The Price of A Life Call Commitment

PERGUMULAN HIDUP. Hampir semua orang pernah mengalami pergumulan hidup. Bagaimana sikap Sahabat saat menghadapi pergumulan hidup yang berat? Apakah  diam, marah, kecewa, takut, atau tetap tenang dan mengandalkan Tuhan? Bagaimana bila ada seorang yang setia selama hidupnya membela bangsanya mengalami pergumulan? Bagaimana pula, jika dalam pergumulannya tekanan justru datang dari orang yang dibela? Terlebih lagi, jawaban Tuhan berbeda dari harapan si penggumul. Sahabat, jangan lupakan Tuhan dalam pergumulan! Sebab, Dia sanggup melepaskan dan membebaskan kita dari pergumulan yang berat. Ingatlah jangan sekali-kali menyelesaikan pergumulan seorang diri! Sangatlah tepat perkataan orang bijak: “Mereka yang selalu berlutut menghadap Tuhan, akan selalu berdiri menghadapi siapa pun”. Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Yeremia dengan topik: “The Price of A Life Call Coommitment (Harga Sebuah Komitmen Panggilan Hidup)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Yeremia15:10-21. Sahabat, sesungguhnya semua murid Kristus dipanggil untuk melayani. Paulus dipanggil melayani. Epafras dipanggil melayani. Demikian juga Sahabat dan saya dipanggil untuk melayani. John Piper mengatakan “To receive Christ, cost nothing. To follow Christ, cost something. To serve Christ, cost everything.” Mengorbankan segala-galanya adalah harga sebuah panggilan dalam melayani Tuhan. Oleh sebab itu, banyak orang yang lebih suka dilayani daripada melayani. Sahabat, mengikut Tuhan bukan perkara mudah. Itulah fakta yang disodorkan melalui kehidupan tokoh-tokoh Alkitab, dari Abraham hingga Rasul Yohanes. Hari ini kita menyaksikan kenyataan yang sama dalam satu adegan kehidupan Yeremia. Ia meratap, mempertanyakan jalan hidupnya, seraya menggugat Tuhan. Yeremia merasa telah memberi yang terbaik dalam mengikut Tuhan, tetapi kini ia berada di tepi jurang. Memang ketika Tuhan memanggil, Tuhan memberi jaminan kokoh bahwa ia akan menjadi tiang besi dan  tembok tembaga (Yeremia 1:18), yang akan berdiri tegak melawan seluruh bangsanya dan para pemimpinnya. Namun di tengah kehidupannya mengikut Tuhan, ia merasakan hantaman yang begitu hebat sehingga ia bertanya-tanya, jangan-jangan besi dan tembaga pun sebenarnya tak sekuat yang semula ia kira (ayat 12). Yeremia sudah memberikan yang terbaik, yang bisa ia persembahkan kepada Tuhan. Ia memelihara hidup yang kudus, baik dalam ranah pribadi (ayat 16) maupun publik (ayat 17), tetapi mengapa hidupnya sengsara dan penuh keluh-kesah? Yeremia merasa bahwa Tuhan berlaku tak adil (ayat 18). Namun Tuhan tidak menjawab Yeremia menurut syarat dan ketentuan yang Yeremia sodorkan; sebaliknya Ia menawarkan perspektif yang baru: Kehidupan orang-orang di sekitar memang seringkali menggiurkan, tetapi panggilan yang unik menuntut komitmen yang tak kalah unik. Tuhan pun menegaskan bahwa sebaik-baiknya pelayanan, bukan berarti manusia memiutangi Tuhan. Sahabat, MENGIAKAN panggilan Tuhan menuntut KOMITMEN TUNGGAL: Dalam kehidupan pribadi maupun publik, dalam perkataan juga segenap aspek hidup. Tuhan kembali menegaskan janji-Nya kepada Yeremia bahwa Ia akan menjadi “tembok berkubu dari tembaga” (ayat 20), kali ini dengan klarifikasi bahwa kekuatan Tuhan di balik tembok tembaga ini akan terbukti bukan karena diabaikan orang, tetapi justru karena kuat berdiri tegak di tengah peperangan terhebat sekalipun (ayat 20-21). Tuhan tidak menjanjikan panggilan-Nya akan nyaman dan aman, tetapi Ia berjanji BERSAMA KITA  melalui pergumulan seberat bagaimanapun. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 19-21? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Bersyukur sampai hari ini kita masih kuat menjalani hidup, itu semua karena Tuhan. (pg).

Be Patient a Bit More

SABAR. Menanti sesuatu yang kita harapkan terkadang sangat menjenuhkan dan membutuhkan kesabaran tingkat tinggi, oleh sebab itu kita perlu melatih diri bagaimana menjadi orang yang sabar di segala situasi. Di Zaman Now hampir semua orang menyukai segala sesuatu yang serba instan, serba super kilat.  Dalam hal makanan saja orang lebih memilih makanan yang cepat saji,  dibanding harus repot-repot memasak.  Dalam hal bekerja inginnya cepat dapat pekerjaan yang hebat, ingin cepat dapat gaji besar, ingin cepat naik jabatan, dan sebagainya.  Apa-apa maunya serba cepat, kalau bisa tidak perlu kerja keras, tidak perlu usaha mati-matian, tidak perlu merasakan beratnya menjalani suatu proses.  Sungguh, sangat sulit menemukan orang-orang yang punya kesabaran untuk menunggu, kesabaran untuk menjalani proses. Punya kesabaran adalah sebuah ujian iman!  Saat dihadapkan pada situasi atau keadaan yang sulit, adakah kita punya kesabaran untuk menantikan pertolongan dari Tuhan?  Adakah kita bersabar dalam menantikan jawaban doa dari Tuhan? Adakah kita bersabar menantikan janji Tuhan digenapi dalam hidup kita?  Ataukah kita kehilangan kesabaran, lalu berpaling dari Tuhan untuk mencari pertolongan dari pihak lain?  Kesabaran adalah salah satu buah Roh yang harus dimiliki orang percaya  (Galatia 5:22). Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Ayub dengan topik: “Be Patient A Bit More (Bersabarlah Sebentar)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Ayub 36:1-33. Sahabat, judul renungan pada hari ini saya ambil dari pernyataan awal  nasihat  Elihu. Ketika Ayub mengalami penderitaan yang sangat berat banyak sahabatnya yang empati dan mengunjunginya, tetapi mereka tidak membawa damai sejahtera bagi Ayub. Mereka menasihati Ayub seolah-olah mereka menjadi juru bicaranya Tuhan. Sahabat, Elihu masih meneruskan serangannya secara halus kepada Ayub. Meskipun pernyataan yang diberikan Elihu kepada Ayub terkesan positif, namun jika dibaca secara saksama, pernyataan Elihu memiliki motif negatif yang bertujuan menjatuhkan mental Ayub. Kali ini Elihu memanipulasi sikap Tuhan yang prihatin terhadap kesejahteraan orang yang berbuat dosa dan memberinya kesempatan untuk bertobat. Ia mengatakan bahwa Allah tidak ingin seorang pun menderita, melainkan ingin menempatkan mereka untuk selama-lamanya di samping raja-raja di atas tahta, sehingga mereka tinggi martabatnya (ayat 7). Bukan hanya terbebas dari penderitaan, tetapi juga kembali menjadi manusia yang bermartabat. Seandainya ada teguran, itu dimaksudkan untuk memuliakan pribadi yang ditegur, “Jikalau mereka mendengar dan takluk, maka mereka hidup mujur sampai akhir hari-hari mereka dan senang sampai akhir tahun-tahun mereka” (ayat 11). Sayang sekali, sikap positif dari Tuhan ini tertutup dengan rentetan panjang kalimat-kalimat sindiran yang menusuk secara tidak langsung kepada sang sahabat yang sedang menderita. Hati yang menyimpan kemarahan membuat orang mati dalam kebebalannya, bahkan pada usia yang masih muda (ayat 12-14). Teriakan kesakitan tidak dapat melepaskan orang dari penderitaan berat sebagai akibat dari dosanya. Karena itu, satu-satunya jalan adalah kembali ke jalan Tuhan. Ia mengembalikan lagi kesegaran seperti tanah tandus yang disiram oleh air hujan yang segar; atau terang pada kegelapan (ayat 27-30). Jadi, jika Elihu memiliki iktikad baik, seharusnya bacaan berakhir pada 36:31. Karena motifnya kurang baik, muncullah murka Tuhan di akhir perikop ini. Sahabat, sesungguhnya menyadari kesalahan, mengakuinya dengan jujur kepada Tuhan, lalu BERBALIK ke jalan yang benar akan MELEGAKAN  dan MENYEMBUHKAN JIWA. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pad hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Saudara peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 21? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Waktu Tuhan adalah yang terbaik, karena itu BERSABARLAH  dalam menantikan penggenapan janji-Nya. (pg).

Don’t Raise the Wrath of God

MURKA ALLAH. Selain berlimpah kasih setia, Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang adil.  Itulah sisi lain yang kadang  diabaikan dan disepelekan oleh kebanyakan orang percaya.  Dalam kasih setia-Nya Tuhan menganugerahkan keselamatan dan pengampunan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya.  Tetapi dalam keadilan-Nya Tuhan perlu sekali mendidik umat-Nya, dan salah satu bentuk didikan Tuhan adalah hajaran (Ibrani 12:10).  Sesungguhnya Tuhan menghajar kita bukan untuk membinasakan, tetapi bertujuan untuk mengembalikan kita pada rancangan-Nya yang semula. Sahabat, kata MURKA berarti marah besar, kemarahan yang meluap-luap.  Berulang kali murka Allah dikisahkan di dalam Alkitab: Sodom dan Gomora yang dilumat oleh api belerang dari langit; air bah yang menenggelamkan daratan pada masa Nabi Nuh; dibuangnya bangsa Israel ke Babel, merupakan kisah-kisah yang menunjukkan murka Allah. Kisah yang bukan isapan jempol tapi sungguh nyata. Karena itu jangan sekali-kali kita membangkitkan murka Allah! Hari ini kita melanjutkan belajar dari kitab Yeremia dengan topik: “Don’t  Raise the Wrath of God” (Jangan Menimbulkan Murka Allah)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Yeremia 14:1-22. Sahabat, saya yakin kita semua pernah MARAH, namun kemarahan manusia tidak bisa dibandingkan dengan kemarahan Allah. KEMARAHAN ALLAH ITU MENGERIKAN.. Ketika Allah marah, bukan hanya manusia yang ketakutan, bahkan alam semesta pun takut. Kemarahan Allah bisa berdampak pada seluruh alam semesta dan segala isinya. Dalam bacaan kita pada hari ini, kita melihat penderitaan yang sedang menanti bangsa Israel. Allah, melalui Yeremia, menyingkapkan secara terperinci adanya masa kekeringan yang panjang, yang akan melanda seluruh Israel. Tidak ada hujan, sumur kering, tanah menjadi retak dan tandus, binatang sekarat dan mati, serta petani gagal panen (ayat 3-6). Yang terdengar hanyalah tangisan perkabungan dan teriakan minta tolong (ayat 2). Meski demikian Allah diam. Allah menulikan telinga-Nya (ayat 12). Namun bukan hanya kekeringan saja, Allah mendatangkan juga perang, kelaparan, dan penyakit sampar (ayat 12). Selain itu, Allah menyingkapkan kepada Yeremia nasib naas yang akan dialami nabi-nabi palsu dan segenap keluarganya. Nabi-nabi palsu, istri, dan anak-anaknya akan mati karena perang dan kelaparan. Mayat mereka tercampak di sepanjang jalan Yerusalem (ayat 15-16). Semuanya ini disebabkan oleh kekerasan hati bangsa Israel. Ini membuktikan Allah tidak kompromi terhadap dosa. Walaupun  Yeremia membenci perbuatan bangsa Israel, tetapi ia memiliki hati yang lembut. Ia datang di hadapan Allah meminta pengampunan atas dosa bangsanya (ayat 17-18). Ia memohon kepada Allah agar tidak memalingkan wajah-Nya dari Israel. Ia memohon kepada Allah agar membatalkan niat-Nya menghancurkan Israel. Ia berusaha mengingatkan Allah akan perjanjian-Nya dengan nenek moyang Israel (ayat 19-21). Namun Allah menolak. Allah menyuruh Yeremia berhenti berdoa buat bangsa Israel (ayat 11). Sahabat, pengalaman bangsa Israel tidak jauh berbeda dari kita sekarang. Berbagai peristiwa alam dan penyakit yang melanda seharusnya membuat kita berubah dan hidup sesuai dengan kehendak Allah. Kita tidak tahu, apa yang Allah akan lakukan atas dunia dan manusia akibat dosa. Mari kita hidup dengan melakukan kehendak-Nya dan berdoa agar semua orang bertobat dan kembali kepada-Nya, dan berbakti hanya kepada-Nya. Haleluya! Tuhan itu baik. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini: Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini? Apa yang Sahabat pahami dari ayat 9? Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Sekali kita membuat komitmen untuk mengikut Kristus, maka kita harus memegang komitmen tersebut sampai akhir hidup kita! (pg).