The LORD is Here
KEHADIRAN TUHAN. Penulis kitab 2 Samuel mencatat bagaimana Daud membawa Tabut Perjanjian dari rumah Obed-Edom menuju ke kota Yerusalem. Pada waktu itu Daud baru saja dinobatkan jadi raja atas seluruh Israel dan baru saja memindahkan ibu kota ke Yerusalem, dan dia baru saja berhasil mempertahankan Yerusalem dari serangan Filistin. Lalu Daud berusaha untuk mengembalikan Tabut Perjanjian, yang merupakan lambang KEHADIRAN TUHAN, ke Yerusalem, di mana selama 20 tahun Tabut Perjanjian tidak berada di tempat semestinya karena dirampas oleh bangsa Filistin; dan meski orang Filistin telah mengembalikannya, tapi tabut itu berada di Kiryat-Yearim yang merupakan pinggiran dari wilayah Israel. Karena itu Daud ingin mengembalikan tabut ini ke Yerusalem, kota Daud, pusat pemerintahan. Di sepanjang perjalanan Daud mengekspresikan rasa syukurnya, karena ia tahu bahwa Tabut Perjanjian merupakan lambang kehadiran Tuhan, “Dan Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari kain lenan.” (2 Samuel 6:14). Tidak hanya itu, di setiap enam langkah Daud mempersembahkan korban kepada Tuhan, berupa seekor lembu dan seekor anak lembu gemukan. Sebagaimana ketika Tabut Perjanjian berada di rumah Obed-Edom, ia dan seisi rumahnya diberkati oleh Tuhan, juga saat Tabut Perjanjian berada di kota Daud, “Setelah Daud selesai mempersembahkan korban bakaran dan korban keselamatan, diberkatinyalah bangsa itu demi nama TUHAN semesta alam.” (2 Samuel 6:18). Kala Tabut Perjanjian berada di tangan musuh, bangsa Israel selalu mengalami kekalahan demi kekalahan, namun setelah Tabut Perjanjian itu kembali berada di tangan orang Israel, terjadilah suatu pemulihan yang luar biasa. Hari ini kita belajar dari bagian akhir dari kitab Yehezkiel dengan topik: “The LORD is Here (TUHAN Hadir di Situ)”. Bacaan Sabda diambil dari Yehezkiel 48:1-35 dengan penekanan pada ayat 35, yang merupakan penutup dari Yehezkiel 48 dan kesimpulan dari semua kitab Yehezkiel. Allah menyuruh Yehezkiel untuk membagi-bagi negeri di antara suku-suku Israel menjadi milik pusaka mereka (ayat 29). Di tengah-tengah di antara bangsa Israel terletak tempat kudus Tuhan yang artinya Allah berdiam di tengah-tengah umat-Nya. Kota yang dikhususkan buat Tuhan dikelilingi tembok dengan 12 pintu berdasarkan jumlah suku Israel dan diberi nama sesuai dengan suku-suku Israel. Hal ini menunjukkan setiap mereka memiliki hak yang sama atas kota itu. Sahabat, posisi tempat kudus Tuhan yang berada di tengah bangsa Israel menunjukkan Allah menjadi sentral umat-Nya dan dapat dicapai oleh mereka dari 12 pintu yang ada. Nama kota yang baru tersebut “TUHAN HADIR DI SITU” menunjukkan keberadaan Allah berada di tengah umat-Nya. Keberadaan dan kehadiran Allah dalam kehidupan orang percaya merupakan penggenapan dari kitab Yehezkiel. ALLAH HADIR di setiap hati orang percaya dan Allah menjadi sentral dari kehidupan orang percaya. KEHADIRAN ALLAH dalam hati orang percaya menunjukkan tidak ada pembatas lagi antara Allah dengan orang percaya. Kematian Yesus di kayu salib menghancurkan pembatas tersebut. “TUHAN HADIR DI SITU” artinya “TUHAN HADIR DI HATI ORANG PERCAYA”. Oleh karena itu, maka kita harus menjaga tubuh dan hidup untuk tetap kudus supaya Allah tetap hadir. Tetap kudus artinya hidup dalam kekudusan. Kehadiran Allah yang membawa pemulihan, kelepasan dan janji-janji-Nya digenapi akan dialami oleh kita sebagai orang percaya. Sahabat, kehadiran dan penyertaan Tuhan adalah segala-galanya bagi kita! Coba renungkan: Kalau bukan Tuhan yang menyertai, mampukah kita menjalani hidup sampai detik hari ini? Kalau bukan Tuhan yang menopang, sanggupkah kita bertahan di tengah goncangan, badai dan gelombang permasalahan hidup? Tanpa kehadiran Tuhan, ibadah dan pelayanan yang kita lakukan takkan berdampak apa-apa; begitu pula dalam pekerjaan, rumah tangga, bisnis, studi, kita sangat memerlukan Tuhan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabaat pahami dari 2 Samuel 6:17-18? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tanpa kehadiran dan penyertaan Tuhan, hidup kita takkan berarti apa-apa. (pg).
Lively River Water
BERDAMPAK. Sesungguhnya setiap orang memiliki potensi memengaruhi orang lain di sekitarnya. Pengaruh tersebut bisa positif maupun negatif. Orang yang membawa pengaruh positif kita sebut motivator atau inspirator, di mana keberadaannya mampu memotivasi orang lain mengikuti jejaknya atau menjadi inspirasi bagi orang lain. Sementara orang yang membawa pengaruh negatif atau buruk terhadap orang lain biasanya disebut provokator: ia memrovokasi orang lain untuk melakukan tindakan yang negatif.Demikian dalam kehidupan orang percaya. Tuhan menginginkan setiap orang percaya memiliki kehidupan yang berdampak bagi dunia. Dampak yang dimaksudkan adalah positif, bukan negatif. Dengan kata lain kita harus bisa memengaruhi orang-orang sekitar melalui teladan hidup yang positif dan menjadi berkat bagi mereka. Supaya kita dapat memberi dampak positif bagi orang-orang di sekitar dan lingkungan, kita harus memiliki karakter yang baik. Lalu apa itu karakter? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang. Karakter menunjukkan siapa diri kita yang sesungguhnya. Apa yang Tuhan katakan tentang kita. Tentang Daud Tuhan berkata, “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.” (Kisah Para Rasul 13:22). Orang Kristen yang berkarakter berarti orang yang tetap menjaga kualitas hidupnya dengan baik sekalipun tidak ada orang yang melihatnya, karena ia tahu Tuhan melihat setiap perbuatannya. Hari ini kita melanjutkan belajar dari kitab Yehezkiel dengan topik: “Lively River Water (Air Sungai yang Menghidupkan)”. Bacaan Sabda diambil dari Yehezkiel 47:1-12. Sahabat, Allah yang Mahakudus bukan saja memulihkan kehidupan religius-sosial umat-Nya, tetapi juga mendatangkan pemulihan bagi Tanah Perjanjian. Pemulihan itu dilambangkan dengan sungai, yang bermata air di Bait Suci dan bermuara di Laut Asin (Laut Mati). Sungai itu, yang keluar sebagai percikan kecil, dalam jarak kurang lebih 2 km (1000 hasta = sekitar 500 meter) telah menjadi sungai besar (Ayat 3-4). Bahwa ini terjadi dalam jarak tersebut, tanpa sungai itu mendapat pasokan air dari anak-anak sungai, adalah suatu keajaiban.Sungai itu mengalir ke Timur, turun ke Araba-Yordan (Ayat 8), yakni daerah di ujung Selatan Lembah Yordan. Di sini terjadi keajaiban berikutnya. Agar air dapat mengalir dari Yerusalem ke Lembah Yordan, air itu harus mengalir turun ke Lembah Kidron, lalu naik ke Bukit Zaitun, kemudian melintasi beberapa lembah dan gunung. Air yang mengalir akan bermuara di Laut Asin dan seketika seluruh air di Laut Asin menjadi tawar (Ayat 8). Peristiwa ini dimungkinkan terjadi karena kemahakuasaan Allah.Sahabat, di samping itu, setiap daerah yang dilewati oleh sungai tersebut menjadi subur dan mendatangkan kehidupan (Ayat 9). Pengulangan ini menyatakan bahwa lawatan Allah bukan hanya memulihkan umat-Nya, tetapi juga tanah yang akan didiami oleh mereka. Pemulihan Allah sifatnya menyeluruh, yakni: Tempat kematian (Laut Mati) berubah menjadi tempat kehidupan yang berkelimpahan (Ayatb10), berbagai macam pohon menghasilkan buah berlimpah, bahkan daunnya pun berguna untuk dijadikan obat-obatan. Kelimpahan itu terjadi karena air yang mengaliri tanah tersebut berasal dari tempat kudus Allah (Ayat 12). Kejadian itu membuktikan bahwa Allah adalah sumber kehidupan (bdk. Yohanes 7:38).Kunci dari semua mukjizat yang terjadi terletak pada kekudusan Allah. Saat Allah hadir di suatu tempat, maka secara otomatis wilayah itu akan bebas dari pelbagai kenajisan. Kehadiran Allah membawa dampak positif bagi sekitarnya. Sahabat, inilah yang sedang Tuhan cari: Kehadiran orang percaya yang berdampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Orang percaya yang memiliki karakter baik, yang tampak nyata dalam setiap perkataan dan perbuatan, karena keberadaan orang percaya di tengah dunia ini adalah sebagai surat Kristus yang terbuka, yang dapat dibaca dan dilihat oleh semua orang, “… kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia.” (2 Korintus 3:3). Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari Yohanes 7:38? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Mari kita bawa air kehidupan Allah kepada mereka yang sedang membutuhkan penyembuhan dan pemulihan. (pg).
BIARKAN SAJA
Saudaraku, akhir-akhir ini seringkali kita melihat bagaimana manusia saling menghakimi dengan cara yang demonstratif. Manusia makin keras bersikap dengan sesamanya yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diyakini. Mari renungkan Matius 13: 23-30. Orang yang melakukan tugas yang sama selama bertahun-tahun akan memiliki kepekaan terhadap apa yang dilakukannya. Demikian juga para perkerja ladang gandum yang tahu benar bahwa ada yang tidak beres di ladang tuannya. Sabotase. Bayangkan saja sang tuan sudah susah payah menabur gandum, namun ternyata diantara gandum itu muncul tumbuhan Lalang. Memang pada zaman Yesus sudah lazim ditemui orang jahat yang hendak menghancurkan pemilik kebun gandum dengan cara menaburkan Lalang di ladang gandumnya saat sang pemilik lengah. Tentu saja ini sangat merugikan karena panen gandum akan gagal dan penghasilan akan menurun. Para buruh ladang gandum menyampaikan respons terhadap situasi ini sesuai dengan kapasitasnya. Sikap mereka adalah berempati dan menawarkan solusi yang cepat untuk mengatasi masalah. Mereka ingin segera menyelesaikan masalah dengan cara mencabut lalang selagi masih belum terlambat. Sebagai pekerja yang berpengalaman tentunya mereka tahu betapa repotnya mereka harus memisahkan lalang dan gandum pada saat panen tiba. Itu adalah pekerjaan yang membosankan. Namun jawaban si pemilik ladang itu berbeda dengan keinginan para buruh. Pemilik ladang berkata, ”Biarkan saja. Nanti akan tiba waktunya untuk menyelesaikan masalah.” Ini membuat para buruh ladang harus menarik diri dari keinginan menuntaskan masalah dengan cara mereka. Pemilik ladang jelas tidak mau rugi dengan mencabut lalang karena membuat mereka bisa gagal panen total dan para buruh harus menerima keputusan tersebut. Sebagai bawahan Tuhan Yesus, kita akan bersikap sama seperti para buruh itu yaitu ingin menyelesaikan masalah secepatnya, apalagi bila berkaitan dengan kebenaran Firman Tuhan. Misalkan ada seseorang yang melakukan penyimpangan dalam iman, rasanya ingin sekali segera menyelesaikan dan membenahi seakan kita adalah Tuhan yang layak menilai seseorang. Namun hal yang penting dan harus diingat adalah bagaimana sikap Sang Pemilik Ladang. Saat Ia berkata,”Biarkan saja. Nanti ada waktunya.” maka pekerja harus menahan diri dan terus bekerja dalam kebenaran walau melihat penyimpangan orang lain di tempat yang sama. Semua hasrat menghakimi harus ditahan. Pekerja harus fokus sampai pada akhir masa tugasnya hingga masa penuaian tiba. Masihkah kita merasa layak menjadi hakim dan menggantikan peran Tuhan dalam permasalahan yang menyangkut sesama? Tuhan punya waktu dan cara yang tepat untuk mengurus ladang-Nya dan memberlakukan tuaian-Nya. Tugas kita sebagai pekerja adalah berfokus pada tugas kita supaya tuaian dapat dituai tepat waktu dengan hasil maksimal. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)
EUFORIA MEMBAWA PETAKA
Saudaraku, ada ungkapan yang mengatakan : “Janji adalah hutang”. Ungkapan itu memiliki arti bahwa siapapun yang mengucapkan janji, ia akan terikat hingga menggenapi apa yang diucapkan. Janji memiliki legitimasi yang kuat, tergantung siapa yang mengucapkan. Makin ia memiliki kekuasaan, janji itu makin memiliki kekuatan yang mengikat. Mari renungkan Matius 14:1-12. Raja Herodes terjebak dengan janjinya sendiri yang diucapkan saat di puncak kesenangannya melihat tarian anak Herodias, idaman hatinya. Walau sebenarnya ia sangat sedih karena harus membunuh Yohanes Pembaptis yang membuatnya galau. Ia membenci Yohanes namun ragu untuk menghilangkan nyawanya. Namun hari itu gara-gara euphoria melihat pertunjukan tarian, Herodes kehilangan kewaspadaan dan mengucapkan janji yang disesalinya. Ternyata saat paling rawan dalam kehidupan seseorang bukanlah saat ia sangat bersedih, namun juga saat merasakan kesenangan yang berlebihan. Inilah yang disebut euphoria. Pengaruh perasaan ini adalah semangat yang berlebihan terhadap suatu peristiwa sehingga membuat lengah orang yang bersangkutan karena kepercayaan diri yang terlalu kuat. Hal ini mengakibatkan mereka mengambil keputusan yang salah karena menurunnya kewaspadaan akibat kepercayaan diri yang berlebihan. Mereka tidak memikirkan lagi akibat jangka panjang dari tindakannya sehingga seringkali merugikan orang lain atau melukai diri sendiri. Dalam kasus Herodes, ia membunuh Yohanes Pembaptis sang rival yang diseganinya untuk menyelamatkan reputasinya walau sebenarnya ia terguncang dan sedih karena janjinya sendiri. Ada beberapa hal yang menarik dalam kisah ini : Berhati-hatilah saat berada dalam euphoria terhadap sesuatu. Euphoria membuat seseorang dalam kondisi rawan dan tidak seimbang sehingga kadang membuat keputusan atau janji yang membahayakan diri sendiri atau orang lain. Dalam kondisi yang lemah ini kadang dimanfaatkan oleh orang tertentu untuk mengambil keuntungan dari orang tersebut. Pemenuhan janji kadang bagaikan pedang bermata dua yang juga melukai diri sendiri. Janji yang diucapkan seringkali membawa konsekuensi yang melemahkan diri sendiri. Oleh karena itu kondisi seseorang saat mengucapkan janji harus benar-benar diperhitungkan karena janji itu memiliki konsekuensi yang berat untuk si pembuatnya sebagaimana Pengkhotbah 5 : 5 mengatakan: “Lebih baik tidak membuat janji daripada berjanji namun tidak menepatinya.” (BIS). Saudaraku, mari selalu waspada dan tetaplah menjaga kestabilan hati sehingga kita tidak melakukan tindakan bodoh yang nantinya akan kita sesali sendiri. Tetaplah memiliki kendali dan tidak euphoria dengan situasi yang menyenangkan hati agar tidak menyesal dengan apa yang terjadi. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)
How does God Look at the Ruler and the Rich?
SUASANA IBADAH. Saya coba mengingat-ingat dan membandingkan suasana Ibadah Raya di Gereja-Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI-GKMI) ketika saya masih remaja dengan ketika saya sudah lanjut usia pada saat ini. Saya melihat ada pergeseran dan perbedaan. Sewaktu saya masih remaja, saya beribadah di GKMI Kudus. Suasana ibadah raya hari Minggu lebih menonjolkan kekhusukan dan keteraturan. Tidak ada Pemimpin Pujian dan Para Pemuji. Alat musik yang digunakan piano dan organ. Lagu-lagu himne (dari buku PPR) yang dinyanyikan oleh jemaat. Selama ibadah berlangsung, hampir tidak ada tepuk tangan. Jemaat datang ke gereja dengan membawa Alkitab. Saat ini saya beribadah di GKMI Semarang. Suasana ibadah raya hari Minggu lebih menonjolkan unsur spontan dan ungkapan berbagai perasaan. Ada Pemimpin Pujian dan Para Pemuji. Alat musik lengkap (band). Lagu-lagu yang dinyanyikan jemaat campuran, ada lagu himne dan ada lagu-lagu segar (Pop). Selama ibadah berlangsung, hampir selalu ada tepuk tangan. Hampir semua jemaat datang ke gereja dengan membawa HP. Bagi saya, ibadah memang perlu lebih menonjolkan unsur khidmat di hadapan Allah sambil melibatkan ungkapan puja, puji, dan kasih umat kepada-Nya. Maka keteraturan dalam ibadah mutlak perlu. Hari ini kita melanjutkan belajar dari kitab Yehezkiel dengan topik: “How does God Look at the Ruler and the Rich (Bagaimana Tuhan Memandang Penguasa dan Orang Kaya?)”. Bacaan Sabda diambil dari kitab Yehezkiel 46:1-18 dengan penekanan pada ayat 8-10, khususnya ayat 10. Sahabat, ibadah Israel dalam era baru merayakan kekudusan dan kemurahan Allah. Allah yang memulihkan mereka adalah Allah yang Mahakudus, yang tidak boleh diperlakukan sembarangan. Akses menghadap Dia tetap tertutup. Berarti umat harus menjunjung tinggi kekudusan-Nya. Namun oleh kasih-Nya, Ia membuka akses itu pada hari Sabat hanya untuk raja. Itu pun hanya dilakukan raja di lorong gerbang. Umat boleh melihat apa yang terjadi. Akses ke tempat kudus hanya diberikan kepada para imam. Arus kedatangan umat untuk beribadah di Bait Allah pada hari raya diatur dengan teliti. Yang masuk dari utara keluar melalui gerbang selatan, sebaliknya yang masuk dari gerbang selatan harus keluar melalui pintu utara. Keteraturan ibadah juga mengendalikan hak pemimpin. Sahabat, meski raja diberi keistimewaan boleh beribadah di lorong gerbang timur, tetapi sebagai manusia, raja harus tunduk pada aturan tentang kemilikan seperti yang berlaku untuk rakyat (Ayat 18). Ia tidak boleh sewenang-wenang memberlakukan rakyat demi memperkaya diri. Tanah dan milik lain harus diatur dengan adil. Maka ibadah yang teratur menjadi serasi dengan kehidupan sosial-ekonomi yang teratur juga! Pemulihan dan penyelamatan dalam Kristus membebaskan kita dari ketidakteraturan. Karya anugerah itu menyatukan segi spiritual dengan segi lain kehidupan kita. Siapa pun kita, di tingkat usia mana pun, dalam kedudukan sosial apa pun, dengan fungsi bagaimanapun, harus sepenuh hati dan seutuh hidup menjunjung kemuliaan-Nya dalam segala segi hidup, supaya ibadah dan keseharian kita serasi. Sahabat, saya sungguh sangat tersentuh dengan ayat 10: “Mengenai raja itu, ia akan masuk bersama-sama mereka dan keluar bersama-sama mereka.” Bagi saya ayat tersebut berbicara tentang bagaimana Tuhan memandang raja, orang kaya, dan umat-Nya yang lain? Dihadapan Tuhan semua manusia itu sama. Semua manusia diciptakan-Nya (Kejadian 1:27 dan Amsal 22:2). Tuhan memberlakukan semua manusia sama, tidak ada jalur khusus bagi raja dan orang kaya. Tidak ada perlakuan istimewa bagi mereka. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 8-10? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Para pemimpin Kristen diingatkan akan tanggung jawabnya sebagai makhluk rohani dan sosial yang harus menjunjung tinggi kekudusan Allah. (pg).