Firman itu.  Bila proses perenungan Firman diabaikan, maka apa yang terjadi pada para murid Yesus itu akan terulang kembali dalam kehidupan orang-orang percaya:  TERGAGAP SAAT MENGHADAPI MASA SULIT. Dalam perumpamaan tentang penabur, salah satu gambaran yang disampaikan Yesus adalah biji yang jatuh di tanah yang berduri dan berbatu (Matius 13:5-6).  Mereka tumbuh sesaat saja karena tidak tahan uji dan tidak berakar dalam.  Pesan Firman gagal memengaruhi kehidupan pendengarnya secara permanen karena tidak ada waktu untuk memikirkan kembali, mengolah dan memahami Firman itu. Mari sediakan waktu untuk merenungkan Firman Tuhan sehingga firman berguna dan efektif untuk menjadi penuntun dalam kehidupan secara permanen.  Beri waktu untuk memikirkan, memperbincangkan dan bahkan mempertanyakan firman itu sehingga ia benar-benar menjadi solusi bagi orang percaya dalam dunia yang menuju kepada kesudahan.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)