TAAT TERHADAP HAL-HAL KECIL

Saat kita merayakan Paskah, kita akan teringat bahwa pada mulanya Paskah merupakan tradisi bagi orang-orang Yahudi yang diperintahkan Allah untuk untuk melakukan semacam jamuan khusus yang membantu mereka mengingat bagaimana Allah menyelamatkan mereka setelah ratusan tahun menjalani perbudakan di Mesir. Allah menyuruh orang Israel untuk mengadakan perjamuan Paskah setiap tahun agar mereka tidak melupakan siapa Allah dan siapa mereka (Keluaran 12:21-27). Dalam Alkitab Perjanjian Baru, kita melihat Tuhan Yesus juga merayakan Paskah. Hal itu dicatat dalam Markus 14:12-16, yang menceritakan bagaimana Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya mempersiapkan perayaan Paskah. Kita bisa membaca dari perikop tersebut, bahwa pada waktu paskah tiba, murid-murid Tuhan Yesus bertanya apa yang harus mereka kerjakan, kemana mereka harus pergi untuk menyiapkan perjamuann Paskah bersama Tuhan Yesus (ayat 12). Kemudian Tuhan Yesus berkata kepada mereka, “Pergilah ke kota; di sana kamu akan bertemu dengan seorang yang membawa kendi berisi air. Di situlah kamu harus mempersiapkan perjamuan Paskah untuk kita!” (ayat 13 dan 15). Maka berangkatlah kedua murid itu dan setibanya di kota, didapati mereka semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka (ayat 16). Mungkin para murid berpikiran akan menerima pekerjaan besar, seperti memesan makanan, mengelola acara, dan lain sebagainya. Namun Tuhan hanya memberi perintah kepada mereka untuk pergi menemui sesorang yang akan menyiapkan perjamuan tersebut. Mereka pun pergi karena ketaatannya, dan tidak pernah bertanya mengapa mereka hanya melaksanakan pekerjaan sepele seperti itu. Mereka hanya diminta untuk menemukan sesorang dan mengikuti orang tersebut. Mereka hanya diberi dua tugas, yaitu untuk menemukan dan mengikuti. Bukan suatu pekerjaan yang besar, namun menuntut ketaatan dan komitmen untuk melakukannya. Apabila dilakukan, perintah itupun bisa terwujud, dan semuanya terjadi. Selama pelayanan-Nya di dunia, Tuhan kita Yesus mengajarkan prinsip ini kepada murid-murid-Nya: ” Orang yang setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. ” (Lukas 16:10). Pada pernikahan di Kana di Galilea, Yesus memerintahkan para pelayan untuk “mengisi tempayan dengan air” (Yohanes 2:7). Karena ketaatan para pelayan, mukjizat itupun terjadi. Kesetiaan para pelayan dalam melaksanakan sesuatu yang begitu sepele berakhir dengan mereka menerima begitu banyak galon anggur terbaik untuk segenap hadirin dalam pesta pernikahan tersebut. Ada cukup banyak orang Kristen menginginkan jabatan yang besar dan penting dalam gereja. Karena kepandaiannya, kekayaannya, mereka tidak mau melakukan pekerjaan sepele yang ada di gereja. Bahkan orang orang-orang biasa pun merasa tidak suka melakukan pekerjaan-pekerjaan “kecil” di gereja. Terkadang semua ingin dilihat, bahwa mereka memiliki peran yang penting dalam sebuah pelayanan. Melayani Tuhan tidak harus menjadi Pendeta, menjadi Majelis, atau menjadi pengurus sinode. Banyak pekerjaan Tuhan yang sepele, sederhana yang ada di gereja, yang terkadang terabaikan. Menata kursi, menjadi penerima tamu, membuat jadwal pelayanan, bahkan mematikan kran air di kamar mandi, mungkin kelihatan sepele di mata banyak orang. Tetapi pekerjaan-pekerjaan semacam itulah yang akan membawa kita kepada sesuatu perubahan yang besar. Karena ketaatan kita, Tuhan pasti akan memberi kita pekerjaan yang semakin besar. Dalam Ulangan 28:13 memang kita akan diangkat Tuhan untuk menjadi Kepala bukan Ekor, tetapi untuk menjadi kepala harus dimulai dari ekor terlebih dahulu. Murid-murid Tuhan Yesus juga merupakan orang-orang yang biasa, tetapi karena ketaatannya, mereka bisa menjadi pahlawan iman yang besar yang sampai sekarang bisa menjadi teladan bagi kita semua. Apakah kita bersedia menaati Tuhan bahkan dalam hal-hal kecil? Jangan pernah berpikir apa yang Tuhan minta kita lakukan terlalu kecil atau terlalu kasar, mari kita percaya dan patuhi saja. Apa yang mungkin kita anggap kecil, menurut Tuhan itu penting. Dalam rangka Paskah, mari kita berefleksi sejenak: Apakah kita semua telah berperan dalam perkerjaan Tuhanmulailah taat dari hal-hal yang kecil dan Tuhan akan memberi tanggunjawab yang lebih besar dan lebih besar. (SN). Penulis:Bapak Suhaji (SN), Majelis Jemaat di GKMI Semarang, jalan Pemuda 75, Semarang dan Pengurus Departemen Misi dan Pengajaran Yayasan Christopherus.

Accepting Gods Offer

SUDUT PANDANG. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatat sudut pandang berarti cakupan sudut bidik lensa terhadap gambar. Beda konteks, maka berbeda pula pengertian sudut pandang. Bagi kita yang gemar membaca atau sering menulis karya fiksi, mungkin kita sudah tidak lagi asing dengan istilah sudut pandang. Sudut pandang adalah posisi penulis dalam menuangkan kisahnya. Dalam proses melahirkan suatu karya fiksi, sudut pandang merupakan salah satu unsur yang penting diperhatikan. Alur sebuah kisah dapat berbeda tergantung sudut pandang mana yang penulis bawakan. Sahabat, sudut pandang menjadikan kita dapat melihat sebuah kejadian dari berbagai sisi. Sayangnya tidak semua orang mampu melihat sebuah peristiwa lebih dari satu sudut pandang. Apalagi jika peristiwa itu tidak menyenangkan. Penderitaan seringkali dianggap hanya sebagai tanda bahwa Tuhan tidak lagi mengasihi. Penghukuman seringkali dianggap hanya sebagai tanda bahwa Tuhan murka kepada umat-Nya. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Yehezkiel dengan topik: Accepting Gods Offer (Menerima Tawaran Tuhan). Bacaan Sabda diambil dari Yehezkiel 7:1-27. Sahabat, Allah yang sesungguhnya sangat menyayangi Israel kini murka kepada Israel. Bacaan kita pada hari ini dimulai dengan empat nubuat pendek tentang bencana yang akan dialami oleh Israel, khususnya di Yerusalem. Yehezkiel pasal 7 menjadi klimaks dari pasal 4-6 yang menyatakan bencana pasti datang melanda Israel. Hal itu tampak dari kata “Kini kesudahanmu tiba” (ayat 1-4), “bencana demi bencana akan datang” (ayat 5-9), “harinya sungguh datang” (ayat 10, 11), “Waktunya datang” (ayat 12, 13)”. Israel harus menerima semua hukuman yang telah TUHAN tetapkan “selaras dengan tingkah lakunya, bahkan perbuatan-perbuatannya yang keji” (ayat 3-4, 8-9, 27). Hukuman yang tidak dapat dielakkan ini akan menimpa segenap umat, tanpa ada pengecualian. Bahkan mereka yang kaya dan berlimpah harta bendanya tidak akan dapat melindungi diri dengan segala harta bendanya. Harta benda itu akan dianggap cemar karena telah digunakan untuk menyembah berhala. Segala kekayaan akan menjadi sia-sia dan hanya menjadi jarahan musuh (ayat 11, 19-24). Pembiaran dan penolakan TUHAN membuat tidak ada seorang pun dapat mempertahankan diri, bahkan berjuang melawan musuh (ayat 14-24). Tidak ada pengharapan bagi mereka karena dalam ketakutan tidak ada lagi kabar keselamatan. Firman TUHAN yang telah ditolak oleh umat Israel, tidak mereka dengarkan lagi melalui para nabi, imam, dan tua-tua. Penghukuman TUHAN menimpa segenap lapisan penduduk, dari raja, pemimpin bahkan seluruh penduduk. Inilah pembalasan bagi Israel yang TUHAN berikan selaras dengan tingkah laku mereka yang jahat, perbuatan mereka yang keji, dan cara mereka menghakimi. Semua ini TUHAN lakukan agar mereka mengetahui dan sungguh-sungguh mengenal bahwa Dia yang mereka tolak dan lawan adalah TUHAN (ayat 25-27). Ketika kita melihat kejatuhan kaum Israel, kita harus mengingat bahwa Tuhan itu adil dan kuasa pengadilan-Nya sungguh nyata. Di dalam Perjanjian Lama, hukum keadilan Tuhan berlaku: “nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki” (Ulangan 19:21). Itu adalah perintah yang diberikan supaya umat yang bersalah diadili dan dihukum secara setimpal. Sahabat, jangan mengandalkan segala kekuatan dan harta duniawi karena semuanya akan hancur tak bernilai di hadapan-Nya. Jangan mengandalkan siapa pun karena penguasa terkuat sekalipun dihancurkan oleh kuasa-Nya. Selama masih ada KESEMPATAN , TERIMALAH TAWARAN KESELAMATAN dan PENGAJARAN-PENGAJARAN KEBENARAN dari TUHAN. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenungan dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:1.Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?2.Apa yang Sahabat pahami dari ayat 8-9? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Keseriusan Tuhan terhadap dosa kita sejalan dengan keseriusan Tuhan mengasihi kita tanpa batas. (pg). 

In Quietness and Trust Shall be Your Strength

TENANG. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tenang memiliki banyak arti, salah satunya: Tidak gelisah, tidak rusuh, tidak kacau, tidak ribut, aman dan tentram. Sesungguhnya saat kita merasa TENANG maka pikiran kita bisa menjadi lebih jernih dan tubuh kita bisa lebih peka merespons keadaan sekitar. Bagi orang yang tidak bisa berenang, tercebur ke kolam yang dalam adalah pengalaman yang sangat menakutkan. Orang itu tentu membutuhkan pertolongan. Namun, supaya dapat ditolong dia harus TENANG, mendengarkan, dan menurut pada petunjuk penolongnya. KEPANIKAN hanya akan menambah bahaya baginya. Sahabat, seringkali ketika kita menghadapi masalah dan tekanan hebat, kita menjadi PANIK dan akhirnya melakukan sesuatu yang justru kontra produktif. dalam KEPANIKAN orang cenderung berpikir praktis, tidak berpikir panjang. Kebanyakan dari kita tidak bisa TENANG ketika permasalahan datang!  Tuhan mengajarkan kita untuk bersikap TENANG saat masalah datang menerpa:  ” Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa.”  (1 Petrus 4:7b). Berdiam diri dengan mendekat kepada Tuhan membuat kita menjadi TENANG! Hari ini bertepatan dengan Sabtu Sunyi, dengan keheningan dan keteduhan kita akan belajar dari kitab Yesaya dengan topik: In Quietness and Trust Shall be Your Strength (Dalam Tinggal TENANG dan PERCAYA Terletak Kekuatanmu). Bacaan Sabda diambil dari Yesaya 30:1-17 dengan penekanan pada ayat 15. Sahabat, Yehuda sedang PANIK. Di tengah krisis, mereka sibuk mencari pertolongan dengan caranya sendiri. Mereka memutuskan untuk berlindung kepada bangsa lain yang mereka pikir lebih kuat daripada bangsa penyerang. Mereka mencari perlindungan kepada Mesir dan melupakan Allah (ayat 2). Padahal, Tuhan menginginkan agar mereka tetap TENANG dan PERCAYA kepada-Nya. Firman Tuhan yang datang kepada mereka mengingatkan bahwa berharap kepada Mesir dan kekuatan perangnya hanya akan membuat mereka malu, sebab Mesir tidak akan berdaya menghadapi Asyur (ayat 3 dan 7). Tuhan menyebut mereka sebagai anak-anak pemberontak, sebab sekalipun mereka adalah anak-Nya tetapi mereka tidak mau mendengarkan suara-Nya yang datang melalui nabi-Nya. Justru mereka membungkam dan mengusir nabi itu (ayat 10-11). Saat Tuhan meminta mereka tinggal TENANG dan berharap kepada-Nya, Yehuda justru sibuk dengan KEPANIKANNYA. Sahabat, hampir pasti kita pernah mengalami peristiwa yang berat dalam hidup ini. Pada saat seperti itu, kita punya dua pilihan. Pertama, kita bereaksi terhadap KEPANIKAN dan berpikir pendek mengenai penyelesaian masalah sesegera mungkin. Kedua, kita merespons dengan berhenti sejenak untuk MENENANGKAN diri, berdoa memohon pertolongan Tuhan dan hikmat-Nya. Cara pertama akan mendorong kita untuk mengambil pilihan yang tidak cermat bahkan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Cara kedua akan memberi kesempatan kepada Tuhan untuk bekerja menolong dan membuat kita berpikir jernih. Sahabat, sebagai orang percaya, hendaklah kita belajar tetap TENANG di saat situasi gawat dan menakutkan, karena dalam tinggal TENANG dan percaya terletak kekuatan kita. TUHAN yang akan bertindak dan menyelesaikannya bagi kita. Mintalah kepada-Nya untuk memegang kendali dan menunjukkan jalan keluar. Jangan mencari pertolongan dari manusia, karena itu akan mengecewakan kita. Taruhlah pengharapan hanya kepada Tuhan yang mengasihi kita dan yang tidak pernah mengecewakan! Kunci untuk hidup TENANG adalah memiliki penyerahan diri sepenuhnya kepada TUHAN. KETENANGAN menimbulkan kekuatan untuk menghadapi persoalan apa pun. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:1.Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?2.Apa yang Sahabat pahami dari 1 Petrus 4:7-b? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Memilih tetap tenang dan percaya serta mengikuti kehendak Tuhan adalah pilihan yang terbaik. (pg).