God is Fighting for Us

PERANG. Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tuanya  dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah suatu peristiwa yang akan mewarnai sejarah kehidupan dan peradaban manusia di muka bumi ini. Peristiwa perang biasanya terjadi dengan alasan adanya perselisihan antara dua belah pihak yang tidak mau mengalah terhadap suatu kepentingan. Baik itu kepentingan politik, ekonomi, sosial dan lain-lain.  Perang merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan oleh siapa pun. Namun, dalam keadaan tertentu peperangan tentu saja dapat terjadi karena situasi politik maupun karena keegoisan pihak tertentu, dimana masing-masing pihak berusaha untuk memaksakan kehendaknya, bahkan pada zaman sekarang kita sering mendengar peperangan terjadi dengan dalih untuk membela keadilan bahkan dengan dalih menciptakan kedamaian dalam kehidupan di dunia.  Perang merupakan pertikaian antara dua negara atau lebih melalui angkatan bersenjatanya yang bertujuan saling mengalahkan dan memberikan keadaan damai sesuai keinginan pemenangnya. Bertambah meningkatnya sengketa bersenjata atau perang yang terjadi di kalangan masyarakat internasional belakangan ini membuat masalah perang tidak bisa dianggap masalah kecil. Untuk itu masyarakat internasional harus menghadapi masalah ini dengan serius agar tidak menimbulkan kerugian yang makin besar dan mengakibatkan hancurnya pola hubungan sosial antar pihak atau golongan dimasa yang akan datang.  Hari ini kita  melanjutkan belajar dari kitab Yosua dengan dengan topik: “God is FIGHTING for Us (Tuhan BERPERANG untuk Kita)”. Bacaan Sabda diambil dari Yosua 12:1-24. Sahabat,  sebelum mencapai Kanaan bangsa Israel harus terlebih dahulu menaklukkan bangsa-bangsa lain.  Dalam bacaan kita pada hari ini tercatat daftar raja-raja yang telah dikalahkan oleh orang-orang Israel.  Hebat benar bangsa Israel,   padahal orang-orang Israel tidak berpengalaman dalam hal militer, tetapi mereka berhasil mengalahkan musuh-musuhnya yang begitu banyak dan kuat-kuat. Lalu, sesungguhnya siapa yang menjadi tokoh utama di balik semua kemenangan bangsa Israel tersebut?  Jawabnya adalah Tuhan, tidak ada yang lain.  Inilah janji Tuhan kepada Yosua:  “Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa.”  (Yosua 1:3).   Bangsa Israel menjadi bangsa yang kuat dan perkasa oleh karena Tuhan yang campur tangan.  Di luar Tuhan mereka tidak dapat berbuat apa-apa.  Simak nyanyian Musa ini:  “Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku.  Ia Allahku, kupuji Dia, Ia Allahku, kupuji Dia, itulah nama-Nya.”  (Keluaran 15:2-3).  Mereka mengakui bahwa yang menjadi pahlawan perang bagi mereka adalah Tuhan sendiri!  Karena itu nama Tuhan harus selalu ditinggikan!Sahabat, untuk meraih kemenangan dan mengalami penyertaan Tuhan tentu ada syaratnya!  Alkitab mencatat ketika bangsa Israel hidup seturut dengan kehendak Tuhan  (taat), mereka mampu mengalahkan musuh sekuat bagaimanapun.  Sebaliknya ketika mereka tidak lagi setia kepada Tuhan dan memberontak kepada-Nya, kekalahan demi kekalahan harus mereka alami.   Hidup orang percaya adalah hidup dalam PEPERANGAN.   Dalam hal ini tidak berbicara tentang perang secara fisik, tetapi peperangan melawan tipu muslihat Iblis, mempertahankan iman dan bagaimana bertahan di tengah persoalan.  Dengan kekuatan sendiri kita tidak akan mampu menghadapi semua itu.  Rasul Paulus berkata,  “Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya.”  (2 Timotius 2:4).Peperangan identik dengan perjuangan dan air mata, karena itu arahkan pandangan kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam segala hal, niscaya kemenangan demi kemenangan akan kita raih, karena Dia yang BERPERANG   untuk  kita. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat pereoleh dari hasil perenunganmu? Apa yang Sahabat pahami dari 2 Timotius 2:4? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Tak perlu takut menghadapi peperangan!  Teruslah maju, karena saat kita berserah penuh kepada Tuhan kita tidak berperang dan berjuang sendirian, ada Tuhan yang turut bekerja. (pg)

SEDEKAH MEMBAWA ANUGERAH

Salah satu kewajiban yang dianjurkan oleh semua agama adalah bersedekah.  Sedekah menjadi ritual untuk menunjukkan tanggung jawab sosial individu kepada orang lain.  Alih-alih mendatangkan anugerah, sedekah ternyata rawan membuat masalah, terutama untuk perkembangan kerohanian orang yang bersedekah.  Bagaimana pandangan Yesus tentang penyimpangan dalam bersedekah?           Mari bersama renungkan Matius 6:1–4.   Bagi orang Yahudi ada beberapa tindakan yang menjadikan ukuran kesalehan, antara lain sedekah dan puasa.  Sedekah ditekankan dalam Taurat (Ulangan 15:7-11) dan ditaati oleh mereka. Sedekah membawa misi kesetaraan secara ekonomi dan sosial, maka orang Yahudi biasa bersedekah dengan sesamanya.  Spirit sedekah sangat baik namun manusia yang memberi maupun yang menerima bisa memberikan muatan motivasi yang menyimpang dari spiritnya sehingga menjadi batu sandungan.  Yesus mengkritisi fenomena dimana para pemberi sedekah sengaja mencari tempat yang ramai pengemis untuk memberi sedekah.  Biasanya para pengemis berkumpul di sinagoga ataupun di jalan yang ramai orang dan bila memberi maka ia akan dilihat dan dikagumi banyak orang.   Bukan berarti Yesus melarang memberi mereka yang ada di lokasi itu, namun Yesus mengingatkan motivasi memberi dari orang yang bersedekah.  Bila memberi hanya untuk dilihat orang dan menerima pujian dan kekaguman, maka sedekah menjadi batu sandungan bagi sang pemberi.   Sedekah itu baik, namun yang bisa merusak adalah motivasi manusia yang memang sudah rusak oleh dosa.  Rasa puas karena dilihat baik oleh orang lain mengalahkan rasa syukur untuk dapat berbagi dengan yang membutuhkan.  Akibatnya mereka yang berbagi dengan cara seperti ini akan haus dengan perhatian dan menuntut orang lain memperhatikan dirinya dari waktu ke waktu.  Perhatian hanya terpusat pada dirinya, bukan pada Tuhan atau orang yang diberinya sedekah. Egosentris.  Sebaliknya Yesus memberikan apresiasi kepada mereka yang memberi dengan diam-diam karena mereka menginginkan perhatian dari Bapa di surga.  Orang seperti ini memiliki fokus kepada Tuhan dan tidak terpengaruh oleh respons orang lain.  Ia mementingkan upah dari Bapa yang di surga, yaitu rasa syukur karena bisa berbagi dengan orang lain.   Rasa syukur karena melepaskan milik sendiri merupakan anugerah dari Allah, yang membuat  manusia mampu bertumbuh secara spiritual dan berani mengurai genggaman terhadap harta miliknya untuk berbagi dengan orang lain. Yesus menginginkan seseorang bersedekah bukan untuk orang lain, melainkan untuk Tuhan.  Saat ia menyadari bahwa pemberiannya dilakukan untuk Tuhan, maka yang didapat adalah anugerah.  Anugerah Allah ini akan mendorongnya untuk makin peduli dan mau melepaskan hartanya untuk berbagi dengan yang lain.  Ia akan diperkaya dengan sukacita memberi dan ditumbuhkan dalam rasa kasih untuk sesamanya.  Sedekah bukan sekadar melepas kepemilikian melainkan pupuk untuk menumbuhkan iman percaya kepada Tuhan. Dari perenungan ini mari kita berpikir sejenak:  Masihkah kita menginginkan anugerah Allah lewat tindakan kita bersedekah?   Memberi sedekah bukan hanya memberi efek kepada orang yang  diberi, namun juga kepada kita yang memberi.  Mari kita memberi dengan hati yang hanya tertuju kepada Tuhan.  Selamat bertumbuh. (Ag)

The Lamentation of Tyre’s Destruction

FANA. Kata fana berasal dari bahasa Arab yaitu al-fana yang mengandung arti hilangnya wujud sesuatu. Kata ini lantas diserap dalam bahasa Indonesia, menjadi fana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti fana: Dapat rusak, hilang, mati, atau tidak kekal. yang tidak bersifat abadi dan bisa rusak, hilang, atau bahkan musnah sewaktu-waktu. Kata fana juga sering dipergunakan untuk menggambarkan sesuatu yang bersifat sementara alias tidak abadi. Dalam komunitas orang percaya, kata fana sering dipakai untuk menyatakan masa hidup manusia  di dunia yang tak berlangsung selamanya. Namun, belakangan penggunaan kata fana jadi lebih luas. Berbagai hal yang bersifat sementara dan tidak abadi seolah bisa disebut sebagai sesuatu yang fana. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari Yehezkiel dengan topik: “The Lamentation of Tyre’s Destruction (Ratapan Kehancuran Tirus)”. Bacaan Sabda diambil dari Yehezkiel 27:1-36. Sahabat,  tidak dapat dipungkiri bahwa Tirus bukan hanya merupakan kota pelabuhan, tetapi juga kota perdagangan yang cukup penting dan berpengaruh saat itu.Selain itu, Tirus juga dikenal sebagai kota terkaya. Banyak barang dagangan yang diperjualbelikan di sana. Misalnya: Perak, besi, timah putih dan hitam, permata, kain, pakaian warna, hasil bumi dan sebagainya (Ayat 12-25). Sistem yang dipakai dalam jual beli adalah sistem bertukar barang (barter). Di kota Tirus ini, banyak orang dari pelbagai negeri singgah dan melakukan transaksi. Tidak heran jika Tirus dikatakan sebagai kota terindah yang terapung di tengah lautan (Ayat 1-9). Sahabat, bacaan kita pada hari ini berisi ratapan atas Tirus yang dihancurkan Allah karena dosanya. Ratapan ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi deskripsi tentang Tirus yang digambarkan seperti sebuah kapal yang maha indah (Ayat 3). Kapal ini memiliki kualitas terbaik dalam segala aspek, mulai dari ahli yang membangun, kayu dan kain yang dipakai untuk membangun tubuh dan layar, sampai kepada para pendayungnya, sehingga semua kapal lain bersandar pada kapal ini. Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh Tirus pada zaman itu (Ayat 4-10).  Bagian kedua menceritakan pengaruh Tirus kepada bangsa-bangsa sekitar. Negeri ini tercatat melakukan hubungan perdagangan dengan 27 negara dengan 37 jenis barang yang diperdagangkan, mulai dari logam mulia, kayu, binatang, batu permata, rempah-remah, jubah, sampai kain (Ayat 10-24).  Bagian ketiga berisi kehancuran Tirus yang diibaratkan seperti kapal yang diamuk badai yang hebat di tengah lautan yang menenggelamkan semua harta benda ke dasar lautan dan membinasakan semua pelaut dan prajurit di dalamnya (Ayat 25-36). Hukuman atas Tirus dijatuhkan Allah atas KESOMBONGAN  mereka. Sahabat, kisah di atas memaparkan bahwa tidak ada kekuasaan dan kejayaan yang KEKAL  di bumi, sehingga kita harus bersikap BIJAK terhadap SEGALA KEPEMILIKAN  di dalam dunia. Sadarilah bahwa segala yang kita miliki adalah titipan sementara dari Allah, sehingga harus dimanfaatkan untuk memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama manusia. Kita sudah selayaknya menjadi pengelola yang baik. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Sahabat, berkat khusus apa yang Tuhan titipkan kepadamu?  Bagaimana rencanamu untuk memanfaatkan semua berkat yang Sahabat terima agar memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama?  Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Semua kenikmatan dunia hanya membawa kita menuju kesia-siaan. Jadikan Allah sebagai sumber bahagiamu! (pg).

Pentakosta dan Kuasa Kesaksian Roh Kudus

A. PENGANTAR “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah Para Rasul 1:8) Ayat tersebut merupakan ayat kunci Kisah Para Rasul. Kita pernah mendengar istilah baptisan Roh, yakni penerimaan kuasa untuk bersaksi bagi Kristus. Oleh kuasa kesaksian itu orang yang hilang dapat dimenangkan dan diajarkan untuk menaati semua yang diperintahkan-Nya. Hasilnya ialah bahwa Kristus dikenal, dikasihi, dipuji, dan dijadikan Tuhan atas umat pilihan-Nya (bdk, Matius 28:18-20; Lukas 24:49; Yohanes 5:23). B. MAKNA PENTAKOSTA Di kitab Kisah Para Rasul 2:17-21, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di tempat mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Mereka semuanya tercengang-cengang dan sangat termangu-mangu sambil berkata seorang kepada yang lain: “Apakah artinya ini?” Tetapi orang lain menyindir: “Mereka sedang mabuk oleh anggur manis.” Maka bangkitlah Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu, dan dengan suara nyaring ia berkata kepada mereka: “Hai kamu orang Yahudi dan kamu semua yang tinggal di Yerusalem, ketahuilah dan camkanlah perkataanku ini. Orang-orang ini tidak mabuk seperti yang kamu sangka, karena hari baru pukul sembilan pagi, tetapi itulah yang difirmankan Tuhan dengan perantaraan nabi Yoël: “Akan terjadi pada hari-hari terakhir, demikianlah firman Tuhan, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat. Dan Aku akan mengadakan mujizat-mujizat di atas, di langit dan tanda-tanda di bawah. Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.” (Kisah Para Rasul 2:17-21) C. GEREJA MULA-MULA DAN KITA Kisah Para rasul 2:41-47 merupakan kesaksian gereja mula-mula yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Orang-orang yang menerima perkataan para rasul memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Oleh kuasa Roh Kudus rasul-rasul mengadakan banyak mukjizat dan tanda. Jumlah mereka bertambah dengan tiga ribu jiwa. Pada masa kini, gereja mengandalkan kuasa ilmu pengetahuan dan teknologi cangggih, walau khotbah tiga ribu kali tidak menobatkan satu pun jiwa bagi Kristus. Mari kita kembali pada kuat kuasa Roh Kudus yang bekerja luar biasa pada masa Pentakosta. Kadang kehidupan kristiani menampakkan kesaksian yang luar biasa dari kehidupan yang biasa-biasa saja. Kita berharap orang yang dikuasai Roh Kudus akan bersikap ramah dan sukacita. Sikap tersebut di tengah masyarakat dapat membawa perbedaan yang luar biasa! Tim Sanders dalam bukunya, “Liability Factor”, berkata bahwa seseorang yang menebarkan “sukacita, kebahagiaan dan penghiburan,” akan lebih mungkin dipromosikan kepada sebagian perusahaan sebagai orang-orang yang patut dipercaya. Keramahan dalam wujud sukacita, kebahagiaan dan penghiburan bukanlah sekadar praktik hidup yang cerdas. Sikap itu seharusnya menjadi karakteristik semua pengikut Kristus karena kuasa Roh Kudus. Memasuki hari ini, mari kita berperilaku sedemikian hingga setiap orang melihat Kristus di dalam kita. Amin. (sp). —————– Penulis: Bapak Slamet Priyanto (sp), Ketua Departemen Misi dan Pengajaran Yayasan Christopherus.

The Lamentation of Tyre’s Destruction

FANA. Kata fana berasal dari bahasa Arab yaitu al-fana yang mengandung arti hilangnya wujud sesuatu. Kata ini lantas diserap dalam bahasa Indonesia, menjadi fana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti fana: Dapat rusak, hilang, mati, atau tidak kekal. yang tidak bersifat abadi dan bisa rusak, hilang, atau bahkan musnah sewaktu-waktu. Kata fana juga sering dipergunakan untuk menggambarkan sesuatu yang bersifat sementara alias tidak abadi. Dalam komunitas orang percaya, kata fana sering dipakai untuk menyatakan masa hidup manusia  di dunia yang tak berlangsung selamanya. Namun, belakangan penggunaan kata fana jadi lebih luas. Berbagai hal yang bersifat sementara dan tidak abadi seolah bisa disebut sebagai sesuatu yang fana. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari Yehezkiel dengan topik: “The Lamentation of Tyre’s Destruction (Ratapan Kehancuran Tirus)”. Bacaan Sabda diambil dari Yehezkiel 27:1-36. Sahabat,  tidak dapat dipungkiri bahwa Tirus bukan hanya merupakan kota pelabuhan, tetapi juga kota perdagangan yang cukup penting dan berpengaruh saat itu. Selain itu, Tirus juga dikenal sebagai kota terkaya. Banyak barang dagangan yang diperjualbelikan di sana. Misalnya: Perak, besi, timah putih dan hitam, permata, kain, pakaian warna, hasil bumi dan sebagainya (Ayat 12-25). Sistem yang dipakai dalam jual beli adalah sistem bertukar barang (barter). Di kota Tirus ini, banyak orang dari pelbagai negeri singgah dan melakukan transaksi. Tidak heran jika Tirus dikatakan sebagai kota terindah yang terapung di tengah lautan (Ayat 1-9). Sahabat, bacaan kita pada hari ini berisi ratapan atas Tirus yang dihancurkan Allah karena dosanya. Ratapan ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi deskripsi tentang Tirus yang digambarkan seperti sebuah kapal yang maha indah (Ayat 3). Kapal ini memiliki kualitas terbaik dalam segala aspek, mulai dari ahli yang membangun, kayu dan kain yang dipakai untuk membangun tubuh dan layar, sampai kepada para pendayungnya, sehingga semua kapal lain bersandar pada kapal ini. Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh Tirus pada zaman itu (Ayat 4-10). Bagian kedua menceritakan pengaruh Tirus kepada bangsa-bangsa sekitar. Negeri ini tercatat melakukan hubungan perdagangan dengan 27 negara dengan 37 jenis barang yang diperdagangkan, mulai dari logam mulia, kayu, binatang, batu permata, rempah-remah, jubah, sampai kain (Ayat 10-24). Bagian ketiga berisi kehancuran Tirus yang diibaratkan seperti kapal yang diamuk badai yang hebat di tengah lautan yang menenggelamkan semua harta benda ke dasar lautan dan membinasakan semua pelaut dan prajurit di dalamnya (Ayat 25-36). Hukuman atas Tirus dijatuhkan Allah atas KESOMBONGAN  mereka. Sahabat, kisah di atas memaparkan bahwa tidak ada kekuasaan dan kejayaan yang KEKAL  di bumi, sehingga kita harus bersikap BIJAK terhadap SEGALA KEPEMILIKAN  di dalam dunia. Sadarilah bahwa segala yang kita miliki adalah titipan sementara dari Allah, sehingga harus dimanfaatkan untuk memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama manusia. Kita sudah selayaknya menjadi pengelola yang baik. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah! Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu? Sahabat, berkat khusus apa yang Tuhan titipkan kepadamu?  Bagaimana rencanamu untuk memanfaatkan semua berkat yang Sahabat terima agar memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama?  Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Semua kenikmatan dunia hanya membawa kita menuju kesia-siaan. Jadikan Allah sebagai sumber bahagiamu! (pg).

MENGUSAHAKAN DAMAI

Konflik merupakan hal yang biasa dialami oleh manusia sepanjang hidupnya. Kadang kala di tiap interaksi manusia, konflik seperti mengintip dan ingin mengambil kesempatan untuk ikut nimbrung dan mengacaukan hubungan.  Konflik adalah suatu peristiwa dimana terjadi pertentangan baik antar individu ataupun antar kelompok, yang biasanya dipicu oleh perbedaan yang dibawa dalam proses komunikasi.  Tidak ada seorangpun yang menikmati konflik atau ingin selalu berkonflik, namun manusia perlu belajar menerima kenyataan bahwa konflik adalah bagian dari hidup.  Saudaraku, kali ini Sejenak Merenung akan mengingatkan kembali posisi orang Kristen dalam konflik, sebagaimana tertulis dalam Matius 5:9. Saudaraku, dalam salah satu bagian dari Khotbah di Bukit, Tuhan Yesus mengucapkan rangkaian Ucapan Bahagia yang memukau banyak orang di dunia termasuk Mahatma Gandhi, salah seorang tokoh kemerdekaan India yang beragama Hindu.  Ada dua hal yang menjadi perenungan dari satu ayat singkat di atas, yaitu : 1. Damai harus diupayakan Kata “damai” dalam Bahasa Ibrani adalah “shalom” yang berarti sesuatu yang utuh, komplit dan tidak butuh tambahan apa pun lagi.  Damai punya makna yang kompleks dan solutif bagi manusia.  Kalau manusia menemukan damai, maka hidupnya sudah lengkap dan utuh.  Masalahnya damai itu tidak bisa datang sendiri atau otomatis hadir dalam kondisi tertentu, namun harus diundang atau diupayakan untuk hadir dan tinggal dalam kehidupan manusia.  Rasul Paulus pernah  mendorong jemaat Yahudi yang hidup dalam perantauan untuk mengusahakan damai dengan semua orang (Ibrani 12:14).  Dorongan ini setara dengan upaya untuk mereka hidup dalam kekudusan, sebagai syarat untuk melihat kehadiran Tuhan. Artinya Rasul Paulus menyadari bahwa untuk dapat melihat kehadiran Tuhan, perlu ada upaya yang seimbang dari manusia untuk berdamai dengan orang lain dan berdamai dengan Allah. Tuhan Yesus sendiri mengatakan dalam salah satu bagian Khotbah di Bukit bahwa manusia yang akan mengadakan kontak dengan Tuhan, harus mengupayakan damai dengan sesama terlebih dahulu (Matius 5:23-24). Damai harus diupayakan, dihadirkan, diperjuangkan dan dibiasakan agar bisa merasakan kehadiran Allah. 2. Atribut anak-anak Allah untuk mereka yang mengupayakan damai. Dunia yang penuh dosa ini dipenuhi dengan konflik dan ego manusia yang membawa dampak merusak lahir dan batin.  Maka untuk menjadikan utuh kembali apa yang sudah rusak itu, dibutuhkan Kerajaan Allah yang memurnikan dan memulihkan.  Siapa pun mereka yang mengupayakan kehadiran Kerajaan Allah itu, mereka adalah murid/pengikut/ anak-anak Allah.  Ketika berbicara tentang anak-anak Allah, berarti juga berbicara tentang identitas dan tujuan hidup individu atau sekelompok orang. Damai dirindukan oleh setiap manusia di dunia, maka ketika damai diupayakan untuk hadir dan memulihkan semua konflik maka Kerajaan Allah akan mewujud di dalam dunia.  Maka Yesus mengatakan berbahagia, karena pribadi yang mengupayakan damai adalah pribadi yang memahami tanggung jawabnya di dunia ini. Saudaraku, setiap orang percaya Kristus adalah anak-anak Allah maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang yang percaya Kristus untuk menjadi pembawa damai di mana pun dia berada.  Dalam kehidupan yang penuh dengan kemungkinan berkonflik atau terseret dalam pusaran konflik, maka setiap orang percaya perlu untuk memikirkan hal ini: Bagaimana saya mengupayakan damai untuk hadir dalam situasi itu?  Salah satu mantan presiden Amerika, almarhum Ronald Reagan pernah melontarkan satu kata Mutiara:  Damai itu bukan berarti tanpa konflik.  Damai  adalah bagaimana mengatasi konflik dengan  cara damai.  Konflik bukan untuk dihindari, namun menjadi batu uji apakah kita layak disebut anak-anak Allah.  Mari tetap teguh untuk mengupayakan kehadiran damai dalam kehidupan ini. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)